Kisah Bayi 3 Hari Mengungsi ke Hutan Saat Gempa Guncang Halmahera

Elvira, perempuan 26 tahun itu baru saja melahirkan anak keduanya saat gempa mengguncang Halmahera.

oleh Hairil Hiar diperbarui 19 Jul 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2019, 11:00 WIB
Bayi 3 hari di tenda pengungsi korban gempa Halmahera
Bayi 3 hari di tenda pengungsi korban gempa Halmahera. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

Liputan6.com, Halmahera Elvira, perempuan 26 tahun itu baru saja melahirkan anak keduanya. Bayi lelaki berumur 3 hari belum juga diberi nama. Bersama orangtuanya, bayi itu masih tinggal didalam hutan, pasca gempa Halmahera melanda.

Saat disambangi Liputan6.com di lokasi pengungsian, Elvira sedang bersama ibu mertuanya, duduk di sebuah gubuk kecil di hutan Desa Saketa, Gane Barat, Halmahera Selatan. 

“Lokasi hutan yang biasa disebut Gunung Mangga atau Kampung Durian. Kami bertahan di pengungsian ini ada  5 kepala keluarga dan berjumlah 13 jiwa. Dua diantara pengungsi berumur 4-5 tahun dan satu orang bayi berumur 3 hari,” sambung Elvira.

Ibu dua anak yang sehari-hari beraktivitas sebagai petani ini menceritakan saat melahirkan anak keduanya bertepatan dengan gempa bermagnitudo 5,3 mengguncang daratan Gane, Kabupaten Halmahera Selatan pada Senin (15/7/2019).

Lanjut Elvira, justru saat gempa awal berkekuatan magnitudo 7,2 mengguncang, ia sedang menunggu hari kelahiran sang buah hatinya, sebab menurut perhitungannya usia kandungan telah lewat dari 9 bulan lebih.

Pengungsi Halmahera bertahan di tenda darurat. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

 

“Saya bersama anak pertama dan suami mengungsi di gunung sebelah. Nanti pas gempa kedua (susulan) kami pindah ke sini,” ujarnya.

Elvira ingat betul, saat hendak melahirkan dirinya dilarikan ke Puskesmas Desa Saketa, Kecamatan Gane Barat, wilayah Halmahera Selatan. Usai melahirkan, ia bersama ibu mertua langsung pindah ke hutan Desa Saketa.

Selama mengungsi, Elvira dan yang lainnya baru mendapat bantuan beras 25 kilogram. Elvira bersama 12 jiwa lainnya yang mengungsi di gubuk wilayah hutan Saketa berharap adanya bantuan dari pemerintah maupun pihak terkait lainnya.

Pantauan Liputan6.com, korban gempa sangat membutuhkan bantuan makanan ringan, tenda, selimut, tikar, dan popok bayi. Bayi yang baru berusia 3 hari itu, saat dibersihkan menggunakan air kali yang ada di sekitar hutan.

Bantuan untuk Pengungsi Menumpuk

Bantuan Korban Gempa Halmahera menumpuk
Bantuan Korban Gempa Halmahera menumpuk. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

Lokasi pos Penanganan Darurat Bencana, Saketa, Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Kamis (18/7/2019) siang terlihat masih menumpuk ribuan jenis barang yang belum terdistribusi ke lokasi pengungsian.

Segala jenis bantuan berupa, beras, telur, kasur, tenda, selimut, dan tikar, terlihat menumpuk pada dua ruangan yang disediakan sebagai tempat penyimpanan.

Salah satu petugas pendataan logistik bantuan yang masuk di pos lapangan menyebutkan ribuan barang yang terdata berasal dari Korem 152 Babullah, Polri, Perusahaan Weda Bay, Dinas Sosial, Kementerian Keuangan, BPTP, Pemda Kabupaten Halmahera Timur, Telkomsel, dan PT Antam.

“Bantuan sudah ada yang didistribusikan. Ada yang menyumbangkan langsung dan ada yang didistribusikan dari sini. Pendistribusian dilakukan sejak Rabu kemarin,” kata petugas logistik yang enggan disebutkan namanya.

Hasil temuan Liputan6.com di beberapa titik lokasi pengungsian di daratan Gane, rata-rata korban gempa belum menerima bantuan dari pos induk bencana.

Sudirman H Muhammad, Kepala Desa Bisui, Kecamatan Gane Timur Tengah menyebutkan seluruh warga yang mengungsi di wilayahnya sangat membutuhkan bantuan dan belum satupun bantuan yang tiba di sana. 

“Bantuan yang diberikan ke pengungsi saat ini memakai dana desa, nilainya Rp 50 juta. Kami belanjakan keperluan untuk diberikan ke pengunhgsi korban gempa,” kata Sudirman, ketika dikonfirmasi Liputan6.com, di Desa Balitata, Gane Barat.

Sudirman menambahkan bantuan yang paling dibutuhkan warganya adalah beras, mie instan, selimut, tikar, dan tenda. Sebab kondisi warga belum mau pulang ke rumah karena trauma dan guncangan gempa susulan sampai saat ini masih terasa.

Hal senada, disampaikan Kepala Desa Balitata, Haryadi Sangaji yang menyebutkan kebanyakan warga di desanya belum mau kembali ke rumah dan memilih berada di Gunung KM 6. Meski begitu, sebagian besar pengungsi di Balitata sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah kabupaten. Namun warganya masih kekurangan tenda dan tikar dalam pengungsian.

Jarak antara Desa Balitata dengan pos induk darurat bencana yang ditempatkan di Desa Saketa, ibukota Kecamatan Gane Barat berjarak kurang lebih 5 km. Kondisi ini membuat akses darat mudah dijangkau.

Sementara, untuk wilayah terdampak gempa seperti di Kecamatan Gane Timur Tengah, Gane Timur Selatan, dan Gane Barat Selatan, tidak bisa dilewati melalui jalur darat. Akses menuju ke lokasi ini tercepat dengan menggunakan jalur laut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya