Liputan6.com, Jakarta Penanganan kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret mantan Rektor Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno, dinilai 'jalan di tempat'.
Penasihat hukum kedua korban menggadeng Kompolnas dan Bidang Propam Polda Metro Jaya untuk turut mengawal proses penyidikan.
Baca Juga
Amanda Manthovani dan Yansen Ohoirat, kuasa hukum dari dua korban berinisial RZ dan DF, datang mengadu ke Kompolnas dan Bidang Propam Polda Metro Jaya pada Selasa (8/4/2025).
Advertisement
Bukan tanpa alasan, sudah lebih dari 15 bulan laporan dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan ke Polda Metro Jaya dan Mabes Polri itu dinilai madek dan belum ada penetapan tersangka.
"Salah satu keluhan dan aduan yang kami lakukan itu perihal profesionalitas dari tim penyidik. Dalam hal ini perihal jangka waktu, itu salah satu. Jadi ada beberapa poin lagi yang kami sampaikan," kata Yasen saat ditemui, Rabu (9/4/2025).
Yasen menilai pihak terlapor dalam hal ini mantan rektor UP Edie Toet melakukan intervensi agar penanganan kasus tidak berjalan semestinya. Dia mengatakan, seharusnya ketika perkara itu ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan, maka dipastikan terdapat peristiwa pidana di dalam laporannya tersebut.
"Nah, ketika peristiwa itu sudah ada pidana, kenapa ditahan-tahan tentang penentuan tersangkanya? Itu yang kami duga, apakah memang ada intervensi? Kami berharap agar penyidik Polri itu bekerja tegak lurus tanpa ada kepentingan yang lain. Mari kita melakukan penegakan hukum secara profesional tanpa keberpihakan," ucap dia.
"Belum ada tersangka sampai sekarang," tambah dia.
Sementara itu, Amanda yang ikut mendampingi korban sejak awal, menjelaskan lambannya proses penyidikan berimbas pada kredibilitas sebagai penasihat hukum. Padahal, selama ini penyidiklah akar masalahnya yang dinilai tidak kooperatif.
"Para korban seakan-akan mempertanyakan kredibilitas kita itu seperti apa. Karena dari penyidik pun sampai dengan saat ini sering tidak kooperatif. Apabila kita bertanya itu by WhatsApp atau telepon dari penyidik itu mungkin hampir tidak menjawab," ujar Amanda.
Karena itu, Amanda merasa perlu untuk melibatkan Kompolnas dan Bidang Propam Polda Metro Jaya guna menguak fakta yang sebenarnya terjadi di dalam penanganan kasus ini.
"Makanya kita bawa ini ke Kompolnas, kita juga bawa ke Propam. Artinya kita mengadukan hal ini bahwa penyidik kami anggap sudah tidak profesional. Sudah ada keberpihakan seperti itu," ujar dia.
Amanda berharap, kasus kembali ditangani secara profesional dan prosedural. Begitu pun telapor, statusnya agar segera dinaikkan menjadi tersangka. "Ya proses hukum berjalan sebagaimana mestinya," kata Amanda.
Baca juga Korban Pelecehan Rektor Nonaktif UP Disebut Sempat Diintimidasi dan Diminta Cabut Laporan
Respons Edie Toet Usai Dinonaktifkan dari Rektor UP karena Dugaan Terlibat Pelecehan Seksual
Edie Toet Hendratno (ETH) buka suara terkait penonaktifannya sebagai Rektor Universitas Pancasila menyusul mencuatnya kasus dugaan pelecehan seksual terhadap dua orang bawahannya.
Menurut penasihat hukum ETH, Faizal Hafied, terbitnya surat keputusan (SK) penonaktifan kliennya sebagai rektor dinilai sangat merugikan. Faizal lalu menyinggung asas praduga tak bersalah.
"Untuk yang tadi disampaikan ada penonaktifan inilah yang kami anggap merugikan klien kami. Ada desakan-desakan dari pihak tertentu sampai bakar-bakaran di kampus sendiri mendesak untuk beliau dinonaktifkan," kata Faizal di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Faizal menerangkan, kliennya belum terbukti melakukan pelecehan seksual menurut hukum. Sejauh ini pun baru sebatas dugaan.
"Jadi tidak ada satu pun bukti yang menyatakan apa yang disangkakan. Sampai saat ini tidak ada bukti apa pun yang nyata seperti apa yang disangkakan. Namun dengan adanya berita-berita negatif tersebut sehingga menyebabkan klien kami ini dirugikan dengan dilakukan penonaktifan kembali," ujar Faizal.
Sementara itu, Edie Toet Hendratno enggan menanggapi penonaktifan dirinya sebagai rektor. Dia mengaku telah menyerahkan penuh permasalahan ini kepada penasihat hukum. "Saya sudah titip serahkan ke kuasa hukum," kata Edie.
Anggota Yayasan dan Pendidikan Universitas Pancasila (YPPUP) menunjuk Prof Dr Sri Widyastuti, sebagai Plt Rektor Universitas Pancasila.
Sekretaris Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila Yoga Satrio menerangkan, keputusan ini berdasarkan hasil Rapat Pleno Yayasan pada hari Senin, 26 Februari 2024.
"Dari rapat pleno tersebut, diputuskan bahwa YPPUP telah mengambil Keputusan untuk menonaktifkan Rektor per hari ini, Selasa 27 Februari 2024, dengan adanya keputusan tersebut YPPUP menunjuk Wakil Rektor I Prof Dr Sri Widyastuti, sebagai Plt Rektor," kata Yoga kepada wartawan, Selasa (27/2/2024).
Advertisement
Infografis
