Soal Kematian Janggal Siswi SD di Blora, Kompolnas Sebut Masih Ada Celah Lakukan Autopsi

Kasus kematian janggal siswi SD di Kabupaten Blora jadi sorotan berbagai kalangan.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 23 Sep 2022, 17:00 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2022, 17:00 WIB
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti (Ist)

Liputan6.com, Blora - Kasus kematian janggal siswi SD di Blora jadi sorotan berbagai kalangan. Kali ini, Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia (Kompolnas RI) ikut merespons persoalan tersebut lantaran meninggalnya bocah perempuan itu masih menyisakan tanda tanya besar di kalangan masyarakat.

Respons tersebut disampaikan Poengky Indarti, selaku satu-satunya perempuan dari 9 Komisioner Kompolnas RI. Ia bertugas mengawasi kinerja kepolisian, dan meminta pihak Polres Blora agar segera menjalankan proses autopsi dengan mempelajari regulasi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Mohon dicek Pasal 134 KUHAP, terutama ayat (2) dan (3). Jika ada dugaan orang meninggal dunia tidak wajar, maka penyidik perlu melakukan autopsi, meski pihak keluarga tidak setuju," ungkap Poengky Indarti kepada Liputan6.com, Jumat (23/9/2022).

Dalam peristiwa di wilayah hukum Blora, kata dia, dimana kemudian di masyarakat muncul dugaan bahwa meninggalnya anak perempuan tersebut tidak wajar, maka penyidik perlu menindaklanjuti dengan lidik sidik dan melakukan autopsi merujuk pasal 134 KUHAP untuk melihat penyebab kematiannya.

"Jika sudah dikebumikan, maka dilakukan ekshumasi (gali kubur dan dilanjut dengan autopsi)," ujar Poengky Indarti.

Demi kinerja Polri lebih dipercaya lagi di masyarakat, maka Polres Blora perlu menjalankan upaya tersebut. Semata-mata supaya publik mendapatkan jawaban lebih gamblang penyebab kematian sesungguhnya.

"Hal ini untuk kepentingan perlindungan hukum dan keadilan bagi masyarakat," kata Poengky Indarti.

 

Tak Dapat Izin Keluarga

Sebelumnya, Kasatreskrim Polres Blora AKP Supriyono mengaku pihaknya tidak mendapatkan izin dari pihak keluarga, untuk melakukan autopsi jenazah korban. Serta menyebut bahwa korban meninggal dunia disebabkan jatuh dari kursi plastik depan lemari yang berada di dapur rumahnya.

Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kabupaten Blora, Indah Purwaningsih, menaruh harapan supaya mendorong Polres Blora untuk melakukan autopsi jenazah yang sudah terlanjur dikebumikan tersebut.

"Ya harapan kami begitu (ada autopsi)," ucap Indah kepada Liputan6.com, seusai acara di Pendopo Bupati Blora, Rabu (21/9/2022).

Indah mengaku awal mengetahui kejadian yang menimpa anak tersebut dari informasi teman-temannya, termasuk dari wartawan. Juga dihubungi langsung oleh Bupati Blora, Arief Rohman melalui ponselnya.

"Saya juga dapat japri dari pak Bupati, kami sudah berusaha untuk kesana, tapi rumahnya tertutup rapat," ungkapnya.

Usai mengetahui informasi yang viral jadi pesan berantai itu, pihaknya kemudian langsung melaporkan kejadian tersebut ke pihak Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Blora. Namun, kata Indah, kejadian tersebut dianggap tidak ada apa-apa.

"Dari PPA Polres Blora itu kan tidak ada permasalahan dan dianggap wajar, keluarga minta tertutup," tegasnya

Salah satu tokoh masyarakat Blora, Singgih Hartono menambahkan, terkait kasus yang terjadi ini apabila dari pihak keluarga tidak memperbolehkan polisi melakukan autopsi terhadap jenazah korban, maka yang bersangkutan harus diperiksa.

"Dan ditakok-takokno nenggone tangga-tanggane, karaktere piye, ditanyakan neng RT dan lain sebagainya, tidak bisa muni gak iso terus mandek itu nggak boleh, (Dan ditanya-tanyakan ke para tetangganya, karakternya bagaimana, ditanyakan ke RT dan lain sebagainya, tidak bisa bilang tidak bisa terus berhenti itu tidak boleh)," tambahnya.

Singgih, yang juga salah satu Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Blora memaparkan, untuk menyikapi persoalan ini sebetulnya tidak perlu delik aduan, pihak kepolisian harus segera melangkah. Kemudian, ia juga menanyakan nama pucuk pimpinan Satreskrim Polres Blora yang menangani kasus yang terjadi.

"Untuk dasar hukum, nanti coba saya tak cari referensi dengan ahli-ahli hukum dan lain sebagainya. Sebetulnya dengan logika kemanusiaan, logika kejahatan, harusnya kalau polisi tidak boleh melakukan autopsi ya harus meriksa yang bersangkutan," katanya.

 

Ada Sejumlah Luka?

Senada dengan Singgih, salah satu pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Blora juga mengaku prihatin atas kejadian yang menimpa anak tersebut. Lantas, ia memohon pihak-pihak siapa saja yang turut prihatin untuk terus mendorong kepolisian supaya melakukan autopsi. Serta, meminta awak media untuk turut terus mengawal hingga gamblang.

"Dibantu ngawal ya, bantu viralkan supaya tidak muncul lagi kejadian serupa," ucapnya melalui sambungan telepon, serta mewanti-wanti untuk tidak disebutkan namanya.

Seperti diketahui, kabar kematian seorang siswi SD di Kabupaten Blora ini viral dan jadi pesan berantai di jagat maya lantaran dianggap tidak wajar. Korban sebelumnya dilaporkan jatuh dari kursi rumahnya, pada Sabtu 10 September 2022 lalu.

Sejumlah awak media di Blora sebelumnya mendapati keterangan berbeda saat jenazah bocah perempuan berusia 8 tahun itu dimandikan, yakni adanya sejumlah luka ditemukan pada beberapa bagian tubuh korban, seperti pada bagian mulut, pelipis kepala, kepala belakang, luka warna hitam di kedua leher, hingga luka bekas cubitan di perut korban.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya