Terus Turun, Masih Ada 50 Balita Gizi Buruk di Kota Malang

Dinas Kesehatan Kota Malang menyebut kasus gizi buruk turun tiap tahun dan ada beberapa faktor penyebabnya.

oleh Zainul Arifin diperbarui 10 Feb 2018, 15:03 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2018, 15:03 WIB
Dinkes Beber Penyebab Ada 50 Balita Gizi Buruk di Kota Malang
Sekelompok peneliti di Selandia Baru kuak cara yang betul untuk mengenalkan anak pada makanan setelah ASI.

Liputan6.com, Malang - Dinas Kesehatan Kota Malang, Jawa Timur, menyebut masih ada 50 balita dengan gizi buruk sepanjang tahun lalu. Pola asuh yang salah dan ibu bekerja tak bisa memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif turut berpotensi menyebabkan balita dengan gizi buruk.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Malang, kasus gizi buruk diklaim terus menurun tiap tahunnya. Pada 2015 terdata 111 balita gizi buruk, turun jadi 66 balita di 2016 dan tinggal 50 balita gizi buruk di 2017.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, Asih Tri Rachmi Nuswantari, mengatakan, balita dengan gizi buruk tidak hanya disebabkan oleh keluarga miskin kekurangan pangan tapi juga pola asuh yang salah.

"Ibu yang bekerja tak bisa memberikan ASI, anak dititipkan ke nenek yang kurang pengetahuan. Itu berpotensi menyebabkan balita gizi buruk," kata Asih di Malang, Jawa Timur, Jumat (9/2/2018).

Pemberian ASI eksklusif di 1.000 hari pertama kelahiran jadi modal pertumbuhan anak secara fisik dan inteligensi. Atau bayi diberikan ASI selama enam ulan sejak kelahiran. Ibu yang bekerja tak bisa memenuhi itu karena masa cuti kerja hanya tiga bulan.

Asih mengatakan, pemberian ASI eksklusif bisa menekan beban pengeluaran karena tak perlu merogoh duit untuk beli susu kemasan. Di sisi lain jika ibu berhenti bekerja, tak bisa mendukung perekonomian keluarganya.

"Ini jadi mata rantai yang sulit diputus untuk menekan potensi balita gizi buruk. Karena itu, tak bisa mengandalkan Dinas Kesehatan, tapi juga dinas lainnya," ucap Asih.

Menurutnya, Dinas Kesehatan Kota Malang harus berinovasi untuk menekan kasus balita dengan gizi buruk. Misalnya, bekerja sama dengan perguruan tinggi ilmu kesehatan agar para mahasiswanya menjadikan masyarakat sebagai basis laboratorium mereka.

"Turun langsung ke warga, mendampingi dan memberikan pengetahuan agar tak salah salah asuh pada balita," tutur Asih.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya