Liputan6.com, Cirebon - Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang ada di kawasan Keraton Kasepuhan Cirebon sangat dikenal dengan tradisi azan pitu (tujuh). Azan itu dikumandangkan dalam setiap ibadah Salat Jumat, pada azan pertama.
Tradisi tersebut sudah dilakukan secara turun temurun sejak masjid itu berdiri. Asal muasal terjadinya azan tujuh sangat populer dan fenomenal.
Advertisement
Baca Juga
"Banyak versi asal muasal azan pitu tapi peristiwa heroiknya hampir sama yaitu ada peristiwa besar yang meresahkan masyarakat sekitar," kata sejarawan Cirebon Nurdin M Noor, Rabu 17 Oktober 2018.Â
Dia menjelaskan, azan pitu merupakan titah dari Sunan Gunung Jati Cirebon sebagai strategi mengalahkan pendekar jahat berilmu hitam pada abad ke 15. Pendekar tersebut bernama Menjangan Wulung.
Dia menuturkana, saat itu Menjangan Wulung suka berdiam diri di kubah masjid. Perilakunya selalu meresahkan masyarakat terutama setiap ada muadzin melantunkan azan hingga saat hendak ibadah salat.
"Setiap muazin yang melantunkan azan selalu meninggal terkena serangan Menjangan Wulung," tutur Nurdin.
Melihat kejadian yang terus terulang, Sunan Gunung Jati meminta tujuh orang melantunkan azan secara berbarengan. Namun, setelah azan selesai, seketika terdengar suara ledakan dari bagian atas bangunan masjid.
Dikisahkan, pendekar jahat tersebut yang berada di kubah masjid terluka, terpental hingga darahnya berceceran. Konon, saat terpental, kubah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon ikut terbawa hingga menumpuk diatas kubah Masjid Agung Serang Banten.
"Konon ceritanya, karena itulah Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon tidak mempunyai kubah, sedangkan Masjid Agung Serang Banten mempunyai dua buah kubah yang bertumpukan," ujar dia.
Labu Hitam
Menjangan Wulung dipastikan musnah setelah terpental dari masjid bersamaan dengan meledaknya kubah (momolo) masjid. Namun sayangnya satu dari tujuh amir masjid tersebut meninggal setelah Menjangan Wulung musnah.
Dia mengatakan, menurut cerita para orang tua terdahulu, darah Menjangan Wulung yang berceceran itu tumbuh menjadi tanaman labu hitam. Masyarakat Cirebon biasa menyebutnya wolu ireng
"Dan memakan walu ireng itu merupakan pantangan bagi anak-cucu orang Cirebon," ujar dia.
Versi lain asal muasal azan tujuh yakni saat itu Masjid Agung Sang Cipta Rasa masih beratapkan rumbia terbakar. Berbagai upaya dilakukan untuk memadamkan api, namun hasilnya gagal.
Sampai pada akhirnya Nyi Mas Pakungwati, istri Sunan Gunung Jati Cirebon menyarankan agar dikumandangkan azan. Api tak kunjung padam, azan kembali dikumandangkan oleh dua orang hingga berjumlah enam orang, namun api belum juga padam.
Konon api baru padam setelah azan dikumandangkan oleh tujuh orang muadzin. Sejak saat itulah tradisi azan pitu dilestarikan hingga saat ini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement