Bawaslu Imbau Bupati Klaten Tak Sosialisasi Pencalonan Pilkada 2020 di Acara Pemkab

Selain untuk bupati, larangan tersebut juga berlaku bagi para ASN. ASN dilarang mengajak atau mengarahkan warga untuk memilih calon tertentu yang bakal bertarung pada pilkada mendatang.

diperbarui 12 Mar 2020, 14:13 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2020, 14:13 WIB
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Jakarta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Klaten mengimbau bupati yang akan mencalonkan kembali sebagai calon kepala daerah di Pilkada Klaten 2020 tak menjadikan kegiatan resmi pemerintahan sebagai ajang sosialisasi dirinya sebagai calon kepala daerah yang akan maju pada Pilkada 2020.

Informasi yang dihimpun Solopos.com, Bupati Klaten Sri Mulyani telah menerima surat tersebut pada pekan lalu. Surat imbauan itu mengutip sejumlah pasal dalam UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Di antaranya Pasal 71 ayat (3) yang berbunyi,"Gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih."

Lalu Pasal 71 ayat (5) yang berbunyi,"Dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut bisa dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.". 

Masa 6 bulan sebelum penetapan calon kepala daerah pada Pilkada 2020 sudah berlaku sejak 8 Januari 2020. Penetapan calon kepala daerah dijadwalkan pada 8 Juli.

Menurut Ketua Bawaslu Klaten Arif Fatkhurrahman, imbauan tersebut berlaku untuk seluruh kegiatan resmi pemerintahan yang didatangi bupati. Termasuk di dalamnya meyambangi warga yang rutin digelar setiap Selasa dan Rabu sejak Januari dan dijadwalkan berakhir April nanti. 

"Misalkan ketika sambutan secara terang-terangan mengarahkan warga untuk mengajak memilih bupati lagi," tutur Arif saat ditemui wartawan di Desa Sumber, Trucuk, Klaten, Selasa, 10 Maret 2020.  

Larangan tersebut juga berlaku bagi para Aparatur Sipi Negara (ASN). Pada kegiatan pemerintahan, ASN dilarang mengajak atau mengarahkan warga untuk memilih calon tertentu yang bakal bertarung pada pilkada mendatang.

Arif mengatakan sanksi pelanggaran kampanye saat ini belum bisa diterapkan lantaran belum ada penetapan calon. Namun, sesuai UU Pilkada, pencalonan bupati yang kembali maju sebagai calon kepala daerah bisa dibatalkan oleh KPU jika melakukan pelanggaran.

"Sanksi untuk ASN, meski tidak bisa dijerat UU Pilkada, ASN yang kedapatan mengajak memilih calon tertentu bisa dikenai sanksi sesuai kode etik ASN," urai dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pembelaan Sri Mulyani

ilustrasi Pilkada serentak
Pilkada serentak

Tekait pembelaan Sri Mulyani saat menghadiri kegiatan sambang warga kerap meminta doa restu kepada warga untuk maju kembali pada Pilkada 2020, Arif mengatakan hal itu belum masuk indikasi pelanggaran.

"Memohon doa restu untuk melanjutkan itu belum jelas. Apakah yang dimaksudkan melanjutkan pembangunan atau melanjutkan yang lain. Tetapi kalau itu jelas-jelas meminta warga untuk mencoblos, itu yang tidak boleh," jelas Arif. 

Sementara itu, Bupati Klaten, Sri Mulyani, menegaskan datang pada kegiatan resmi pemerintahan termasuk sambang warga sebagai bupati. Dia juga menjelaskan hingga kini belum menjadi calon bupati (cabup) pada Pilkada 2020 lantaran belum ada pendaftaran apalagi penetapan pasangan calon dari KPU.

"Posisi saya sekarang bupati, saya datang itu sebagai bupati. Saya sendiri juga belum menjadi calon [cabup], hla wong KPU saja belum ada penetapan," tutur dia.

 

Simak berita Solopos.com lainnya di sini. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya