Liputan6.com, Cirebon - Dalam agenda kampanyenya, Calon Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tak hanya blusukan di sejumlah kawasan di Cirebon. Ia juga sempat bertemu dengan para perajin gerabah di Desa Sitiwinangun, Kabupaten Cirebon.
Kedatangan pria yang akrab disapa Emil ini mendapat sambutan yang antusias dari masyarakat setempat. Emil juga mengapresiasi apa yang sudah dilakukan masyarakat Desa Sitiwinangun.
Menurutnya, secara konsep sudah benar bahwa setiap desa harus punya skill (kemampuan) khusus, yakni ketika suami ke sawah maka sang istri mengerjakan seni gerabah di rumah.
Advertisement
"Hanya pendapatan per bulannya kurang memadai sekitar Rp 1 juta-an sehingga tugas pemerintah mencarikan orderan jangka panjang dengan harga lebih baik," kata Emil di Desa Sitiwinangun, Kabupaten Cirebon, Rabu (8/3/2018).
Ridwan Kamil mengatakan, dirinya menggagas untuk meningkatkan penjualan gerabah di Cirebon. Ia juga optimistis produk kerajinan gerabah Cirebon bisa dijual sampai ke hotel-hotel.
Namun menurutnya, dalam proses peningkatan produk dan mutu gerabah Cirebon juga harus menerapkan pemanfaatan teknologi.
"Misalnya, membuat wadah sampo. Ke depannya sebisa mungkin perajin membuatnya pakai sentuhan teknologi dan nanti saya akan konsep seperti apa," ujar Emil.
Ridwan Kamil juga berjanji akan membantu meningkatkan marketing (penjualan) produk gerabah di Desa Sitiwinangun, Kabupaten Cirebon.
Minim Marketing
Ketua Pengrajin Gerabah di Desa Sitiwinangun, Arkima (41), mengaku sangat antusias mendengar rencana Emil tersebut.
"Masalah utama kami adalah marketing. Selama ini marketing produk gerabah kami belum terlalu luas, baru seputaran Cirebon saja," kata Arkima.
Selama ini, kata Arkima, orderan datang dari perusahaan atau perorangan. Ia berharap jika nanti Emil terpilih sebagai Gubernur Jawa Barat dapat membantu mengenalkan produk gerabah Cirebon melalui pameran-pameran di tingkat provinsi.
Arkima menuturkan, kerajinan gerabah di Desa Sitiwinangun sudah diwariskan secara turun temurun dari orang tua mereka. Sebanyak 60 Kepala Keluarga (KK) di desa itu juga memproduksi gerabah di rumah.
"Keuntungannya lumayan, sekitar 60 persen dari biaya produksi," sebut Arkima.
Akan tetapi, ujarnya, kendala utama yang dihadapi para perajin selain marketing adalah berkurangnya bahan baku tanah liat sehingga para pengrajin harus membeli tanah liat dari desa lain.
Arkima berharap ada pemanfaatan teknologi sehingga gerabah bisa lebih cepat diproduksi. Selama ini tanah liat dari sawah tidak bisa langsung dibuat menjadi gerabah tapi harus terlebih dahulu dicampur pasir.
"Cara mencampurnya masih manual, hanya diinjak-injak dengan kaki," kata dia.
Advertisement