Liputan6.com, Bangkalan Ketika hendak menuangkan kuah ke sepiring nasi yang masih mengebul di depannya, Mustafa menegur Abdul Razak. "Bukan begitu cara makan Kuah Adun," Razak pun meletakkan kembali piring berisi kuah itu ke posisi semula.Â
Rokib yang baru selesai cuci tangan dengan air mineral kemasan gelas yang plastik penutupnya ia lubangi dengan giginya, kemudian memberi contoh. Dicuilnya nasi putih di depannya, lalu mengepal-ngepalnya hingga lonjong seperti jari jempol, nasi kepal itu kemudian dicelupkan ke piring lain berisi Kuah Adun lalu disuapkan ke mulutnya sambil menyuil lauk ayam dalam kuah itu kemudian dikunyahnya.Â
"Begitu tutorial yang benar makan Kuah Adun," kata Mustafa lagi.Â
Advertisement
Baca Juga
"Sebenarnya tak apa-apa pakai caramu (kuah disiram langsung ke nasi), hanya saja berkurang kenikmatannya," Rokip menimpali. Setelah paham, Razak pun mulai menyuil nasi dan ikut mengepal-ngepalnya.Â
"Makan kuah adun jangan pakai sendok. Saya suka jengkel lihat orang makan nasi padang pakai sendok. Kurang pas saja. Orang Padang saja makan nasi Padang tak pakai sendok,' Mustafa menyela Rokip sambil menyentong nasi di bakul.Â
Meski tak baik menurut ajaran agama Islam, makan sambil ngobrol itu membuat mereka tidak sadar telah menghabiskan semua hidangan yang ada, termasuk Kuah Adun. Bila sisa tulang dibuang, kucing pun nampaknya akan kecewa karena tak menemukan sisa daging sedikit pun.Â
"Bagaimana Kuah Adun, maknyus kan?"
Razak menjawabnya dengan anggukan.
Cara Membuat Kuah Adun
Mustafa warga Jaddih, Kecamatan Socah. Rumahnya hanya setengah kilometer dari lokasi wisata Goa Pote yang sedang hits di LabuKabup Bangkalan. Wisata kolam renang itu terletak di areal pertambangan Galian C Bukit Jaddih.Â
Tepat malam ke 21 bulan Ramadan, Sabtu, 25 Mei 2019 lalu. Mustafa mengundang Razak, seorang blogger, dan saya untuk buka puasa bersama dengan menu Kuah Adun, kuliner khas Bangkalan yang dibuat hanya saat lebaran Idul Fitri.Â
"Terima kasih loh, demi saya, kamu sampai repot-repot buatin kuah adun padahal belum lebaran," ucap Razak sambil menyedot sebatang kretek yang baru dibakarnya.Â
"Jangan ge-er, selain lebaran, orang sini, biasa masak kuah adun pada malam 21 Ramadan, tanda awal waktu datangnya malam Lailatul Qadar," Razak tampak membuat catatan di gadgetnya memdemend jawaban Mustafa itu.Â
Sakdiyah, istri Mustafa, tetiba menyembul dari pintu, kemudian menyongsong ke langgar tempat kami buka puasa bersama. Mungkin Mustafa memanggil istrinya lewat aplikasi percakapan WhatsApp.Â
"Mah, nagabagai cara membuat kuah adun, apa saja bumbunya, jelaskan ke temanku ini," kata Muatafa.Â
"Secara umum, bumbunya sama dengan bumbu opor ayam. Bumbu lengkap istilahnya, pedagang di pasar pasti tahu. Bedanya santannya lebih banyak, cabai merah besar juga lebih banyak," jawab Sakdiyah sambil menumpuk piring kotor dan membuang tulang-tulang juga air kobokan ke halaman.Â
"Karena cabai besarnya lebih banyak, jadi kuahnya lebih merah. Kalau oporkan kuahnya agak encer dan warnanya kuning pucat. Kuah adun lebih kental," kata Sakdiyah lagi sambil berlalu pergi ke dapur.Â
Untuk lauk, Rokip, adik Sakdiyah, bantu menjawab. Katanya, lauk bisa pakai ayam kampung, bebek dicampur telur. Ayam dan bebeknya harus yang muda, usia tiga bulanan dan harus dipanggang agar aromanya kuat, kalau ditambah telur harus direbus lalu digoreng setelahnya.Â
"Karena ayamnya muda, setelah dipotong-potong harus diikat pakai janur, agar selama direbus, dagingnya tidak berlepasan," tutur Rokip.Â
Agar lebih mantap, Rokip menambhakan, sambal buje rengesnya jangan lupa. "Cabe rawit, kasih garam dan fetsin lalu diulek, itu saja," katanya.
Advertisement
Agar Kuah Adun Tahan Basi
Yang menarik dari kuah adun adalah mitosnya yang tahan basi. Sakdiyah yang tetiba keluar dapur dengan empat gelas kopi dalam nampan mengatakan penilaian itu bukanlah mitos. Sehingga katanya, slogan bahwa kuah adun makin lama makin enak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.Â
"Setiap habis makan, kuah adun di panci harus selalu dihangatkan sekalipun masih hangat. Karena selalu dihangatkan, kuahnya makin kental dan tambah enak karena bumbunya makin meresap," katanya.Â
Kian malam, kian aayik saja obrolan tentang Kuah Adun. Mustafa pun menyela istrinya, dengan mengatakan saat lebaran nanti, stok kuah adun melimpah, sampai-sampai cukup untuk di makan tiga hari.Â
Sebab, ada tradisi hantaran kuah adun antar tetangga terdekat. Bila ada lima belas tetangga, maka ada tambahan 15 porsi kuah adun untuk keluarga kecil Mustafa. Dan Sakdiyah akan membalas hantaran itu dengan kuah adun bikinannya.Â
"Kalau lebaran, mabok kuah adun pokoknya, Siap-siap asam lambung naik. Tapi kami sudah punya peredanya yaitu pepaya, buah murah meriah,' tuturnya memicu gelak tawa.Â
Meski obrolan malam itu lebih dari cukup buat Razak untuk membuat tulisan di blognya. Dia pulang dengan pertamyaap mengganjal yaitu kenapa nasi harus dikepal sebelum dimakan.Â
"Saya tak tahu juga kenapa, hanya orang tua dulu mengajari begitu cara makannya," begitu jawaban Mustafa.Â
Ketika mengetikkan kalimat "kuliner khas Madura" atau yang lebih spesifik "kuliner khas Bangkalan" di kotak pencarian Google, muncul ratusan artikel tentang masakan khas pulau garam. Namun tak satu pun mengulas tentang kuah adun. Ia kalah populer dari kuliner lainnya seperti nasi seroang, bebek Sinjay atau Amboina dan tajin sobih.Â
Dan rupanya, tidak semua desa di Bangkalan masak kuah adun saat lebaran. Kuliner ini hanya ditemukan di Kecamatan Socah meliputi Desa Jaddih, Parseh, Sanggra Agung, Bilaporah dan Keleuan. Juga di Kecamatan Burneh di Desa Langkap.Â
Â
Simak juga video pilihan berikut ini: