Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar Nusron Wahid menilai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok adalah tipikal pemimpin yang tanpa pamrih.
Menurut Nusron, setiap tindakan Ahok sebagai pemimpin itu didasarkan pada kebutuhan perbaikan untuk ke depannya, bukan berdasarkan keinginan dirinya pribadi. Hal itu dikatakan Nusron menanggapi kebijakan relokasi Bukit Duri oleh Gubernur Ahok.
"Ahok terbukti seorang gubernur yang tanpa pamrih. Buktinya, dia berbuat (merelokasi kampung kumuh) berdasarkan kebutuhan kekinian. Bukan keinginan. Dia memikirkan kondisi makro dan jangka panjang Jakarta, tanpa pernah berpikir (tak peduli) tentang popularitas dan elektabilitas dirinya, menjelang Pilkada (DKI 2017)," ucap Nusron Wahid di Jakarta, Kamis, 29 September 2016.
Baca Juga
Nusron menjelaskan, jika seorang pemimpin mengedepankan sikap jaga image atau jaim, maka setiap hendak melakukan sesuatu selalu melihat faktor populis. Nusron mencontohkan, seorang pemimpin jaim menjelang pemilihan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) saja tidak berani.
Padahal itu kebutuhan fiskal untuk menyehatkan ekonomi. Tetapi nyatanya, rata-rata pejabat takut dengan kebijakan yang tidak populis meski itu merupakan kebutuhan. "Tapi Ahok memang lain. Kalau memang benar dan on the track dia lakukan. Tidak peduli dengan politisasi lawan politiknya," ujar Nusron.
Gaya Kepemimpinan Ahok
Dia mengatakan, setiap tokoh atau pemimpin memang mempunyai gaya masing-masing. Ada yang seminaris, fashionis atau penampilan, dan ada juga yang action. Ahok ini, kata Nusron, masuk kategori yang action untuk mengejar legacy.
"Setiap pemimpin ada masa dan gayanya. Sebaliknya setiap masa ada pemimpinnya. Saya yakin model kepemimpinan aksi nyata yang dilakukan oleh Ahok inilah yang dibutuhkan masyarakat Jakarta saat ini. Sebab menyelesaikan masalah akut yang kompleks di Jakarta ini, butuh kepemimpinan yang proper, proven, dan delivered, seperti yang sudah dilakukan Ahok," ia memaparkan.
Menyelesaikan masalah Jakarta, lanjut Nusron, tidak dibutuhkan sekadar jargon indah dan susunan mutiara kata yang filosofis, apalagi dengan penampilan sekadar tampan.
"Jakarta ya butuh kerja nyata, meski tidak populer. Daripada sok populis, tapi tidak delivered dan masalah tidak teratasi," ucap dia.
Jadi, imbuh Nusron, upaya berbagai relokasi kampung kumuh di tanah milik publik seperti Kalijodo, Luar Batang, Rawajati, Kampung Pulo, dan Bukit Duri, merupakan langkah solutif yang harus dilakukan demi menyelamatkan rakyat yang lebih luas.
"Atas upaya itu, seharusnya semua pihak justru wajib membantu memberikan pengertian kepada warga yang tinggal di tanah negara yang tidak seharusnya dijadikan permukiman. Sebab, apa yang mereka lakukan selama ini, dapat menciptakan banjir," ia menerangkan.
"Kalau banjir ya kita semua yang repot. Ini yang harus disadarkan. Bukan malah dijadikan komoditi politik," Nusron Wahid memungkasi.
Advertisement