Ini Proyeksi Properti Indonesia di 2016

Jones Lang LaSalle (JLL) mempublikasi hasil riset properti Indonesia di Indonesia di 2016

oleh Kantrimaharani diperbarui 21 Jan 2016, 11:10 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2016, 11:10 WIB
Proyeksi Properti Indonesia 2016
Foto: Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Konsultan properti dunia, Jones Lang LaSalle (JLL) meramal bakal ada peningkatan permintaan pada pasar perkantoran dan residensial di 2016. Sementara untuk sektor ritel diperkirakan akan tetap stabil

Perbedaan kondisi tersebut didasari atas pengamatan evaluasi pertumbuhan properti Indonesia di 2015.  Hasilnya cukup memberikan tantangan yang signifikan. Setidaknya terdapat tiga faktor utama penyebab kondisi itu, antara lain; pertumbuhan ekonomi yang relatif lambat, pelemahan rupiah terhadap dolar AS, dan rendahnya harga komoditas turut menimbulkan kekhawatiran.

Berikut evaluasi properti 2015 dan proyeksi di 2016 berdasarkan riset JLL yang didapat rumah.com, Kamis (21/1/2016).

Evaluasi Properti Indonesia 2015

1. Evaluasi kondisi properti sektor perkantoran di 2015 menunjukkan bahwa tingkat hunian gedung perkantoran di CBD (central business district) berada di sekitar angka 89 persen dengan perkantoran kelas A sendiri, berada di angka 85 persen. Tingkat hunian ini dipengaruhi oleh menurunnya permintaan perkantoran dari sektor minyak, gas, dan pertambangan (minerba), yang mana sempat mengalami keterpurukan harga komoditas dunia di 2015.

Akan tetapi meski tidak menyerap dari kebutuhan properti sektor minerba, JLL menilai bahwa ada substitusi berkelanjutan dari perusahaan e-commerce, yang mana memiliki potensi untuk berkembang di Jakarta.

Selain itu, pada triwulan keempat tahun 2015, banyak pemilik gedung perkantoran yang menerapkan harga sewa lebih fleksibel. Sehingga rata-rata harga sewa turun sebesar 1.9 persen dibandingkan triwulan sebelumnya pada kelas Premium.

2. Penjualan kondominium mewah juga dikatakan mengalami perlambatan sejak pertengahan 2015. Luke Rowe, Head of Residential JLL menjelaskan, kondisi tersebut diakibatkan dari pemberlakukan pajak penghasilan atas barang sangat mewah oleh pemerintah pada triwulan kedua tahun 2015.

“Pada triwulan keempat tahun 2015, permintaan tertinggi tetap terjadi pada kelas menengah ke bawah dengan harga yang lebih terjangkau dan pengenaan pajak lebih rendah. Meski Rata-rata tingkat penjualan turun tipis di angka 77%, kami menilai angka tersebut berada pada tingkatan penjualan yang cukup baik,” tambah Rowe.

3. Kondisi ritel pada triwulan terakhir 2015 juga mengalamii keterbatasan pembangunan. Hal ini memang merupakan dampak berkelanjutan dari moratorium terkait pembangunan mal sejak tahun 2011. Riset JLL menunjukan tingkat hunian yang tinggi masih dipengaruhi oleh permintaan di mal-mal berkelas di Jakarta, sebagai contoh tingkat hunian di Lippo St. Moritz.

 

Proyeksi Properti Indonesia 2016

1. Kondisi perkantoran akan mengalami peningkatan permintaan di tahun 2016. Asalkan, tidak terjadi pelemahan rupiah yang bisa berdampak besar terhadap sentiment pasar. JLL juga memperkirakan akan terjadi penurunan harga sewa pada tahun 2016 dan 2017, dan akan mengalami peningkatan kembali pada akhir proyeksi 5 tahun ke depan.

2. Seiring dengan pertumbuhan populasi yang besar dan peningkatan jumlah kelas menengah di Indonesia, JLL memprediksikan permintaan residensial mengalami peningkatan permintaan secara fundamental. Asalkan, pertumbuhan ekonomi serta nilai tukar rupiah jauh lebih stabil dari 2015.

3. Kondisi ritel di Indonesia akan tetapi stabil, asalahkan pemilik mal-mal papan atas masih menjadi posisi penguat untuk menentukan keberlangsungan tren ritel di Indonesia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya