Liputan6.com, Bengkulu - Peristiwa memalukan terjadi usai salat Jumat di Masjid Raya Baitul Izzah, kawasan Padang Harapan, Kota Bengkulu. Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai harus merelakan sandal jepitnya digondol maling.
Kejadian yang membuat panik para staf dan pegawai lembaga pengaduan layanan publik Obmbudsman Bengkulu itu diketahui saat Amzulian turun dari tangga masjid. Ia melihat sandal yang dipakainya sudah tidak ada lagi.
Para staf langsung sigap dan memberikan sandal lain. Bila tidak cepat, bukan tidak mungkin pria asal Sumatra Selatan itu berjalan menuju mobil tanpa alas kaki.
Advertisement
Amzulian mengatakan, kehilangan alas kaki adalah kejadian kali ketiga yang dialaminya. Bahkan di kantornya sendiri di kawasan Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, yang hanya berjarak lima gedung dari KPK, dia kehilangan sepasang sepatu mahal buatan Prancis.
"Biarkan saja, saya tidak akan dendam, ini pelajaran bagi kami," ucap Amzulian di Bengkulu, Jumat, 17 Maret 2017.
Baca Juga
Adapun terkait layanan publik, saat ini pemerintah daerah menempati posisi terbanyak dilaporkan ke Ombudsman sejak tahun 2015. Dari 6.859 laporan tahun 2015, 9.030 tahun 2016 dan diprediksi sebanyak 20 ribu laporan tahun 2017, laporan terhadap Pemda sebanyak 52 persen.
Selanjutnya posisi kedua ditempati institusi kepolisian, BUMN, Badan Pertanahan Nasional dan Lembaga Peradilan. Ini merupakan lima besar terbanyak pengaduan yang masuk ke Ombudsman RI maupun Ombudsman di 33 kantor perwakilan seluruh Indonesia.
Laporan terhadap pelayanan publik oleh pemda yang masuk ke Ombudsman saat ini hanya disinyalir sandiwara saja. Meskipun mereka melaporkan yang baik dan tertib aturan, saat dikonfirmasi kepada masyarakat pengguna layanan publik, hasilnya sangat berbeda. Khusus Bengkulu saat ini belum mendapat tanda hijau atau memiliki penilaian yang baik terhadap layanan publik.
"Bengkulu belum masuk zona hijau, harus banyak melakukan innovasi terhadap pelayanan supaya masyarakat percaya," kata Amzulian.
Ombudsman juga menggelar investigasi terhadap proses dan layanan pembuatan KTP elektronik atau E-KTP. Hasilnya, saat ini sebanyak tujuh juta orang atau lebih dari empat persen penduduk dewasa belum melakukan perekaman data E-KTP. Angka ini tentu sangat mengkhawatirkan di tengah berbagai persoalan yang membelit terkait E-KTP.
"Pelayanan jelek, kekurangan peralatan, kekurangan blangko dan segudang persoalan lain menyebabkan program Single Identity Card ini belum berjalan maksimal," kata Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai.