Liputan6.com, Jakarta - Litbang Kompas merilis hasil survei yang cukup berbeda dari lembaga lainnya terkait Pilpres 2019. Elektabilitas Paslon 01 Joko Widodo atau Jokowi-Ma’ruf Amin tercatat menurun, sementara Paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengalami kenaikan signifikan dibanding survei sebelumnya pada Oktober 2018.
Peneliti Litbang Kompas, Toto Suryaningtyas mengaku menyadari adanya sejumlah pihak yang menilai hasil tersebut berat sebelah. Bahkan disebut berpihak kepada paslon 02.
"Sebetulnya kami sendiri juga cukup surprise ketika melihat hasil semacam itu. Tapi kalau dilihat dari statistik angka kami masih masuk rentan margin error dari lembaga-lembaga yang lain," ujar Toto di Upnormal Coffee Roaster, Raden Saleh, Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Advertisement
Toto menyebut, dengan hasil tersebut bukan berarti survei lembaganya berpihak pada salah satu paslon dalam Pilpres 2019. Dia menegaskan, Litbang Kompas telah melakukan survei dengan jujur dan bersih tanpa ada upaya memanipulasi hasil.
Lebih anjut, faktor lain yang membuat hasil survei Litbang Kompas bisa berbeda adalah terkait teknik pengambilan sampel dan metodologi yang digunakan setiap lembaga survei tidaklah sama.
“Kami sejak awal tidak ada skenario atau intensi baik dalam penyusunan konsep, kuisioner, itu tidak ada kecondongan apapun baik kepada 01 ataupun 02. Kalau sekarang hasilnya seperti itu, ada narasi-narasi mendorong untuk mengira kami mempunyai maksud tertentu. Itu kalau bisa saya sampaikan, itu tidak ada (keberpihakan),” tegasnya.
“Jadi kalau bicara sebetulnya angka kami tidak berbeda jauh, tetapi memang banyak yang bilang kami memakai angka skeptis. Lalu dari (kubu) 02 melonjak, lalu pandangan dari publik semakin terbentuk, seakan-akan menempatkan kami pada keberpihakan tertentu,” kata Toto.
Survei Membantu Gambaran Prospek Politik
Pengamat politik Adi Prayitno menambahkan, masyarakat sebaiknya tidak langsung menghakimi sebuah lembaga survei bila hasil yang dikeluarkan tidak sama dengan yang lainnya. Sebab, survei hanya membantu memberikan gambaran terhadap prospek politik yang sedang berlangsung.
“Jadi apapun hasil survei itu harus dimaknai biasa-biasa saja. Yang harus dianggap sebagai bagian dari kepentingan politik elektoral kita saat ini, gitu ya,” ujarnya.
“Tentu saja publik tidak perlu harus menghakimi lembaga survei ini adalah lembaga survei yang tidak kredibel, pesanan, atau apapun, karena survei ini adalah suatu metologi yang cukup rumit dan tentu semua lembaga survei mempertaruhkan kredibilitasnya,” Adi menandaskan.
Advertisement