Liputan6.com, Sigi - Inovasi pertanian, pendampingan, hingga bantuan pemasaran masih menjadi kebutuhan para petani di Sigi, untuk memulihkan ekonomi dan berdaya di tengah situasi sulit pascagempa dan pandemi Covid-19.
Baca Juga
Advertisement
Hanafi, salah seorang petani jagung di Desa Potoya, Kecamatan Sigi Biromaru mengatakan, sejak mulai menggarap jagung sebagai pengganti sawah pascagempa 28 September 2018 lalu, hasil panen dari 1 hektare lahannya hanya untuk memenuhi permintaan peternak ayam.
Keuntungan bersih yang diterimanya hanya Rp1 juta dalam sekali masa panen. Jumlah itu jauh dari cukup untuk kebutuhan keluarga dengan 2 anak.
Untuk menambah penghasilan, Hanafi terpaksa mencari pekerjaan sampingan sebagai kuli bangunan dan operator traktor. Dia mengaku membutuhan sumber ekonomi lain selain tetap bertani.
"Yang terakhir panen hasilnya 1 ton. Semua dibeli untuk pakan ternak. Rp2500 per kilogramnya" kata Hanafi, Minggu (29/11/2020).
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak video pilihan berikut ini:
Inovasi Pertanian
Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulteng, situasi yang dihadapi Hanafi menggambarkan gambaran umum yang dirasakan 5.510 petani di Sigi, usai diterpa gempa tahun 2018 disusul pandemi Covid-19.
Situasi itu disebut bisa diminimalisasi jika para petani punya sumber ekonomi lain yang berkaitan dengan pertanian. Upaya yang terus dilakukan BPTP Sulteng sejak pascagempa hingga pandemi ini.
"Misal permintaan pupuk organik saat pandemi ini cenderung meningkat. Maka di beberapa lokasi kami dampingi petani membuat pupuk untuk dijual,"Â Kepala BPTP Sulteng, Fery Fahrudin Munir mengatakan, Kamis (26/11/2020).
Di sisi lain pendampingan guna meningkatkan kapasitas petani dalam hal perawatan dan penanganan hama serta penyakit disebut para petani turut membantu meminimalisasi ketergantungan terhadap tengkulak, seperti yang dirasakan petani dibawah naungan Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Kecamatan Gumbasa.
Materi yang rutin diberikan ke petani setiap bulannya adalah tentang pencegahan hama dan penyakit serta penggunaan pupuk dan pestisida alami untuk menekan biaya.
"Lebih dari 600 hektare lahan jagung ada di kecamatan Gumbasa dan Tanambulava sebagai pengganti padi. Semua pemasaran masih mengandalkan tengkulak," kepala BPP Gumbasa, Seprianto menungapkan di sela pelatihan pengendalian hama untuk petani Gumbasa dan Tanambulava, Kamis (26/11/2020).
Advertisement
Apa yang Dilakukan Pemda Sigi?
Bupati Sigi, Mohamad Irwan Lapata tidak menampik persoalan yang dihadapi para petani itu. Menurut dia dampak gempa tahun 2018 lalu ke sektor pertanian di daerahnya membuat penanganan hingga pemulihan dilakukan bertahap. Kata dia akses pemasaran menjadi tantangan yang tidak kalah penting.
Terkait itu diakuinya jaminan sediaan stok berkelanjutan yang jadi syarat dari daerah tujuan pemasaran yang dijajaki Pemkab Sigi masih menjadi tantangan.
"November lalu misalnya Pemkab Morowali ingin bekerja sama tapi tertunda karena mereka meminta pengiriman perhari. Daun singkong saja harus 1 ton perhari belum ditambah komoditas hortikultura lainnya," kata Irwan, Rabu (9/12/2020).
Untuk mendukung upaya mencari tujuan pemasaran baru, Pemkab Sigi Bersama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah kata dia, awal Desember, 2020, mulai membuat pemetaan daerah-daerah yang akan menjadi lokasi tanam komoditas spesifik yang punya nilai jual.
Solusi lain yang tengah diupayakan adalah membangun pasar khusus sayur dan buah di Desa Kalukubula yang akan menampung hasil pertanian petani.
"Pemetaan dan pasar khusus itu kami targetkan awal tahun 2021 sudah selesai," ungkap Irwan.
Langkah yang dilakukan setelah lebih dari dua tahun pascagempa itu diproyeksikan menjadikan kabupaten yang lebih dari 80 persen penduduknya adalah petani itu punya daya saing berbasis agrobisnis.