Kasus Audrey, KPPAD: Kami Percaya Proses Hukum Polisi

Para terduga pelaku penganiayaan Audrey juga mengaku mendapat teror dari banyak orang tidak dikenal di media sosial.

oleh Aceng Mukaram diperbarui 11 Apr 2019, 12:12 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2019, 12:12 WIB
[Fimela] Ivan Seventeen jenguk Audrey
Audrey

Liputan6.com, Pontianak - Tujuh siswi terduga penganiaya Audrey, pelajar SMP di Pontianak, Kalimantan Barat, menyampaikan permintaan maafnya. Dengan menggunakan masker dan wajah tertunduk, mereka mengaku bersalah di hadapan publik. 

"Saya meminta maaf atas perlakuan saya terhadap Audrey, saya menyesali kelakuan saya ini," ungkap salah satu tersangka sambil menangis. Para pelaku juga mengaku mendapat teror dari banyak orang tidak dikenal di media sosial. Namun demikian, kasus ini tetap bergulir ke ranah hukum, meski pelaku sebenarnya juga masih di bawah umur.

Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalimantan Barat, Alik R Rosyad mengatakan pihaknya percaya pada proses hukum yang dilakukan kepolisian.

"LPSK sudah mengontak kami, kami akan melakukan komunikasi kembali apakah keberadaan LPSK ini diperlukan untuk korban ataupun juga terduga pelaku. Karena mendengar pengakuan tadi pelaku juga mendapatkan teror dan ancaman dari orang yang tidak dikenal, nanti kami akan koordinasikan dengan LPSK,” ujar Alik R Rosyad, di Aula Mapolresta Pontianak.

Lebih jauh Alik mengatakan, ancaman hukumnya tentu di ranahnya kepolisian, dan KPPAD menegaskan tidak masuk ke wilayah itu, namun hanya melakukan pendampingan terhadap korban dan pelaku.

"Terduga pelaku juga sudah bekerja sama dengan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Kalbar. Kita memerlukan psikologi yang banyak, dan kami juga melibatkan stalkholder yang terkait," katanya.

KPPAD Kalbar berharap terduga pelaku dan terutama korban tetap bisa mendapatkan haknya untuk mengenyam pendidikan. Pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan pihak sekolah masing-masing agar kasus ini tidak mengganggu jalannya proses belajar mengajar mereka.

Apa yang terjadi ini bukan kejadian yang pertama kali di Pontianak. Alik mengakui, kasus ini menjadi luar biasa lantaran pengaruh media sosial.

"Semua berawal dari percakapan, status-status di sosmed sehingga bagaimana anak-anak kita ajari untuk bijak bersosmed," katanya menambahkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya