Liputan6.com, Jakarta - Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Morowali Utara, Sulawesi Tengah nomor urut satu Jeffisa Putra dan Ruben Hehi menggugat KPU Morowali Utara di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami telah melakukan perbaikan permohonan, dengan penerimaan berkas perkara Nomor 64/P-BUP/PAN.MK/12/2024 tanggal 10 Desember 2024," kata Kuasa Hukum Jeffisa-Ruben, Syahrudin Etal Douw dalam keterangan tertulis, Rabu.
Baca Juga
Dia menjelaskan beberapa poin gugatan diantaranya, pasangan nomor urut 2 Delis-Djira, adalah pasangan yang tidak layak diloloskan oleh KPU Morowali. Pasangan itu, dianggap telah melakukan tindakan melawan hukum, sebagaimana pasal 71 ayat 2, Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Advertisement
"Pasangan Delis-Djira adalah bupati dan wakil bupati petahana, yang diloloskan oleh KPU, padahal mereka melakukan pelantikan pejabat di masa 6 bulan sebelum proses pemilihan," kata Etal.
Lanjut dia, tindakan pasangan petahan itu, telah dilaporkan kepada Bawaslu Morowali Utara. Akan tetapi karena Bawaslu tidak profesional, dimana mereka mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa laporan tidak memenuhi unsur.
"Atas peristiwa itu, Bawaslu Morowali Utara sedang dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)," ungkapnya.
Menurut Etal, peristiwa yang dilakukan Delis-Djira, pernah terjadi di Kabupaten Bualemo tahun 2016. Di mmana berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) pasangan yang melanggar pasal 71 tersebut dicoret dari daftar calon yang memenuhi syarat.
"MK beberapa kali telah melakukan penangguhan pasal 158 tentang ambang batas selisih suara. Kami yakini bahwa MK akan kembali melakukan hal yang sama, dan memberikan keadilan kepada masyarakat Morowali Utara," harapnya.
Sesuai Ketentuan MA
Sebelumya, Pengamat Pemerintahan Profesor Djohermansyah Djohan menyatakan petahana atau kepala daerah mencalonkan kembali, yang melalukan mutasi jabatan bisa dibatalkan pencalonannya di Pilkada 2024.
"Incumbent (petahana) yang melakukan mutasi jabatan, harusnya bisa dibatalkan pencalonannya, dan dikenai sanksi pemberhentian sebagai kepala daerah," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (4/11).
Menurut mantan Dirjen Otomomi daerah Kemendagri itu, sanksi tersebut sesuai dengan ketentuan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 570 tahun 2016 tentang terkait sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kabupaten Boalemo, Gorontalo.
Putusan MA Nomor 570 K/TUN/PILKADA/2016 mengabulkan sebagian gugatan dari dua penggugat, yaitu Darwis Moridu dan Hi. Anas Jusuf, melawan Komisi Pemilihan Umum dan Pemerintah Kabupaten Boalemo.
"Kepala daerah petahana dianggap telah menyalahgunakan wewenang,” ujar Guru Besar Universitas Nasional (Unas) itu.
Advertisement