Seni Merayakan Keberagaman di Sudut Lambhuk

Dalam riuh sorai pengunjung menyambut duo yang sedang perfom, Liputan6.com mengeksplorasi pameran yang dihelat di sebuah kafe yang ada di sudut Lambhuk. Simak hasil laporannya:

oleh Rino Abonita diperbarui 07 Mar 2022, 21:58 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2022, 13:00 WIB
Karya fotografi di lokasi pameran Aceh Art Peace Camp (Liputan6.com/Rino Abonita)
Karya fotografi di lokasi pameran Aceh Art Peace Camp (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Sementara gegak suara pengunjung membuat Sabtu malam (5/3/2022) terasa semakin khas, melalui kaca jendela partisi ruang utama kafe tampak dua lelaki sedang perfom melantunkan lirik lagu berjudul Dia, miliknya Maliq & D'Essentials.

Sang vokalis melaung ajakan kepada para pengunjung untuk ikut bernyanyi, akan tetapi tidak ada yang menyambut sama sekali.

Namun, lagu-lagu berikutnya terasa lebih akrab di telinga. Permainan gitar akustik serta suara vokal dari duo tersebut pun terasa lebih menggelitik untuk diikuti karena kebanyakan dari pengunjung kafe hapal lagu-lagu yang sedang mereka bawakan.

Suasana di kafe itu telah membunuh rasa pasai selama seharian. Setidaknya bagi sebagian pengunjung, lagu-lagu yang telah dibawakan pada malam itu jadi perintang gelebah.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Pameran Karya

Pengunjung kafe di lokasi pameran Aceh Art Peace Camp (Liputan6.com/Rino Abonita)
Pengunjung kafe di lokasi pameran Aceh Art Peace Camp (Liputan6.com/Rino Abonita)

Sejak sore, atmosfer di kafe itu telah dicemari oleh ekshibisi bertajuk Pameran Karya. Pertunjukan musik hanya selingan, sebagai pelipur lara malam minggu karena pameran yang mulai dihelat sejak Sabtu sore itu akan berlangsung selama berhari-hari.

Karena rancang bangun kafe tidak memiliki koridor, 20 karya pelbagai jenis dipajang dalam kelompok-kelompok kecil mengisi setiap ruang dan mengikuti dinding kafe tersebut, meski beberapa di antaranya tampak diletakkan manasuka.

Melewati gaba-gaba kafe, pengunjung disambut manekin yang mengenakan rompi dengan gambar Pinto Aceh diisi lukisan yang mengangkat tema keberagaman. Karya yang lain kebanyakan diisi dengan lukisan dan fotografi.

Komunitas Inklusif

Pengunjung kafe di lokasi pameran Aceh Art Peace Camp (Liputan6.com/Rino Abonita)
Pengunjung kafe di lokasi pameran Aceh Art Peace Camp (Liputan6.com/Rino Abonita)

Selagi MC berceloteh, belasan orang yang terdiri dari gabungan beberapa meja di sudut kafe tampak sedang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat menggunakan abjad Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia). Keberadaan teman-teman dari komunitas inklusi itu merupakan ejawantah dari diversitas yang menjadi latar belakang pameran tersebut.

Pameran ini sendiri merupakan gagasan dari International Center for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) dan The Leader. Semua berawal dari wadah belajar lintas spasial yang mempertemukan orang-orang dengan minat sama, bernama Dream Maker Mentoring, yang kudian dibawa ke ranah lebih serius melalui kolaborasi kedua lembaga.

Di bawah bendera Aceh Art Peace Camp, program kolaborasi ini hendak mengajak kaum muda untuk mengenal arti keragaman dan toleransi. Hampir semua karya yang dipampang di kafe tersebut merupakan hasil mentoring selama tiga bulan secara daring maupun luring.

Lima Tema Pameran

Komunitas inklusi sedang mempratikkan bahasa isyarat di salah satu sudut kafe yang menjadi lokasi pameran (Liputan6.com/Rino Abonita)
Komunitas inklusi sedang mempratikkan bahasa isyarat di salah satu sudut kafe yang menjadi lokasi pameran (Liputan6.com/Rino Abonita)

Pameran ini sendiri berdiri di atas lima tema. Yaitu, Face of Diversity, Words of Love, Fight for Equality, Thoughts on Reality, dan Sounds of Harmony.

Untuk dapat melihat narasi dari setiap karya, para pengunjung bisa memindai kode batang yang telah disediakan. Dengan begitu, otomatis pengunjung juga dapat mengunjungi pameran virtual yang cukup ciamik.

Pameran ini akan digelar selama enam hari sejak 5—10 Maret. Selama itu pula, selain dapat menikmati hasil karya, pengungjung kafe bisa mengikuti diskusi yang akan digelar ketika sore menjelang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya