Liputan6.com, Pekanbaru - Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pidana Khusus Kejari Pekanbaru tengah menyusun dakwaan untuk mantan Rektor UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) II, Akhmad Mujahidin. Dia merupakan tersangka korupsi pengadaan jaringan internet untuk belajar daring pada masa pandemi Covid-19 lalu.
Sebelum ditahan pada Jumat petang, 21 Oktober 2022, tersangka korupsi jaringan internet ini sudah dipanggil sehari sebelumnya. Tapi tersangka tidak datang dengan alasan berada di luar kota.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pekanbaru Agung Irawan mengatakan, tersangka sempat ingin melarikan diri. Hal itu dapat dicegah setelah jaksa berkoordinasi dengan penasihat hukum tersangka.
"Dia mencoba kabur, kami sampaikan ke PH bisa dijerat dengan sangkaan obstruction of justice (menghalangi penegakan hukum)," kata Agung, Senin petang, 24 Oktober 2022.
Selain mantan rektor, Kejari Pekanbaru juga menetapkan Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data UIN Suska Pekanbaru, Benny Sukma Negara sebagai tersangka. Nama terakhir beda nasibnya dengan Akhmad Mujahidin karena belum ditahan.
Bambang menyebut berkas tersangka kedua ini sudah lengkap. Hanya saja belum bisa dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke JPU.
Jaksa memperoleh informasi bahwa tersangka mengalami gangguan jiwa begitu tersandung kasus hukum. Untuk membuktikannya, jaksa meminta observasi kejiwaan.
"Makanya kita minta observasi ke Rumah Sakit Jiwa Tampan," imbuh Agung.
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
20 Hari
Agung menjelaskan, penetapan kedua tersangka dilakukan pada 19 September 2022 setelah penyidik mengantongi dua alat bukti terjadi perbuatan melawan hukum. Berkas keduanya dinyatakan lengkap pada 19 Oktober 2022.
"Tersangka Akhmad ditahan 20 hari terhitung Jum'at pekan lalu," ucap Agung.
Informasi dirangkum, dugaan korupsi ini terjadi pada tahun 2020. Saat itu, UIN Suska Riau melaksanakan kegiatan Pengadaan Jaringan Internet bernilai Rp2.940.000.000 dan untuk Pengadaan Jaringan Internet bulan Januari hingga Maret 2021 sebesar Rp734.999.100.
Dana dua kegiatan itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Rupiah Murni (RM). Sesuai aturan, dua kegiatan itu seharusnya ditayangkan ke dalam aplikasi SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan) LKPP dengan metode pemilihan e-purchasing.
Dalam perjalanannya, pemilihan penyedia/provider internet tahun 2020 tidak dipilih melalui e-purchasing tapi rilakukan penunjukan PT Telkom sebagai penyedia dengan menggunakan Kontrak berlangganan Nomor K.TEL 13/HK 820/WTL-1H10000/2020, tanggal 02 Januari 2020.
Selain itu, kegiatan inj dilaksanakan dengan modus sistem Kerja Sama Organisasi (KSO) dengan menggunakan Kontrak berlangganan Nomor K.TEL 13/HK.820/WTL 1H10000/2020, tanggal 2 Januari 2020 dan Nota Kesepakatan Bersama tentang Peningkatan Akses Internet di Lingkungan Kampus Nomor Tel.02A/HK000/WTL-1H10000/2020, Nomor UN.04/R/HM.01/026/2019 tertanggal 02 Januari 2020, antara pihak UIN Suska Riau dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Namun, pihak UIN Suska Riau tetap menggunakan APBN dalam pelaksanaan KSO tersebut. Hal itu bertentangan dengan Pasal 7 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 136/PMK.05/ 2016 tentang Pengelolaan Aset pada Badan Layanan Umum.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf I Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Advertisement