Nestapa Warga Desa Imbas Kegagalan Proyek Air Minum di NTT

Proyek instalasi air minum yang dikerjakan CV Antika Karya pada 2012 dinilai tidak berdampak bagi masyarakat Dusun Waiwoten, Flores, NTT.

oleh Ola Keda diperbarui 09 Nov 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2019, 14:00 WIB
Krisis Air Bersih di NTT
Seorang ibu di Dusun Waiwoten, Desa Lewobele, Adonara, Flores, NTT, sedang mengangkut air untuk kebutuhan sehari-hari. Proyek instalasi air minum yang dikerjakan CV Antika Karya pada 2012 itu tidak berdampak bagi masyarakat. (Liputan6.com/ Ola Keda)

Liputan6.com, Flores - Desa Lewobele, Adonara, NTT, berada di wilayah subur. Terletak di pegunungan Bukit Saburi yang memiliki banyak mata air. Namun hal itu menjadi ironi, saat melihat ibu-ibu rumah tangga di Dusun Waiwoten, Desa Lewobele, masih membeli air minum untuk keperluan sehari-hari. 

Tak terkecuali Hamidah Hinggi, seorang ibu warga dusun tersebut yang sudah berusia 60 tahun. Hamidah mengaku, setiap hari harus mengeluarkan uang Rp30 ribu untuk membeli air minum sebanyak 35 liter.

Jika dikalkulasikan, setiap bulan Hamidah harus mengeluarkan uang sebesar Rp900 ribu hanya untuk membeli air minum. Sementara Hamidah di usianya yang semakin senja hanya bekerja serabutan.

"Saya ini ibu rumah tangga yang setiap hari kerjanya serabutan di ladang milik orang lain. Tapi satu bulan saya harus mengeluarkan uang sebanyak itu. Belum untuk kebutuhan lain, mau dapat uang dari mana," ungkapnya kepada Liputan6.com, Jumat (8/11/2019)

Ibu rumah tangga lainnya, Harfan Barek (65) mengatakan, pengeluaran untuk air bersih di rumahnya menjadi lebih besar, mengingat anggota keluarganya yang banyak.

"Kalau keluarga besar pengeluarannya bisa mencapai Rp100 ribu per hari. Dalam sebulan bisa Rp3 juta. Ini sangat-sangat menyulitkan," ungkap Harfan.

Sementara untuk mandi dan cuci, katanya, warga terpaksa mengambil dari sumber mata air di Dusun Tanah Puken yang letaknya berada di titik yang paling rendah dari Dusun Waiwoten.

"Jaraknya sekitar satu kilometer lebih dan kami harus mendaki," ungkap Harfan.

Warga dapat menghemat pengeluaran untuk air minum saat musim hujan. "Itu pun bisa kami lakukan kalau ada fiber atau bak penampung. Jadi sangat sulit bagi kami," ungkapnya.

Derita Ibu Hamida, Ibu Harfan, dan warga di Dusun Waiwoten itu sedikit terobati setelah pada medio 2012, Pemerintah Kabupaten Flores Timur membangun jaringan pipa air minum dari sumber mata air di wilayah Kebang, Kecamatan Adonara Barat.

Namun apa hendak dilacur, setelah instalasi pipa terpasang dan bak reservoir dibangun, hingga saat ini air minum yang dijanjikan tidak kunjung tiba.

Mereka berharap pemerintah Kabupaten Flores Timur dapat mengatasi persoalan yang mereka hadapi ini.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Proyek Gagal

Proyek instalasi air minum yang dikerjakan CV Antika Karya pada 2012 itu tidak berdampak bagi masyarakat Dusun Waiwoten.

Tokoh muda Desa Waiwoten, Awaludin Ola kepada Liputan6.com mengatakan, proyek air minum yang menelan anggaran sekitar Rp500 juta dari APBD II Flores Timur tahun anggaran 2012 dan 2016 ini gagal perencanaan.

"Air itu tidak bisa tapi terkesan dipaksakan untuk dibangun. Debit airnya kecil dan tekanan tidak bisa sama sekali agar air bisa sampai di sini (Dusun Waiwoten). Jadi ini sebenarnya gagal perencanaan," kata Awaludin.

Menurut Awaludin anggaran yang sudah tersedia ini harus disertai dengan perencanaan dan kajian yang matang.

Beberapa mata air di dekat Dusun Waiwoten seperti di wilayah Desa Kenotan tepatnya di Lonek bisa dimanfaatkan kalau pemerintah bisa melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat di Desa Kenotan.

Jarak mata air ini pun sangat dekat sekitar 1 Kilometer lebih. Beberapa Desa di Kecamatan Adonara Tengah yaitu Desa Oe Sayang dan Desa Nubalema memanfaatkan mata air ini.

Jika dibandingkan dengan sumber mata air di Kebang, jaraknya tentu jauh lebih dekat. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya