Liputan6.com, Yogyakarta - Perupa Budi Ubrux berkesempatan melukis mobil mewah dan klasik milik pengusaha sekaligus kolektor mobil Agung Tobing.
Tidak tanggung-tanggung, ada 12 mobil milik Agung yang menjadi kanvas perupa yang lukisannya identik dengan koran itu. Empat mobil di antaranya adalah BMW seri 7 yang harga per unitnya di atas Rp 1,6 miliar.
Sebagian dari mobil itu akan dipamerkan oleh Budi Ubrux dalam pameran tunggal bertema Raja Kaya pada 18-31 Mei 2017 di Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Setelah menjalani sesi pemotretan di Candi Prambanan, Selasa siang, 16 Mei 2017, kedua belas mobil itu berkeliling Yogyakarta dengan mengambil rute Candi Prambanan - Jalan Solo - Tugu - Kleringan - Malioboro - Alun-alun Utara - Alun-alun Selatan - Bale Raos.
Pengawalan polisi serta iring-iringan mobil sempat mencuri perhatian para pengguna jalan, terutama pejalan kaki di kawasan pedestrian Malioboro. Mereka memperhatikan arak-arakan mobil lukis dan juga mengambil foto melalui ponsel masing-masing.
Agung Tobing rela mobil mewahnya dilukis oleh Budi Ubrux karena ingin koleksinya menjadi berbeda dengan kebanyakan orang. "Orang koleksi mobil banyak, tetapi yang mobilnya dilukis oleh seniman jarang," ujarnya dalam jumpa pers di Bale Raos Yogyakarta.
Advertisement
Baca Juga
Ia mengaku sudah lebih dari 10 tahun mengenal Budi Ubrux. Penilaiannya terhadap sosok Budi Ubrux maupun karyanya sangat positif. Budi Ubrux merupakan orang yang polos, jujur dalam sikap dan karya, serta memiliki watak sosial yang tinggi. Meskipun sering dikerjai teman-temannya, Budi Ubrux tidak pernah sakit hati.
"Saya melihat dan merasakan Budi Ubrux ini hatinya luas, tidak banyak bicara, tetapi karyanya menunjukkan energi dan semangat yang besar," ucap Agung.
Agung memang terkenal sebagai kolektor mobil yang kerap memasrahkan koleksi mahalnya untuk dilukis seniman. Selain Budi Ubrux, pelukis Nasirun dan Faisal juga pernah 'menaklukkan' mobil mewah Agung. Saat ini, ia memiliki 39 mobil yang sudah dilukis dan delapan unit di antaranya dipajang di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.
Budi Ubrux menyebutkan, selain mobil lukis, juga ada sembilan lukisan di atas kanvas dan 25 instalasi patung sapi yang akan dipamerkan dalam pameran tunggalnya. Persiapan pameran memakan waktu 1,5 tahun dan terakhir kali menggelar pameran tunggal di Yogyakarta pada 2002.
"Saya tidak percaya diri pameran di Yogyakarta, kalau di kota lain saya bisa cuek," ujarnya.
Budi Ubrux beranggapan Yogyakarta seperti kawah candradimuka seniman. Di kota ini, banyak perupa tinggal dan memiliki nama besar. Yogyakarta menjadi pusat perhatian pengamat seni serta menjadi kota barometer seni rupa. Beruntung, ia memiliki sahabat yang juga seorang seniman bernama Ong Hari Wahyu yang selalu memotivasinya.
Raja Kaya
Kurator pameran Suwarno Wisetrotomo menjelaskan tema Raja Kaya berkaitan dengan istilah yang kerap digunakan oleh masyarakat Jawa pada zaman dahulu. Raja Kaya berkaitan dengan kepemilikan sapi sebagai hewan ternak yang secara otomatis diikuti dengan kepemilikan palawija, padi, serta lahannya.
"Kekayaan yang bisa digunakan kapan saja dan menjadi tabungan oleh orang yang mendapat sebutan Raja Kaya," ujarnya.
Kenyataan semacam itu kini berhadapan dengan dua perkara. Pertama, kepemilikan tanah lahan pertanian semakin susut, semakin sulit dimiliki, karena semakin mahal.
Bertani di atas lahan tak memadai, hasilnya jauh dari memadai untuk sekadar kebutuhan hidup sehari-hari. Akhirnya, sebagian petani hanya
sekadar menjadi buruh tani.
Kedua, realitas semacam itu terkait dengan pekerjaan bertani yang semakin jauh dari harapan untuk berkecukupan, di samping terjadinya pergeseran sosial yang mengubah cara dan gaya hidup.
Misalnya, menyewakan kamar-kamar kos lebih cepat mendatangkan uang, dan itu berarti lebih cepat bisa memenuhi atau mengikuti gaya hidup hari ini (yang cenderung hanya sebagai konsumen, berbanding terbalik dengan mentalitas petani sebagai produsen). Pergeseran pola dan gaya hidup, kecukupan pangan (sandang dan papan) tak lagi dianggap memadai.
Suwarno menilai, sapi dan mobil, dalam konsep kekayaan masa kini dan bisa saling bertukar tempat. Keduanya memiliki risiko masing-masing dan yang membedakan adalah cara pandang terhadap keduanya.
Sapi dipandang sebagai kekayaan hidup, klangenan, hiburan, dan tabungan, yang berpotensi beranak pinak (kekayaan menjadi berlipat). Pemiliknya merasa memiliki jaminan masa depan.
Sementara untuk mobil, sang pemilik harus mengeluarkan biaya perawatan, bahan bakar, pelumas, dan nilainya akan semakin turun. Imbalannya, sang pemilik merasa memiliki derajat sosial lebih karena mampu membeli dan membiayai mobil.
"Setidaknya demikianlah pandangan dalam masyarakat peralihan, dari agraris ke masyarakat pekerja kantor," kata Suwarno.
Advertisement