Serangan Eceng Gondok di Rawa Pening

Invasi eceng gondok di Rawapening yang sudah mencapai 80 persen.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 04 Nov 2016, 08:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2016, 08:00 WIB
rawapening
rawapening terancam eceng gondok

Liputan6.com, Semarang - Rawa Pening dan Bukit Cinta pernah menjadi primadona obyek wisata di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Saat itu, sekitar tahun 1990-an hingga tahun 2000-an. Meski sebagian lanskap rawa tertutup gulma air, masih banyak eceng gondok yang tersisa dan bisa dinikmati sebagai obyek wisata air.

Kini, telaga yang lekat dengan legenda Ajisaka sang pencipta aksara Jawa itu sudah memprihatinkan kondisinya. Berdasarkan data di Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jragung-Tuntang, saat ini 80 persen area perairan Rawapening sudah tertutup eceng gondok.

Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) memang digolongkan sebagai gulma air. Ia dianggap gulma karena memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dan juga dapat merusak tanaman yang ada di sekitarnya. Tanaman ini ditemukan di Sungai Amazon dan dikembangkan oleh pakar botani yang berasal dari Jerman bernama Friedrich Phillipp von Martius pada abad 19.

Invasi eceng gondok di Rawapening yang sudah mencapai 80 persen itu sudah dihambat pertumbuhannya. Jika belum dihambat, kemungkinan Rawapening sudah tak terlihat airnya.

Hambatan utama adalah untuk mengamankan PLTA Jelok. Juga sarana pengolahan air milik PT Sarana Tirta Ungaran.

"Kami hambat agar tidak turun terbawa air Sungai Tuntang menuju bendungan dan saluran yang dimanfaatkan PLTA Jelok," kata Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jragung-Tuntang, Endah Sulistyowati, Kamis (3/11/2016).

Endah mengaku sering menjelajahi Rawapening dengan berperahu. Anehnya, dalam perjalanan pulang, ia selalu melewati jalur yang berbeda.

"Saya sering naik perahu menuju Bukit Cinta dari bangunan klante di Desa Asinan, jalur kembalinya belum tentu sama karena gulma air tadi selalu bergerak imbas diterpa angin," kata Endah.

 Rawapening terancam Eceng Gondok (Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Terkait penanganan Rawapening, memang kewenangan pemerintah pusat. Setidaknya butuh kajian berkelanjutan, minimal ada penataan peta langkah penanganan berdasarkan kondisi lapangan. Untuk Studi penanganan, dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juwana.

"Kami hanya membantu, kalau klante (sarana penyaring dan penghambat eceng gondok) dulu yang membangun PSDA karena komitmen pemerintahan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo dan Bu Rustriningsih," kata Endah.

Alat Berat sampai Nelayan

Selain itu, ada beberapa alat berat, meliputi dua excavator dan truxor sebagai sarana penarik untuk menepikan gulma air yang menutup perairan Rawapening. Rencananya kedua alat itu akan ditempatkan pada sekitar klante di Desa Asinan, Kecamatan Bawen, hingga akhir 2016.

Saat ini, eceng gondok yang sudah diangkat dan dibawa ke tepi sementara ditempatkan di lokasi penampungan yang berlokasi tidak jauh dari bangunan klante. Apabila penuh, nantinya akan diangkut ke luar dan semestinya harus ada lahan pembuangan.

"Kami berharap ada koordinasi dengan PTPN yang mempunyai lahan di dekat klante. Info dari Pak Kades, PTPN siap menerima asal eceng gondok diecer-ecer tidak ditumpuk pada suatu tempat," kata Endah.

Rawapening terancam Eceng Gondok (Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Sementara itu, warga masyarakat juga sudah turut memerangi pertumbuhan eceng gondok ini. Salah satunya dengan meningkatkan nilai ekonomisnya dengan dibuat sebagai barang kerajinan seperti tas anyaman, sepatu anyaman, sandal, dan lain-lain. Namun untuk kepentingan ini tak bisa sembarang eceng gondok.

"Hanya yang tingginya sudah 50 cm ke atas. Jadi yang kecil ya harus dibiarkan tumbuh tinggi dulu. Kami tak bisa asal membabat karena membutuhkan kontinyuitas bahan produksi," kata salah satu warga, Susilo.

Selain para pengrajin, ada pula nelayan karamba yang ikut mengendalikan pertumbuhan eceng gondok ini. Para nelayan karamba ini memijah dan membesarkan berbagai jenis ikan, mulai ikan konsumsi sampai ikan hias.

"Secara rutin, nyaris tiap hari kami mengurangi pertumbuhan dan persebarannya. Jangan sampai masuk karamba karena akarnya mengikat nitrogen yang menyebabkan ikan gampang mati," kata Woro, nelayan karamba.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya