26 April 1959: Mengenang Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara tak hanya dikenal sebagai pendidik, tetapi juga jurnalis. Ia menulis di berbagai surat kabar, seperti Sediotomo, De Express, dan Oetoesan Hindia. Ia banyak menulis kritik terhadap pemerintahan kolonial Belanda.

oleh Switzy Sabandar Diperbarui 27 Apr 2025, 01:18 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2025, 01:18 WIB
Ki Hajar Dewantara | pauddikmassulut.kemdikbud.go.id
Ki Hajar Dewantara | pauddikmassulut.kemdikbud.go.id... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Ki Hadjar Dewantara memiliki pengaruh penting dalam sejarah pendidikan di Indonesia. Pahlawan nasional yang lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat ini bahkan dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Indonesia.

Bangsawan Jawa ini adalah cucu dari Sri Paku Alam III dan anak dari GPH Soerjaningrat. Tak hanya di dunia pendidikan, kiprahnya yang luas di dunia pendidikan dan politik membawa pengaruh besar bagi kemerdekaan dan pembentukan sistem pendidikan di Indonesia secara keseluruhan.

Mengutip dari laman Itjen Dikdasmen RI, Ki Hadjar Dewantara menempuh pendidikan di beberapa sekolah terkemuka, mulai dari Europeesche Lagere School (ELS) hingga School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA) di Jakarta. Namun, pendidikannya di STOVIA tak diselesaikan karena alasan kesehatan.

Terputusnya pendidikan formal tak lantas membatasi Ki Hadjar Dewantara untuk tetap belajar. Wawasan luas tentang pendidikan dan kebudayaan yang ia dapatkan pun digabungkan untuk kemudian menjadi dasar perjuangannya dalam memperjuangkan kesetaraan dalam pendidikan. Ki Hadjar Dewantara menggabungkan pendidikan formalnya dengan nilai-nilai tradisional Jawa.

Ki Hadjar Dewantara tak hanya dikenal sebagai pendidik, tetapi juga jurnalis. Ia menulis di berbagai surat kabar, seperti Sediotomo, De Express, dan Oetoesan Hindia. Ia banyak menulis kritik terhadap pemerintahan kolonial Belanda.

Salah satu tulisannya yang cukup fenomenal adalah Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda). Tulisan berisi kritik keras terhadap pemerintah kolonial tersebut membuatnya diasingkan ke Pulau Bangka.

Pada 1912, ia bersama Cipto Mangunkusumo dan Danudirdja Setyabudi (Douwes Dekker) sempat mendirikan Indische Partij. Ini adalah partai politik pertama beraliran nasionalis di Indonesia yang memiliki tujuan utama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Lagi-lagi, upayanya ditentang pemerintah kolonial Belanda. Mereka khawatir dengan gerakan nasionalisme ini.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Pengasingan

Usai masa pengasingan, Ki Hadjar Dewantara kembali membangun pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme. Pada 1922, ia mendirikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Taman Siswa), sebuah lembaga yang memberikan pendidikan kepada rakyat pribumi.

Kelahiran Taman Siswa memberikan nafas baru bagi rakyat pribumi mengingat pada saat itu mereka tidak memiliki akses yang sama dengan kaum bangsawan atau Belanda. Taman Siswa menekankan metode pendidikan yang berbeda dari sistem kolonial dengan tidak menggunakan pendekatan perintah dan sanksi, melainkan berbasis pada semangat kebangsaan dan kebebasan berpendapat.

Pasca-kemerdekaan, Ki Hadjar Dewantara berperan dalam dunia politik. Ia menjadi Menteri Pendidikan pertama Indonesia pada 1950.

Selama menjabat, ia menanamkan semangat pendidikan yang merdeka dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu peninggalannya dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah "Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan)". Semboyan ini masih menjadi slogan Kementerian Pendidikan Indonesia hingga sekarang.

Tut Wuri Handayani merupakan salah satu dari warisan konsep triloginya dalam pendidikan. Dua warisan lainnya adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi contoh) dan Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangun semangat).

Pada 1959, Ki Hadjar Dewantara dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada. Pada tahun yang sama, ia juga dikukuhkan sebagai pahlawan nasional.

Pada 26 April 1959, Ki Hadjar Dewantara wafat. Untuk mengenang jasa-jasanya, setiap 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tanggal tersebut merujuk pada hari kelahirannya, yakni 2 Mei 1889.

Namanya juga diabadikan sebagai nama kapal perang Indonesia. Fotonya terpampang pada uang kertas pecahan Rp20.000 emisi 1998.

Pada 2 Mei 1970, Museum Dewantara Kirti Griya diresmikan oleh Nyi Hadjar Dewantara. Museum ini didirikan untuk mengenang kiprah luar biasa sosok Ki Hadjar Dewantara.

Penulis: Resla

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya