HEADLINE: Hampir Sebulan Banjir di Sintang Kalbar Tak Kunjung Surut, Solusinya?

Banjir di Sintang membuktikan adanya sabotase alam secara ugal-ugalan di Daerah Aliran Sungai Kapuas atas nama pembangunan dan ekonomi.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 18 Nov 2021, 09:57 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2021, 00:00 WIB
Banner Infografis Hampir Sebulan Banjir di Sintang Kalbar Belum Surut. (Foto: Dok. BNPB)
Banner Infografis Hampir Sebulan Banjir di Sintang Kalbar Belum Surut. (Foto: Dok. BNPB)

Liputan6.com, Jakarta - Minggu, 14 November 2021, menjadi hari yang kelam bagi Selly dan Uluk Azmi. Saat hendak mengantarkan makanan ke rumahnya di Jalan Akcaya II, Kota Sintang, Kalimantan Barat, mereka mendapati sang kakak, Hendra Saptapraha (41), sudah tak bernyawa. Tubuhnya mengambang di antara perabot rumah yang terendam banjir. Belakangan diketahui, Hendra punya riwayat penyakit epilepsi. Dirinya sempat menolak saat diminta mengungsi dan lebih memilih bertahan di rumahnya karena mengira banjir akan segera surut.

Faktanya, sejak banjir melanda Sintang pada akhir Oktober 2021, air di beberapa wilayahnya belum juga surut. Hingga laporan ini ditulis, Selasa (16/11/2021), data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sintang menyebut, air masih menggenangi Kabupaten Sintang di 12 kecamatan, antara lain Kecamatan Kayan Hulu, Kayan Hilir, Sintang, Binjai Hulu, Tempunak, Kelam Permai, Sei Tebelian, Ketungau Hilir, Sepauk, Dedai, Serawai dan Ambalau.

Akibatnya sebanyak 140.468 orang terdampak dan 35.117 unit rumah terendam banjir hingga ketinggian 3 meter. Sedangkan mereka yang mengungsi berjumlah 7.545 KK atau 25.884 jiwa. Warga yang mengungsi tersebar di 32 pos pengungsian. Tak hanya itu, 2 orang juga dilaporkan meninggal dunia akibat banjir.

Sementara itu, pantauan prakiraan cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, wilayah Kecamatan Kayan Hilir dan Sintang masih berpotensi hujan dengan intensitas sedang pada malam hari. Dua wilayah tersebut termasuk dari tiga wilayah yang terdampak banjir paling parah di Kabupaten Sintang.

Menyikapi potensi hujan, pemerintah daerah dan masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan siap siaga, khususnya menghadapi bahaya banjir susulan. BPBD Sintang mengimbau warga untuk selalu menerapkan protokol kesehatan di saat darurat, seperti saat proses evakuasi maupun di pos pengungsian.

Sementara itu, BPBD Kabupaten Sintang menyampaikan, pihaknya terus melakukan pelayanan kepada warga terdampak, khususnya di pos pengungsian. Pos pengungsian didukung pos lapangan yang tersebar di 5 titik. Kendali penanganan darurat berada di bawah pos komando (posko) yang berada di Kantor BPBD Kabupaten Sintang. Untuk mendukung pelayanan makan dan minum para penyintas bencana, posko mengoperasikan 36 dapur umum di 12 kecamatan yang terdampak banjir.

Di sektor pelayanan publik, banjir menyebabkan 77 gardu PLN mengalami gangguan. Dari total gardu terdampak, sebanyak 16 gardu sudah berfungsi normal, sedangkan 61 lainnya masih padam. Pihak PLN terus melakukan perbaikan di lapangan dengan memperhatikan faktor keselamatan petugas.

Peristiwa banjir di Kabupaten Sintang ini terjadi sejak 21 Oktober 2021 lalu. Banjir melanda setelah hujan ekstrem mengguyur sehingga debit air Sungai Kapuas dan Melawi meluap. Pihak BPBD dan BNPB menyebut, banjir juga dipengaruhi pasang laut yang terjadi pada bagian hilir, sehingga aliran sungai terhambat dan banjir bertahan hingga kini.

 

 

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Buka Mata

Lalu siapa yang salah atas peristiwa ini? Jawaban yang paling gampang adalah menyalahkan hujan, sambil terus menutup mata dan pura-pura tidak tahu bahwa di kawasan itu sudah terjadi sabotase alam ugal-ugalan atas nama pembangunan dan peningkatan ekonomi. Tanpa meremehkan, curah hujan yang tinggi, La Nina, dan berbagai macam istilah lainnya, hanya pemantik bencana banjir. Ada yang lebih mengerikan dari itu, yaitu rusaknya bentang alam yang menjadi penyangga di sekitar daerah aliran sungai, yang menyebabkan air sungai meluap saat terjadi hujan.

Kawasan penyangga kehilangan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sehingga banjir tak dapat ditolak. Maka pada tahap ini, banjir bukan lagi bencana alam tapi lebih kepada bencana yang dibuat manusia sendiri.

Hendrikus Adam, Kadiv Kajian dan Kampanye WALHI Kalbar saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (16/11/2021) mengatakan, banjir di Sintang membuktikan bahwa krisis iklim yang ditandai dengan anomali cuaca ekstrem tengah terjadi, salah satunya disebabkan karena kerusakan alam itu sendiri.

"Praktik ekstraksi sumber daya alam yang berlangsung sejak lama melalui curah izin bagi korporasi maupun praktik perusakan lingkungan di Kalimantan Barat, menjadikan bentang alam yang tadinya punya peran penting sebagai penyangga kawasan mengalami degradasi," katanya.

Tak hanya itu, Hendrikus menyebut, alih fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas maupun bantaran sekitar daerah aliran sungai itu, yang sudah berlangsung sejak lama hingga saat ini, menyebabkan terjadinya risiko pendangkalan sungai. Akibatnya, air sungai meluap ke permukaan akibat debit air hujan yang tinggi maupun akibat air kiriman dari hulu.

Masalah banjir Sintang, kata Hendrikus, tidak bisa diselesaikan hanya dengan kunjungan pejabat terkait ke lokasi. Kunjungan tersebut memang baik, sebagai bentuk kepedulian terhadap para korban banjir. Namun demikian, pemerintah juga perlu membuka mata dan melihat persoalan ini secara jernih.

"Bencana ekologis banjir ini penting jadi perhatian, agar pemerintah serius mengambil langkah perlindungan, pemulihan, dan penyelamatan eksosistem yang mengalami kerusakan," katanya.

Rusaknya DAS Kapuas

Data hasil analisis Global Forest Watch menyebut, dalam dua dekade terakhir, yaitu antara 2002-2020, hutan primer di Kalimantan Barat hilang sekitar 1,25 juta hektare atau menyumbang 36 persen kehilangan tutupan pohon. Kalbar memiliki 6,88 juta hektar hutan primer atau sekitar 47 persen dari total luasan wilayah 14,9 juta hektare. Pada 2020 saja, Kalbar tercatat sudah kehilangan 32.000 hektare hutan primer yang setara dengan 23 juta ton emisi karbon.

Sementara itu, Forest Watch Indonesia punya catatan lain terkait berkurangnya hutan, khususnya di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas. Awalnya, DAS Kapus memiliki 10 juta hektare hutan alam, namun pada 2020 luas lahan hutan alam di DAS Kapuas hanya tersisa 4 juta hektare. Luas tersebut berkurang 1,2 juta hektare selama 20 tahun terakhir.

Berkurangnya luasan hutan alam di DAS Kapuas, menurut catatan terbaru Forest Watch Indonesia, karena 54 persen daratan di DAS Kapuas telah dibebani izin-izin alih fungsi lahan dan industri ekstraktif. Perkebunan kelapa sawit menjadi industri yang mempunyai izin terluas, yaitu mencapai 2,5 juta hektare.

Mufti Barri, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) kepada Liputan6.com, Selasa (16/11/2021) mengatakan, membicarakan soal banjir Sintang memang tidak lepas dari DAS Kapuas. Pasalnya, Kabupaten Sintang yang memiliki luas 2,2 juta hektare, 100 persen wilayahnya berada di DAS Kapuas yang luasnya mencapai 10 juta hektare.

"Jadi banjir di Sintang sumber airnya bukan hanya dari wilayah administratif saja, kita harus lihat juga DASnya, karena sumber air bukan hanya dari Kabupaten Sintang saja, tapi juga dari DAS yang terkadang lintas kabupaten bahkan lintas negara," katanya.

Mufti lebih jauh mengatakan, situasi terakhir tutupan hutan di DAS Kapuas yang tinggal 40 persen, semakin memperlihatkan ruang untuk hutan semakin sedikit dari tahun ke tahun. Yang mengecewakan, menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selalu mengklaim laju deforestasi selalu turun.

"Desfortasi itu tidak seharusnya digunakan lagi untuk argumentasi-argumentasi terkait kerusakan lingkungan, salah satunya banjir. Karena sejatinya, deforestasi apalagi di DAS Kapuas itu memang akan terus turun, berkaitan dengan sumber daya hutan yang semakin menipis. Jadi bukan karena ada intervensi pemerintah yang menekan laju deforestasi, tapi karena hutannya yang sudah semakin menipis," katanya.

Data Forest Watch Indonesia mencatat, lebih dari 50 persen wilayah DAS Kapuas sudah dikuasai izin-izin konsensi, dan paling besar lahan sawit dan hutan tanaman industri. Hal inilah yang menunjukkan bahwa penurunan laju deforestasi terjadi bukan karena intervensi pemerintah tapi karena sumber daya hutannya memang sudah habis.

"Kalau kita lihat dari situasi banjir ini, hutan yang ada di DAS kapuas seharusnya sudah nol deforestasi. Pemerintah bukan lagi menurunkan laju deforstasi tapi seharusnya menekan tidak ada lagi deforestasi, bahkan seharunya ada minus deforestasi, artinya ada upaya-upaya yang dilakukan di DAS Kapuas," kata Mufti.

Mufti menekankan, apa yang terjadi di Sintang saat ini, adalah potret deforestasi yang terjadi di masa lalu, yang bahkan tidak dibenahi. Kejadian banjir Sintang seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia saat ini untuk bersama-sama menatap masa depan. Ada dua upaya yang setidaknya belum terlambat untuk dilakukan, yaitu pertama, melakukan rehabilitasi DAS Kapuas. Namun yang selalu menjadi kendala saat rehabilitasi hutan adalah kepastian lahan. Hal ini, menurut Mufti, sudah menjadi persoalan klasik yang terus terjadi saat rehabilitasi hutan.

"Menyelesaikan masalah kepastian hutan itu ya tentu dengan mencabut izin-izin yang memang berkontribusi besar pada terjadi bencana-bencana," katanya.

Langkah kedua, yang tak kalah penting, kata Mufti, adalah dengan menyeret perusahaan-perusahaan yang terbukti merusak hutan ke hadapan hukum. Upaya reforestasi, tidak bisa lagi hanya dengan menanam,  membagikan bibit tanaman dan menyuruh warga menanam di perkarangan rumah mereka. Mengingat persoalannya tidak sesederhana itu.

"Artinya harus ada tindakan tegas dari pemerintah dengan cara mencabut izin-izin yang ada di sana," katanya.

Drama Politikus

Terkait banjir di Kabupaten Sintang yang tiga pekan tidak surut dan seolah tak ada solusi, Fadli Zon mencuit di media sosial menyindir Presiden Joko Widodo, yang lebih memilih ke acara seremonial di Mandalika ketimbang mengurus banjir Sintang. 

"Luar biasa Pak. Selamat peresmian Sirkuit Mandalika. Tinggal kapan ke Sintang, sdh 3 minggu banjir belum surut," tulis Fadli Zon di akun Twitter pribadinya @fadlizon.

Menanggapi hal itu, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini mengungkapkan, pemerintah telah memerintahkan badan terkait untuk bertindak menangani persoalan banjir. Selain itu, bantuan juga telah disalurkan kepada para korban bencana.

"Sudah ada badan yang bertindak cepat. BNPB sudah koordinasi turun dari awal. Kami juga koordinasi dengan pemerintah terkait. Bantuan tingkat satu sudah terdistribusi, sekarang bantuan tahap dua, dan diproses setelah pendataan yang dilakukan," kata Faldo, Senin (15/11/2021).

Dia menegaskan, Jokowi memberikan perhatian kepada bencana yang terjadi di Kalimantan Barat tersebut. Presiden, kata dia, ingin memastikan semua bantuan dan penanganan korban bencana berjalan dengan baik.

Yang membuat orang merasa geli, usai cuitan Fadli Zon tersebut, Partai Gerindra yang notabene partai koalisi pemerintah, langsung memberikan teguran kepada wakil ketua umumnya itu. Bahkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, pernyataan Fadli tidak menggambarkan sikap resmi fraksi dan Partai Gerindra. Pihaknya meminta maaf atas cuitan Fadli tersebut.

"Soal twit Pak Fadli Zon soal Sintang, kami perlu meluruskan jika statement tersebut tidak mewakili fraksi ataupun partai," ujar Habiburokhman, Minggu (15/11/2021).

"Kepada Beliau sudah diberikan teguran dan kami juga meminta maaf apabila statement tersebut menimbulkan ketidaknyamanan," jelasnya.

Habiburokhman mengatakan, Partai Gerindra biasa memberikan teguran kepada kadernya yang memberikan pernyataan kurang tepat.

"Sebagai kader Gerindra, adalah hal yang biasa bagi kami jika ditegur apabila ada statement yang kurang tepat. Saya sendiri sebagai jubir partai sering kena teguran, begitu juga rekan-rekan anggota DPR lainnya," paparnya.

Menanti Gerak Konkret Jokowi

Langkah-langkah pemulihan hutan di DAS Kapuas bisa dengan mudah dilakukan Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin bangsa, pemegang mandat rakyat, yaitu dengan mengevaluasi perizinan konsensi berbasis hutan dan lahan. Penegakan hukum atas dugaan praktik buruk korporasi terhadap ekosistem lingkungan hidup sangat mendesak dilakukan.

Apalagi Presiden Joko Widodo sudah mengakui, banjir di Kalimantan disebabkan daerah tangkapan hujan yang rusak, sehingga harus diperbaiki.

"Ya itu karena kerusakan wilayah tangkapan, daerah tangkapan hujan yang sudah berpuluh-puluh tahun, ya itu yang harus kita hentikan," ujar dia, seusai meresmikan Jalan Tol Serang-Panimbang Seksi 1 di Banten, Selasa (16/11/2021).

Jokowi mengatakan, air Sungai Kapuas di Kalimantan Barat meluap karena daerah tangkapan hujan rusak dan pemerintah akan fokus memperbaiki daerah tangkapan hujan itu.

"Karena memang masalah utama ada di situ," katanya.

Selain daerah tangkapan hujan yang rusak, Jokowi mengatakan salah satu penyebab banjir adalah adanya curah hujan di Pulau Kalimantan yang lebih ekstrem dari biasanya. 

Sebagai solusinya, Jokowi berjanji mulai tahun depan akan membangun daerah tangkapan hujan yang rusak. "Akan ada persemaian, kemudian ada penghijauan kembali di daerah-daerah hulu, di daerah-daerah tangkapan hujan, di area tangkapan, kita perbaiki," kata Jokowi, yang berlatar belakang sarjana kehutanan itu.

Lalu bagaimana dengan izin-izin konsensi yang banyak mengalihfungsi lahan? Nampaknya tugas rehabilitasi hutan dan reforestasi masih sangat panjang.

 

Infografis Banjir Sintang

Infografis Hampir Sebulan Banjir di Sintang Kalbar Belum Surut. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Hampir Sebulan Banjir di Sintang Kalbar Belum Surut. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya