Merawat Ingatan 20 Tahun Reformasi Lewat Laut Bercerita

Novel Laut Bercerita karya Leila S Chudori berlatar tragedi 1998 dan disusul dengan penculikan para aktivis.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 22 Mei 2018, 06:30 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2018, 06:30 WIB
Novel "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori
Novel "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori.

Liputan6.com, Bandung - Mei adalah bulan bersejarah bagi perjalanan hidup bangsa ini. Selain Hari Pendidikan pada 2 Mei ataupun Hari Kebangkitan pada 20 Mei, ada momen sejarah lainnya yang tak kalah penting di bulan ini. Tak lain ialah tragedi Mei 1998.

Khusus pada 21 Mei, karena tepat di tanggal yang sama 20 tahun lalu Presiden ke-2 RI Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai atas desakan para demonstran saat itu.

Peristiwa reformasi 1998 yang juga menjadi tragedi memilukan bangsa tersebut adalah batas akhir dari diamnya rakyat di bawah rezim Orde Baru selama 32 tahun. Namun, bagaimanakah caranya mengingat kembali aksi meruntuhkan rezim diktator sebagai upaya menuntut kebebasan dan keadilan?

Salah satunya bisa dilakukan dengan menyimak novel bertajuk Laut Bercerita karya Leila S Chudori yang kisahnya juga diangkat ke dalam film pendek dengan mengangkat judul yang sama.

Novel yang berlatar tragedi 1998 dan disusul dengan penculikan para aktivis ini adalah salah satu hal yang belum tuntas hingga kini. 

Dikisahkan, seorang aktivis korban penculikan bernama Biru Laut yang tak pernah kembali lagi. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, Biru Laut dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal.

Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung dan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting: Siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu?

Sementara, keluarga mereka duduk menanti dan menanti. Tapi, Biru Laut tak kunjung muncul.

Tim Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni mereka yang kembali.

Para orangtua, kerabat hingga istri aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka, menjelang atau saat tragedi Mei 1998. Sementara, Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Memulai Cerita dari Saksi Reformasi

Penulis Leila S.Chudori saat menghadiri diskusi film dan novel Laut Bercerita di Bandung, April 2018 lalu
Penulis Leila S.Chudori saat menghadiri diskusi film dan novel Laut Bercerita di Bandung, April 2018.

Laut Bercerita merupakan sebuah kisah sebanyak 379 halaman yang ditulis Leila S Chudori. Leila mengakui proses penulisan novelnya tidak dimulai dari narasi sejarah. Sama halnya ketika ia membuat novel Pulang.

"Saya selalu memulainya lewat tokoh atau karakter yang menginspirasi bahwa tokoh tersebut menarik. Itu terjadi saat membuat Pulang, di mana saya bertemu pemilik restoran orang Indonesia di Paris," kata Leila saat ditemui Liputan6.com di IFI Bandung, April 2018 lalu.

Pada novelnya kali ini, Leila menemui dan mewawancara sejumlah aktivis 98, seperti Nezar Patria, Budiman Sujatmiko, dan beberapa aktivis yang diculik tapi kembali.

"Tetapi, memang tokoh yang menarik menurut saya dalam 10 tahun terakhir adalah tokoh yang ada kaitannya dengan sejarah besar yang melekat dalam dirinya," ujar dia.

Tak hanya mewawancarai aktivis pada masa itu, Leila juga menemui para keluarga aktivis yang tinggal di Malang, Solo, dan kota lainnya. Termasuk mendatangi acara Kamisan.

Namun, sekali pun senang dengan mengangkat cerita para aktivis, Leila tetap membingkai dengan kemampuannya berimajinasi pada karya sastra.

"Narasumber memang makin lama semakin berkembang. Tapi, saya selalu memulainya dengan kisah dari orang," jelasnya.

Soal tujuan mengangkat buku dengan tema dengan perspektif korban penindasan 98, Leila mengatakan, hal itu muncul karena keinginannya menulis dan mengungkapkan suara mereka yang pernah jadi saksi sejarah.

"Kalau dari awal punya target supaya dapat penghargaan, percayalah isi tulisannya tidak terasa jujur. Karakter saya mesti sesuai, mesti asyik. Kalau saat baca, saya senang. Buku ini juga saya kirim kepada orang yang yang berjasa (menjadi narasumber)," ujarnya. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya