Liputan6.com, Jayapura Sambil memegang perutnya, Yance Gombo (11 tahun) lari terbirit-birit ke arah tumbuhan semak-semak tepat di belakang rumahnya. Hanya sekitar 7 menit, siswa kelas 5 SD itu langsung keluar dari tumbuhan ilalang yang dibiarkan tumbuh liar.
Begitulah potret kebiasaan warga buang air besar (BAB) di semak-semak. Kebiasaan itu bagi warga Kampung Bhayangkara 3, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Provinsi Papua, sudah berlangsung 15 tahun.
Kebiasaan ini hampir dilakukan oleh seluruh warga di kampung itu, karena tak ada wc pada setiap rumah warga. "Hanya Pak Pendeta yang memiliki wc pribadi di rumahnya," kata Rina Kelenak, 27 tahun, Kamis 20 juli 2017.
Advertisement
Baca Juga
Sama halnya dengan Yance, Rina mengaku selalu BAB di semak-semak yang berada di kampung tersebut.
"Ya, mau BAB selalu di rumput-rumput. Mau kemana lagi? Kalau sakit perut, masuk ke situ, karena tak ada wc," katanya sambil tersenyum malu.
Ia menyebutkan pembuatan wc di dalam rumahnya belum prioritas. Apalagi masih banyak kebutuhan lainnya yang lebih diutamakan, selain pembuatan wc.
"Kebutuhan untuk beli beras atau untuk sekolah anak, itu yang lebih utama," ujarnya.
Kampung Bhayangkara 3 dihuni oleh 30 kepala keluarga. Kampung yang terletak di ketinggian Kota Jayapura, Papua ini, hanya terletak sekitar 5 kilometer dari Kantor Gubernur Dok II Jayapura. Rata-rata penduduk setempat memiliki rumah dari papan dan bukan bangunan permanen.
Kampung yang sudah ada sejak 15 tahun lalu, dihuni oleh mayoritas penduduknya yang bekerja sebagai petani nenas. Hasil kebun para petani, biasanya di jual di sekitar pasar tradisional di Kota Jayapura.
Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano mengaku masih ada warganya yang belum memiliki wc di rumahnya masing-masing. Untuk itu ia meminta Dinas Perumahan untuk mendata ulang jumlah warga yang belum memiliki wc atau kamar mandi yang layak.
"Saya dengar juga masih ada warga di sekitar Polimak yang belum memiliki wc di rumahnya. Saya harap pengerjaannya sudah selesai November nanti," ujarnya pada sebuah kesempatan.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Hibah MCK
Pendeta Joseph Gombo menuturkan kebiasaan masyarakat pegunungan dalam BAB di semak-semak merupakan hal yang wajar. Ia mengaku masih banyak warga kampungnya yang minim akan pengetahuan kesehatan, jika membuang BAB sembarangan.
Ia dan penduduk lainnya mengaku sudah beberapa kali meminta bantuan tempat mandi, cuci dan kakus (MCK) untuk kebutuhan masyarakat setempat ke pemerintah. Bantuan itu pun tak pernah diterimanya.
Akhirnya, PT Pertamina MOR VIII Maluku-Papua, membuatkan MCK untuk warga setempat. Bangunan permanen seluas 4x4 meter, berwarna dasar krem dengan list merah dan hijau akhirnya bisa digunakan oleh warga untuk BAB.
Tak hanya itu saja, bangunan yang terdiri dari dua pintu kamar mandi itu bahkan bisa digunakan untuk mandi dengan air bersih yang mengalir terus menerus.
"Kampung kami dekat dengan sumber air, maka kami tak pernah kekurangan air bersih," ucap Rina.
Untuk menjaga kebersihan MCK agar tetap bisa digunakan, maka warga Kampung Bhayangkara 3 bersepakat untuk menjaga fasilitas ini.
"Para donatur itu pasti memberikan kita hanya satu kali tapi kita bisa memakainya berkali-kali atau seumur hidup. Pergumulan ini, baru kami dapat setelah 15 tahun kampung ini berdiri," ucap Pendeta Joseph, mewakili warga setempat dalam penyerahan kunci MCK dari Pertamina.
Area Manager CSR dan SMEPP Pertamina MOR VIII Maluku-Papua, Syarifuddin menuturkan program CSR lebih kepada program lingkungan, pendidikan, dan kesehatan.
Pada bidang kesehatan, penyaluran CSR Pertamina lebih fokus pada sarana pengentasan kemiskinan dan sarana ibadah dengan menggunakan dana program bina lingkungan.
Hingga triwulan II tahun ini, program kemitraan dalam rangka pemberdayaan masyarakat ekonomi kecil dan menengah, telah disalurkan lebih dari Rp 1 miliar.
Sedangkan untuk program bina lingkungan, telah tersalur lebih dari Rp 5 miliar yang terbagi untuk bidang pendidikan, sarana dan prasarana umum, kesehatan, sarana ibadah serta pelestarian alam dan pengentasan kemiskinan.
Advertisement