Berguru ke Gunungkidul, Jembrana Bakal Miliki Ekowisata Cokelat

Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali memiliki gagasan untuk membangun eko-wisata di Pulau Dewata.

oleh Dewi Divianta diperbarui 17 Feb 2018, 07:01 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2018, 07:01 WIB
Bank Indonesia Ingin Buat Eko-wisata di Bali
Bank Indonesia ingin membuat ekowisata di Jembrana, Bali. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Liputan6.com, Denpasar - Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali memiliki gagasan untuk membangun ekowisata di Pulau Dewata. Terkait itu, Kepala Divisi Advisory Pengembangan Ekonomi BI Bali, Azka Subhan Aminurridho, meninjau proses pengolahan cokelat di Desa Nglanggeran, Gunungkidul, Yogyakarta.

Menurut dia, ada satu daerah potensial untuk dijadikan destinasi ekowisata, yaitu Kabupaten Jembrana. Nantinya, ekowisata ini akan dijalankan dengan melibatkan peran serta masyarakat. Dalam hal ini, petani mulai dari proses pembibitan, penanaman, dan pengolahan yang diitegrasikan dengan potensi pariwisata.

Saat ini di Bali baru memasuki tahap memproduksi biji cokelat, lalu memfragmentasikannya saja. Sementara di Yogyakarta sudah digarap secara holistik, mulai dari hulu hingga ke hilir melibatkan komunitas masyarakat setempat.

"Kita di Bali belum sampai ke sana. Kalau di Yogyakarta ini sudah mulai digarap mulai dari hulu hingga ke hilir melibatkan komunitas masyarakat," ucap dia, Jumat, 16 Februari 2018.

Saat ini di Yogyakarta, juga komunitas masyarakat sudah mampu menyulap pengolahan cokelat menjadi produk makanan dan minuman hingga menjadi desa wisata cokelat.

Bagi dia, ekowisata akan memiliki nilai tambah tersendiri bagi warga sekitar seperti apa yang dialami masyarakat Yogyakarta.

"Tentu akan membawa nilai tambah lebih kalau di Bali sudah dikelola dari hulu hingga ke hilir," kata dia.

 

 

Biji Cokelat Tembus Pasar Eropa dan Jepang

Bank Indonesia Ingin Buat Eko-wisata di Bali
Bank Indonesia ingin membuat ekowisata di Jembrana, Bali. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Saat ini, menurut Azka, proses pengolahan cokelat di Jembrana masih dilakukan oleh perusahaan profit. Jika memungkinkan, BI siap memfasilitasi proses pengolahan cokelat menjadi bubuk oleh komunitas masyarakat setempat.

"Kalau sudah diolah bukan tidak mungkin seperti biji cokelat yang sudah masuk pasar ekspor ke Jepang, Prancis, dan Belanda. Saya percaya jadi nilai tambah baru," ujarnya.

Di sisi lain, Azka meminta agar produksi juga ditingkatkan. Sebab, selama ini, petani Jembrana baru memproduksi kurang dari 10 ton.

Dia pun menilai biji fermentasi dari petani di Jembrana, memiliki kualitas terbaik, sehingga diterima pasar mancanegara yang dikelola oleh Koperasi Kerta Semaya.

Azka mengharapkan, cita-cita pengembangan proses dari hulu ke hilir hingga terintegrasi menjadi desa wisata di Yogyakarta dapat juga terwujud di Jembrana. Saat ini sudah ada 40 subak yang siap mendukung program ekowisata.

Adapun pengelola Griya Cokelat Desa Nglanggeran, Gunungkidul, Sugeng Handoko mengatakan pihaknya mendapatkan bantuan berupa program pembinaan petani dan bantuan peralatan dari BI Yogyakarta.

"Ada sekitar 654 petani yang tergabung di dalamnya. Ada pelatihan, termasuk mengerjakan proses produksinya," ujarnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya