Ada Surga Bernama Pulau Bukabuka di Tojo Una-una

Umumnya orang lebih mengenal Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT) sebagai ikon wisata di Kabupaten Tojo Una-una. Namun ada satu pulau nan indah lainnya di kabupaten itu yang menjadi destinasi wisata baru yang hits setelah sempat sepi saat pandemi.

oleh Heri Susanto diperbarui 20 Mar 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2022, 07:00 WIB
pulau bukabuka di Kabupaten Tojo Una-una
Pulau Bukabuka di Kabupaten Tojo Una-una. (Foto: Iqbal)

Liputan6.com, Tojo Una-una - Umumnya orang lebih mengenal Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT) sebagai ikon wisata di Kabupaten Tojo Una-una. Namun ada satu pulau nan indah lainnya di kabupaten itu yang menjadi destinasi wisata baru yang hits setelah sempat sepi saat pandemi.

Kesan eksklusif dan privat sudah terasa sedari melihat pulau itu dari kajauhan di atas perahu motor. 200 meter sebelum perahu terikat di dermaga kecilnya, bening laut yang dangkal, hamparan hijau padang lamun, dan karang-karang kecil yang jadi rumah ikan berwarna-warni membuka ketakjuban akan indahnya pulau itu. Selamat datang di Pulau Bukabuka.

Pulau itu letaknya di sebelah timur wilayah administrasi Desa Tete B, Kecamatan Ampana Tete, Kabupaten Tojo Una-una. Lokasi itu hanya bisa diakses menggunakan perahu motor dengan jarak tempuh kurang lebih 1 jam dari pelabuhan rakyat di Desa Tete B. Bahkan dari kejauhan pantai pasir putih nan indah di pulau itu sudah memanjakan mata.

Selain menyuguhkan keindahan bawah laut yang dangkal dan jelajah pulau, lokasi itu juga sudah dilengkapi spot-spot menarik untuk bersantai seperti gazebo di ujung dermaga dan tempat makan mengapung yang bisa jadi tempat menikmati matahari pulang. Kamu juga tetap bisa eksis bin narsis memamerkan momen-momen indah di pulau itu; akses komunikasi termasuk jaringan internet tetap tersedia.

“Ini seperti liburan eksklusif dengan pemandangan khas pulau yang indah namun terjangkau,” kata Rahman Odi, seorang pengunjung Pulau Bukabuka, Selasa (15/3/2022).

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Wisata Pulau yang Ramah Lingkungan

Senja di Pulau Bukabuka
Wisatawan menikmati senja dari dermaga kecil di Pulau Bukabuka, Selasa (15/3/2022). (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Keindahan pulau seluas 160 hektare itu bukanlah kabar baru. Namun baru menjadi primadona setelah tahun 2020 pengelolaannya sebagai objek wisata dimaksimal seperti saat ini yang sudah dilengkapi resort yang di kelola swasta dengan konsep natural. Konsep itu sangat terasa pada pondok-pondok penginapan yang terbuat dari kayu dan rumbia di sepanjang tepi pantainya yang bisa menampung 30 wisatawan.

Sediaan air bersih dan listrik di pulau itu juga dengan ramah lingkungan, yakni dengan penyulingan dan tenaga surya.

Tomas pengelola Resort Reconnect di lokasi itu bilang minat berkunjung ke pulau itu meningkat setelah berbagai sarana kebutuhan wisatawan diadakan sebelum promosi digital dilakukan.

“Kami memulai dengan membuat sarana dan infrastruktur seperti listrik dan air bersih agar pengunjung tidak kesulitan,” Thomas Despin, pengelola Resort Reconnect menceritakan.

Walau diminati wisatawan mancanegara Thomas mengaku sejak pandemi promosi wisatanya banyak menyasar wisatawan domestik atau lokal yang dinilai mampu membuatnya bertahan. Salah satu strategi promosinya adalah dengan menggunakan platform media sosial, termasuk untuk pemesanan kamar dan jadwal kunjungan. Dalam sepekan tak kurang dari 50 wisatawan mengunjungi pulau itu.

Thomas yang merupakan warga negara Prancis bersama istrinya, Elvidellci warga negara Indonesia memang menjadi satu-satunya pengelola resort seluas 1,5 hektare dari total 160 hektare luas pulau itu. Selama 3 tahun mereka mengembangkan konsep ecotourism yang ramah lingkungan untuk umum agar keindahan alam yang ada juga bisa memberi manfaat bagi daerah dan warga. Bahkan sediaan logistik di resort itu memprioritaskan dari kearifan lokal.

“Termasuk ikan konsumsi untuk pengunjung dibeli dari nelayan tradisional, bukan dari industri untuk menghormati kearifan lokal,” Thomas menuturkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya