Mahasiswa UGM Ciptakan Tempat Sampah untuk Mengolah Limbah Masker Medis

Masker medis yang beredar di masyarakat telah menimbulkan kelompok sampah baru. Mahasiswa UGM berinisiatif mengolah limbah masker medis menggunakan tempat sampah ramah lingkungan. Bagaimana prosesnya?

oleh Yanuar H diperbarui 10 Sep 2021, 09:00 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2021, 09:00 WIB
Petugas DLH DKI Jakarta Pilah Limbah Masker Rumah Tangga
Alat pemilah dan ember yang digunakan petugas terlihat di Dipo Sampah Kecamatan Pademangan, Ancol, Jakarta, Rabu (24/2/2021). Pemilahan mulai dari memilah masker, menyemprotkan disinfektan kemudian dibungkus dan disimpan di tempat khusus sebelum dibuang pihak ketiga. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Yogyakarta - Mahasiswa UGM berinisiatif mengolah limbah masker medis menggunakan tempat sampah ramah lingkungan berbahan organik. Tempat sampah ini dibuat dengan menambahkan agen biodegradasi berupa mikroba Pseudomonas aeruginosa.

"Proses pengolahan sampah masker medis ini menggunakan cara yang paling ramah lingkungan karena tidak meninggalkan bahan yang sulit terurai di lingkungan," terang Ketua Tim Pengembang UGM, Muhammad Ardillah Rusydan, Senin 6 September 2021.

Mahasiswa Fakultas Biologi ini mengatakan limbah masker akan diurai oleh mikroba dalam waktu sekitar 10-14 hari. Meski prosesnya memakan waktu yang lama, tetapi dengan pengembangan alat melalui penambahan sejumlah proses, dapat mempercepat proses degradasi. 

"Proses pemanasan dan penambahan nutrien serta penambahan jenis mikroba akan dapat mempercepat proses degradasi dari sampah masker medis," dia menerangkan. 

Tim pengembang tempat sampah dengan ukuran 29x14x100 cm berkapasitas 28,5 liter ini, selain Ardillah adalah  Gizela Aulia Agustin (Biologi), Isthafaina Dea Fairuz (Gizi Kesehatan), dan Asyifa Rizki Daffa (Teknik Nuklir 2020) di bawah bimbingan Endah Retnaningrum.

Sementara Asyifa mengatakan ide pembuatan tempat sampah tersebut berawal dari keprihatinan banyaknya limbah masker medis selama pandemi Covid-19.

Hasil penelitian Sangkham, per 31 Juli 2020 menunjukkan adanya peningkatan penggunaan masker medis 2.228.170.832 buah dan Indonesia menyumbang sebesar 159.214.791 buah sampah masker. Sementara, belum ada kesadaran masyarakat untuk membuang masker medis sesuai pedoman yang benar di skala rumah tangga.

Ia menyampaikan penanganan yang selama ini dilakukan masih belum terlalu efektif karena masih menghasilkan polusi dan sulit untuk dijangkau oleh masyarakat luas. Selain itu, dalam prosesnya juga memerlukan penggunaan air yang banyak dan buangan dari insinerator menghasilkan partikel yang berbahaya bagi pernapasan makhluk hidup.

"Akses terbatas juga membuat alat ini hanya dapat mengolah sepersekian dari banyaknya masker medis yang terbuang di lingkungan ataupun masker medis yang telah digunakan," tuturnya.

Sehingga diperlukan sebuah terobosan dan inovasi alat pengolahan sampah medis yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas dengan pengelolaan ramah lingkungan. Timnya memanfaatkan mikroorganisme dengan kemampuan mendegradasi bahan anorganik dan mengubahnya menjadi bahan organik.

"Harapannya, alat yang kami kembangkan bisa menjadi solusi alternatif dalam mengurai persoalan limbah masker medis di masyarakat dan bersifat ramah lingkungan," ucapnya.

Tempat sampah ini dilengkapi dengan shredder yang pada bagian atas berfungsi untuk mencacah masker medis menjadi cacahan kecil.  Lalu, di bagian bawah shredder terdapat sensor ultrasonik yang telah disambungkan dengan microcontroller, dan sprayer. 

Dengan begitu, saat cacahan masker jatuh melewati sensor tersebut maka secara otomatis sprayer yang telah terisi dengan larutan bakteri akan menyemprotkan larutan tersebut ke arah cacahan masker medis. Kemudian, di bagian dasar tempat sampah didesain sedemikian rupa agar cacahan masker yang telah terdegradasi oleh mikroba akan masuk ke tabung penampungan.

Simak video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya