Liputan6.com, Jakarta - Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional sekaligus bahasa persatuan bagi rakyat Indonesia. Nama bahasa Indonesia mulai dikenal setelah digaungkannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang berbunyi: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dalam sidang para pemuda ini, Muhammad Yamin memberikan uraian tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda yang dipengaruhi lima faktor, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Yang tidak diketahui banyak orang adalah peristiwa sebelum tercetusnya ikrar Sumpah Pemuda itu. Yamin dan Tabrani bersilang pendapat.
Advertisement
Yamin kukuh ingin memakai bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, sementara Tabrani mengatakan, karena disebut tumpah darah Indonesia, maka harus ada bahasa Indonesia. Keduanya tidak menemukan titik temu dalam sidang Pemuda pertama tahun 1926, sehingga kemudian membawanya lebih lanjut untuk didiskusikan pada sidang yang kedua tahun 1928. Akhirnya, gagasan Tabrani itu pun disetujui.
Hawe Setiawan dalam diskusi bertajuk “Tabrani dan Masa Depan Bahasa Indonesia” di PDS HB Jassin, Jumat, 5 Agustus 2022 mengatakan, “Timbul kesan dalam benak saya bahwa pada zaman Tabrani dan Yamin, perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa Indonesia hanya merupakan perbedaan nama, sedangkan kini, sekian puluh tahun setelah Sumpah Pemuda, perbedaan di antara keduanya merupakan perbedaan sistem bahasa. Kiranya dapat kita katakan bahwa bahasa Indonesia tumbuh dari akar Melayu dalam lingkungan pertumbuhannya sendiri.”
Memang pada mulanya timbul keragu-raguan di antara para pemuda mengenai kesanggupan bahasa Indonesia untuk diandalkan sebagai medium pertukaran informasi dan pengetahuan. Namun, dalam pertumbuhannya, telah terbukti bahwa bahasa Indonesia dapat diandalkan bukan hanya sebagai bahasa jurnalistik, melainkan juga sebagai bahasa kesastraan dan keilmuan.
Hawe menyebut, bahasa Belanda lambat-laun menghilang dari Indonesia, sebagaimana sebutan Indiës digantikan oleh Indonesië. Dengan tata bahasa yang disusun sejak zaman pendudukan Jepang, bahasa Indonesia kemudian lama-kelamaan makin mantap sebagai bahasa nasional orang Indonesia.
Siapa Mohammad Tabrani?
Mohammad Tabrani Soerjowitjirto lahir di Pamekasan, 10 Oktober 1904 dan wafat di Jakarta, 12 Januari 1984. Ia seorang jurnalis dan politikus berdarah Madura. Sejak awal ia gigih melawan kolonialisme, terutama terkait diskrimasi terhadap ras dan suku bangsa. Tabrani pernah dikatai negro saat baru tiba di Belanda pada tahun 1927. Namun, dia tak berkecil hati. Tabrani justru melawan.
"Pengalaman saya di Belanda di antara mereka yang kurang ajar, baik di jalan-jalan ataupun di lapangan olahraga, jangan sekali-kali mengalah. Kalau kita mengalah kepada Belanda, maka dia akan lebih kurang ajar dan kita akan lebih lantas-angan," cerita Priyantono Omar menirukan Tabrani dalam diskusi yang sama.
Pri—panggilan akrab Priyantono—mengatakan, kesadaran Tabrani terhadap persatuan Indonesia sudah muncul sejak remaja. Ketika masih sekolah di OSVIA, Tabrani menulis di majalah Jong Java. "Apa gunanya Jawa Raya, jika bagian lain Hindia masih jauh tertinggal dalam banyak hal?" tanya Tabrani di majalah Jong Java, edisi 1 dan 15 Oktober 1924.
Mohamad Tabrani adalah Ketua Kongres Pemuda Indonesia yang pertama. Setelah selesai menyelenggarakan Kongres Pemuda Indonesia Pertama, dari Belanda, Tabrani menulis pemikirannya yang mendukung program imigrasi, terutama dengan cara mengirimkan kalangan nasionalis Indonesia ke daerah-darah lain sehingga semakin meluaskan dan menguatkan gerakan kemerdekaan.
Tidak hanya sebagai politikus, karier Tabrani juga moncer sebagai jurnalis. Tabrani adalah redaktur muda nan cemerlang yang menggantikan kedudukan Soetan Palindih dalam redaksi Hindia Baroe, surat kabar Indonesia yang dirintis oleh Haji Agus Salim. Sejak Mei 1930 dia mengasuh majalah mingguan Revue Politik. Dengan kata lain, Tabrani tidak hanya turut menggagas bahasa Indonesia, melainkan juga turut mengembangkan bahasa tersebut, terutama melalui pengelolaan media komunikasi massa.
Tabrani juga menerbitkan sebuah buku tipis berjudul Ons Wapen: De Nationaal Indonesische Pers en Hare Organisatie (Senjata Kita: Pers Nasional Indonesia dan Organisasinya) yang terbit pada 1929. Buku tipis, yang oleh sejumlah koran Belanda waktu itu disebut “brosur” ini berisi uraian ilmiah mengenai lapangan persuratkabaran dan tantangannya di Indonesia pada zaman kolonial.
Tabrani mendapat didikan Jerman. Ia belajar di Eropa, tepatnya di Universitas Koln. Pada waktu itu, masih jarang pemuda Indonesia menuntut pelajaran ilmu jurnalistik di luar negeri. Bahkan, disebutkan hanya beberapa orang saja, seperti, Djamaluddin Adinegoro, Jusuf Jahja, dan Tabrani.
Advertisement
Dijuluki Bapak Bahasa Indonesia
Pemikiran Mohammad Tabrani terkait pentingnya bahasa Indonesia bagi kemajuan pers beberapa kali diungkapkan melalui tulisannya di berbagai media. Menurut TD Asmadi, pendiri Forum Bahasa Media Massa, pada tanggal 10 Januari 1926, Tabrani menyelipkan istilah bahasa Indonesia ketika menulis di tajuk berjudul “Kasihan” di surat kabar Hindia Baroe. Pada tanggal 11 Februari 1926, Tabrani juga menulis tajuk berjudul “Bahasa Indonesia” di halaman 1 dan tentang “Anak dan Bahasa Indonesia” di halaman 2 dalam surat kabar yang sama.
Mohammad Tabrani tak ikut dalam Kongres Sumpah Pemuda II karena sedang menuntut ilmu di Belanda. Meski demikian, perannya sebagai pelopor dan pencetus nama bahasa Indonesia tak diragukan lagi. Ia pun dijuluki sebagai Bapak Bahasa Indonesia.
Di masa kini, pemikiran Tabrani juga masih sangat relevan untuk diaktualisasikan. Menurut Pri, Tabrani yakin bahwa setajam apa pun perselisihan masyarakat dalam keyakinan dan agama, bahasa ampuh menjadi jembatan pemersatu. Sebagai alat komunikasi, kesamaan bahasa menerobos sekat-sekat perbedaan dalam keberagaman.
Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Sebelumnya, pernah diadakan acara sosialisasi Pengajuan Mohammad Tabrani sebagai Pahlawan Nasional, yang digelar Balai Bahasa Jawa Timur bersama Pemkab Pamekasan pada Maret 2021, Kepala Pengembangan dan Pembinaan Bahasa RI Prof. Aminuddin Aziz menjelaskan, keputusan untuk mengusulkan M Tabrani sebagai pahlawan nasional itu, karena yang bersangkutan memang memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah dan perjuangan bangsa Indonesia.
Bupati Pamekasan Baddrut Tamam mendukung usulan para tokoh masyarakat dan akademisi di wilayah itu untuk menjadikan pengusul nama Bahasa Indonesia, almarhum (Alm) Mohammad Tabrani Soerjowitjirto, sebagai pahlawan nasional.
"Saya secara pribadi dan atas nama Pemkab Pamekasan mendukung usulan agar Pak Tabrani ditetapkan sebagai pahlawan nasional, karena berdasarkan hasil kajian literatur dan sejarah, yang bersangkutan memang sangat berjasa dalam ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini," kata Baddrut di Pamekasan, Rabu (21/4/2021), menanggapi usulan masyarakat yang menginginkan tokoh pemuda asal Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, itu dinobatkan oleh negara sebagai pahlawan nasional.
Advertisement