Liputan6.com, Cirebon - Matahari mulai menyengat di Pelabuhan Cirebon, Jumat 18 September 2020. Di atas sebuah kapal tanker, terlihat awak kapal sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada yang memasak, membersihkan lantai kapal, juga memantau proses penyaluran gas dari kapal ke terminal gas.Â
 Ya, Kapal Gas Ambalat Pertamina tengah sandar di terminal LPG yang dioperasikan PT Karyatara Cemara Indah (KCI). Kapal tersebut merupakan kapal tanker dengan kapasitas 2500 metrik ton (MT).Â
"Kami sudah tiga bulan melayani penyaluran gas dari Tanjung Sekong ke Pelabuhan Cirebon PT KCI," ujar Kapten Kapal Gas Ambalat Pertamina Saiful Bahrul, Jumat (18/9/2020).
Advertisement
Baca Juga
Selama itu, jadwal kerja untuk 22 kru sudah dibagi menjadi tiga shift. Saiful harus pandai mengatur waktu kerja kru, termasuk menjaga kondisi kesehatan semua.Â
"Patokan kerja tetap delapan jam tapi kan yang namanya kerja di atas kapal kadang bisa lebih kalau kapal sandar pada malam hari tentu kru harus siap," ujarnya.
Suasana kekeluargaan pun terbentuk di antara para kru Kapal Gas Ambalat. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, para kru harus kompak menjaga kesehatan.
Secara keseluruhan, kru yang ada diatas kapal Gas Ambalat terbagi menjadi dua bagian pekerjaan. Yakni di bagian dek atau anjungan yang berada di bawah nakhoda, kemudian bagian mesin.
Kru di bagian dek atau anjungan kapal cakupan kerjanya lebih luas. Sementara di bagian mesin fokus kepada bagaimana mesin bekerja dengan baik sehingga kapal tidak ada kendala.
Adapun keahlian para kru di kapal terbagi menjadi dua yakni keahlian nautik dan teknik.
"Kalau nautik larinya ke navigasi dan argo handling kalau teknik larinya ke pemeliharaan mesin," kata Chief Engineer Kapal Gas Ambalat Pertamina Sarwo Adi Nugroho.
Memelihara mesin kapal, kata dia, tidak semudah memelihara makhluk hidup. Membutuhkan kemampuan analisa yang baik dan kerja tim untuk merawat mesin kapal agar tetap bekerja maksimal.
Dia menyebutkan, di bagian mesin saja terdapat 10 orang teknisi yang terbagi menjadi beberapa bagian. Sementara itu, pemeliharaan mesin tergantung bagaimana penggunaan mesin dalam hitungan jam.
Bagian mesin ada di bawah kapal masing-masing memiliki ruangan dan dijaga para kru yang bertugas. Salah satunya di ruangan kontrol mesin harus terus dijaga.
"Semua sistem pekerjaan kami sudah terkoneksi oleh kantor pusat," kata Sarwo.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini
Tidak Menginjak Bumi
Seiring pagebluk Covid-19, para awak kapal Gas Ambalat sempat tiga bulan tidak turun dari kapal. Padahal posisi kapal tersebut sedang bersandar di Pelabuhan Cirebon. Tepatnya sejak 16 Maret hingga Juli 2020 atau memasuki masa PSBB.
Mereka tetap bekerja sesuai SOP yang ada. Aktifitasnya sama dengan pekerja lain di darat, waktu bekerja tetap delapan jam dibagi tiga shift.
"Hanya yang membedakan kami tidak menginjakkan kaki di bumi tapi menginjakkan kaki di kapal selama lockdown Covid-19," kata Saiful Bahrul, sang kapten kapal.
Para kru berkoordinasi dengan petugas yang ada di darat untuk membantu memenuhi kebutuhan pokok. Misal ada bahan pokok yang habis, mereka minta tim di darat untuk membelikan.
"Kalau kangen keluarga di kapal tersedia fasilitas internet dan telepon seluler jadi mereka bisa kontak Whatsapp maupun video call," ujar dia.
Keputusan untuk tetap bertahan di atas kapal selama tiga bulan untuk kepentingan bersama. Mereka khawatir akan berdampak panjang pada pekerjaan jika ada salah satu yang terpapar Covid-19.
Para kru terikat dengan sebuah Perjanjian Kerja Laut (PKL). Masa kerja di atas kapal Gas Ambalat adalah enam bulan, setelah itu mendapat kesempatan untuk ambil cuti kerja.
Untuk menjaga suasana kerja yang nyaman, para kru memanfaatkan fasilitas yang ada. Seperti fasilitas olahraga, gim, hingga karaoke.
 Saiful sendiri bergabung di kapal Pertamina sejak 2010 sampai sekarang. Tentu ada suka dukanya.Â
"Tapi demi tuntutan kerja apalagi efeknya kepada masyarakat saya sudah siap menerima konsekuensi itu," ucapnya.Â
Senada dengan itu, Sarwo Adi Nugroho mengatakan setiap pekerjaan memiliki resiko. Suka duka dalam bekerja menjadi pengalaman berharga.Â
Dia mengaku, selama berkerja di kapal, intensitas bertemu keluarga terbilang kurang. Apalagi saat bekerja dalam kondisi negara tengah dilanda pandemi Covid-19.
"Akses informasi kami masih bisa dapat karena fasilitas internet hingga telepon ada," ujar dia.
Â
Advertisement
Sebelum Sampai Kompor Gas
Kapal Gas Ambalat mengambil gas dari kapal impor yang datang dari Qatar atau Iran di Tanjung Sekong atau Tanjung Semangka Lampung. Gas tersebut kemudian dikirim ke terminal LPG di seluruh pelabuhan yang ada di Indonesia salah satunya Pelabuhan Cirebon.
Setelah itu, gas disuplai dari kapal ke terminal gas dan disalurkan ke mobil tangki untuk dibawa ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SBPE) kemudian dimasukkan ke dalam tabung gas.
Kapal Gas Ambalat terhitung sudah empat kali melakukan perjalanan melayani suplai gas dari Tanjung Sekong ke Pelabuhan Cirebon.  Untuk satu kali perjalanan, membutuhkan waktu 20 jam.
"Alhamdulillah selama bekerja kami tidak menemui kendala signifikan kecuali cuaca saja. Ketika kapal berlayar dari Tanjung Sekong ke Cirebon kendalanya angin besar jadi pengaruhya kepada kecepatan kapal," ujar Saiful.
Sementara itu, lamanya waktu bersandar di Pelabuhan Cirebon adalah 14 jam. Setelah itu, kapal kembali ke Tanjung Sekong untuk mengambil gas sesuai jadwal dari operator kapal.
Setiap penyaluran dari kapal ke mobil tangki bisa 40 mobil per hari. Untuk waktu tempuh dari Cirebon ke Tanjung Sekong bisa lebih cepat 18 jam karena dibantu angin.
"Tapi kalau dari Tanjung Sekong ke Cirebon biasanya terkendala angin jadi 20 jam tidak bisa lebih cepat. Kami sudah terbiasa bekerja seperti ini demi memenuhi kebutuhan energi ke masyarakat kami tetap berusaha maksimal bekerja," ujar dia.
Aksi jibaku kru kapal itu memang bagian dari kerja besar menyalurkan gas ke masyarakat.
Â
Gas untuk Rakyat
Unit Manager Communication Relations & CSR Pertamina MOR III Eko Kristiawan menandaskan upaya memenuhi kebutuhan gas untuk masyarakat menjadi salah satu target Pertamina.
Gas merupakan bagian dari energi yang dibutuhkan seluruh masyarakat di Indonesia. Penyaluran gas, menjadi salah satu peran Pertamina dalam penyediaan energi.
"Semua sudah tertuang dalam peraturan dan undang-undang dan target kami menyediakan energi untuk masyarakat," katanya.
Beragam kendala kerap dihadapi Pertamina dalam memenuhi kebutuhan gas di masyarakat. Salah satu kendala yang kerap dihadapi adalah fenomena kelangkaan gas.
Menurutnya, banyak penggunaan gas khususnya LPG 3 kg yang tidak tepat sasaran atau peruntukannya. Dalam aturan, gas LPG 3 Kg digunakan untuk masyarakat pra sejahtera.
Faktanya masih banyak gas 3 kg yang digunakan warga yang masuk kategori sejahtera. Mulai dari keluarga mampu, hingga digunakan untuk pabrik.
"Padahal gas 3 Kg harusnya dipakai oleh pedagang keliling atau usaha mikro. Bukan rumah makan, laundry dan lain sebagainya," kata Eko.
Pertamina tetap berusaha mengantisipasi ketika terjadi kelangkaan gas LPG 3 kg. Salah satunya dengan mensuplai gas LPG 3 Kg fakultatif.
Dia berharap peran pemerintah hingga aparat penegak hukum bisa maksimal mengawal penyaluran gas LPG 3 kg untuk masyarakat pra sejahtera.
"Kalau Pertamina hanya menyalurkan saja untuk pengawasan dilakukan aparat dan pemda setempat."
Â
Advertisement