Terserang Guillain-Barre Syndrome, Bocah Asal Bandung Mendadak Lumpuh

Ketika diperiksa dokter, Arjuna Arya ternyata mengidap penyakit langka Guillain-Barre Syndrom (GBS).

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 10 Jul 2018, 08:32 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2018, 08:32 WIB
Arjuna Arya
Arjuna Arya bocah berusia enam tahun penderita GBS (Istimewa)

Liputan6.com, Bandung - Awalnya, Arjuna Arya Atarahman, bocah berusia 6 tahun itu bermain seperti anak-anak seumurannya. Ia dikenal sebagai anak yang lincah dan aktif. Namun, suatu hari, putra pasangan Apit Sopian (34) dan Yani Suryani (30) mengeluhkan tidak bisa menggerakkan badannya.

Kamis, 7 Juni 2018 yang lalu, Arjuna Arya dibawa ke RSUD Majalaya, Kabupaten Bandung. Setelah keluhan itu, kondisi Arjuna Arya malah semakin memburuk. Pihak RSUD Majalaya lalu merujuk Arjuna Arya ke RSUP Hasan Sadikin Bandung siang harinya. Ketika diperiksa oleh dokter ternyata Arjuna Arya mengidap Guillain-Barre Syndrome (GBS).

Hati kedua orangtua Arjuna Arya pun langsung hancur begitu dokter memvonis anak tunggal mereka terserang penyakit langka GBS, sebuah penyakit yang mengacaukan kerja sistem kekebalan tubuh mandiri (auto-immune disease).

GBS merupakan salah satu penyakit langka di mana sistem kekebalan tubuh menyerang saraf. Hal ini mengakibatkan ia mengalami kelumpuhan total. Karena penyakit ini langka, kedua orangtua Arjuna Arya pun sama sekali tidak tahu-menahu soal penyakit tersebut.

"Saya baru dengar istilah penyakitnya itu GBS dari dokter saja. Terserangnya baru pertama kali dengan kondisi kakinya sudah lemas," kata Apit ketika dihubungi Liputan6.com, Senin, 9 Juli 2018.

Saat ini, Arjuna Arya masih berbaring di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUP Hasan Sadikin. Berdasarkan diagnosis dokter, jantung serta organ tubuh lain Arjuna Arya sehat. Hanya saja, karena virus ini, hampir seluruh organ tubuh bocah yang sudah naik kelas 2 SD itu tidak bisa bekerja.

"Untuk bernapas masih agak sulit karena paru-paru Arya tidak bisa bekerja sendiri. Semuanya dibantu oleh ventilator," ujar Apit.

Selama di RSUP Hasan Sadikin, Arjuna Arya telah menjalani pengobatan Plasmapheresis atau proses pemisahan plasma dari sel-sel darah selama lima kali, tetapi belum ada perubahan kondisi pada diri Arya. Selama 12 hari pertama, ia masih sadar. Namun sejak hari ke-13 hingga Senin masih dalam keadaan koma. 

Hingga saat ini dokter masih meninjau kondisi Arya setelah pengobatan Plasmapheresis.

 

Biaya Lewat Jalur Umum

Arjuna Arya
Arjuna Arya bocah berusia enam tahun penderita GBS (Istimewa)

Ayah Arjuna Arya adalah guru honorer di MTS Ar-Rohman, Jalan Nengta, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Dengan penghasilan yang ada, Apit merasa sudah kesulitan membiayai pengobatan putra pertama mereka.

"Penghasilan saya dari guru honorer Rp 600.000, istri saya ibu rumah tangga," ucap Apit.

Meski demikian, Apit bersama istri dan keluarga akan melalukan segala hal asalkan rumah sakit tidak menghentikan alat bantu itu ke tubuh Arjuna Arya. Termasuk mencoba mendapatkan bantuan lewat kitabisa.com.

Di laman https://m.kitabisa.com/aryamelawangbs, Atip menjelaskan bahwa selama ini pengobatan Arjuna Arya menggunakan jalur umum karena awalnya Arjuna Arya tidak memiliki BPJS.

"Setelah Arya dirawat, saya segera mengurus pembuatan BPJS namun karena saat awal masuk Arya lewat jalur umum, maka BPJS tersebut tidak bisa digunakan. Saat pendaftaran awal kami sudah melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan akan mendapatkan bantuan dana Rp 5 juta. Namun, terdapat kendala administrasi, sehingga kami belum mendapatkan bantuan dana tersebut," tulis Apit di laman tersebut.

Lebih lanjut warga menuturkan, hingga saat ini biaya pengobatan Arjuna Arya sudah melebihi Rp 100 juta, di mana biaya Plasmapheresis sebesar Rp 50 juta, biaya obat-obatan dari depo sebesar Rp 50 juta, dan biaya ruang PICU selama 24 hari kurang lebih sebesar Rp 62 juta.

"Biaya rumah sakit begitu besar untuk kami, dan kami merasa kesusahan. Keadaan anak saya pun masih koma dan tentunya biaya yang dibutuhkan akan terus bertambah," tutur Apit.

Warga Kampung Campaka, Desa Pangguh, Kecamatan Ibun ini mengaku bersyukur atas unggahannya di laman kitabisa.com, sudah banyak orang yang berempati pada keluarganya. Hingga Senin malam, donasi yang tertera di laman tersebut mencapai Rp 220 juta.

"Saya berharap sekali atas bantuannya karena sekali lagi semua sudah diusahakan. Kami sekeluarga berterima kasih untuk donasi yang sudah diberikan," ucap Apit.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya