Jadi Tersangka ITE, Ketua PHDI NTB Dibela 100 Pengacara

Pembelaan tersebut dilakukan lantaran tidak terima dengan status penetapan Made Santi sebagai tersangka setelah memposting pelelangan aset hotel Bidari di Facebook.

oleh Hans Bahanan diperbarui 01 Agu 2022, 02:00 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2022, 02:00 WIB
Jadi Tersangka ITE, Ketua PHDI NTB Dibela 100 Pengacara
Kumpulan Pengacara Lombok Menyatakan Penolakan Status Tersangka Terhadap Rekannya yang yang sekaligus menjabat sebagai ketua PHDI NTB, Ida Made Santi Adnya. (Foto/ Hans Bahanan)

Liputan6.com, Lombok - Buntut penetapan pengacara yang juga ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Nusa Tenggara Barat, Ida Made Santi Adnya sebagai tersangka kasus Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE), lebih dari 100 pengacara di Lombok memberikan pembelaan.

Pembelaan tersebut dilakukan lantaran tidak terima dengan status penetapan Made Santi sebagai tersangka setelah memposting pelelangan aset hotel Bidari di Facebook.

Para pengacara ini menilai penetapan tersangka itu mencederai hukum, pelecehan terhadap undang-undang dan merupakan bentuk upaya kriminalisasi terhadap Advokat.

Sebab, dalam undang undang advokat nomor 16 tahun 2003 dan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 26/puu-xi/2013 dijelaskan bahwa pengacara atau advokat tidak bisa dipidana selama untuk kepentingan pembelaan hak kliennya.

“Penetapan status tersangka kepada rekan kami Ini oleh polisi sudah kami anggap telah mencederai profesi advokat. Karena kami melihat apa yang dilakukan rekan kami adalah sudah sesuai prosedur untuk membantu kliennya agar mendapatkan hak haknya sesuai putusan,” kata Irfan Suryadiata, di Mataram, Minggu (31/7/2022).

Pengacara lainnya, Ainudin mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh kepolisian tersebut merupakan sesuatu yang keliru. Seharusnya polda NTB melihat lebih detail permasalahan ini. Tidak asal menetapkan sebagai tersangka.

“Polisi terlalu cepat menetapkan Made Santi sebagai tersangka. Apa salahnya menetapkan dengan postingan Facebook?, apa salahnya memberikan petunjuk bahwa ada yang mau dilelang. Kalau tidak dilelang, bagaimana hak klien, bagaimana putusan bagi hasil itu?,” kata Ainudin.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Kronologi Kasus yang Menjerat Ketua PHDI NTB

Kasus ini berawal dari postingan Made Santi di Facebook terkait pelelangan Hotel Bidari pada 20 februari 2021 yang hingga saat ini menjadi sengketa antara kliennya I Nengah Suciarni dan mantan suaminya, Gede Gunanta.

Made Santi berinisiatif menjual salah satu aset yaitu Hotel Bidari, setelah putusan kasasi yang memutuskan untuk pembagian harta gono gini sejumlah aset antara klien adan mantan suaminya.

Postingan tersebut dinilai sebagai pelanggaran Undang Undang ITE karena unggahan tersebut telah keluar dari masa lelang (Daluarsa) yang ditetapkan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPK-NL) pada tanggal 10 Februari tahun 2020. Sehingga Made Santi dianggap telah menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang berakibat merugikan konsumen.

Gede Gunanta melaporkan postingan tersebut ke polda NTB pada 16 maret 2021 dengan dalih penyebaran berita bohong (Hoax).

"Saya melaporkan kasus ini karena saya merasa dirugikan. dan sembelum membuat laporan saya sudah mengkonfirmasi ke KPK-NL sebagai lembaga lelang yang sah. Ternyata dari surat yang diberikan dinyatakan bahwa unggahan itu tidak benar," kata Gede Gunanta  

Setelah setahun berlalu, pada Rabu 27 Juli 2022, Kabag Wasidik Ditkrimsus Polda NTB, AKBP Darsono kemudian menetapkan made Santi sebagai tersangka lantaran postingan promosi itu dinilai kadaluwarsa atau telah lewat masa lelang tersebut.

Made Santi kemudian dijerat dengan sanggkaan pasal 28 ayat 1, Juncto pasal 45 A ayat 1 UU nmor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya