Mengenal Sosok Meri Susanti, 'Martir Literasi' yang Berjiwa Sosial

Melalui beragam inovasi dan pergerakan sosial, Meri terus berupaya menyediakan bahan bacaan aplikatif kepada masyarakat.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 05 Jun 2023, 19:00 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2023, 19:00 WIB
Pustakawan Beprestasi
Melalui beragam inovasi dan pergerakan sosial, Meri terus berupaya menyediakan bahan bacaan aplikatif kepada masyarakat. (Liputan6.com/ Dok Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Meri Susanti gelisah, pandemi Covid-19 yang melanda kemarin membuatnya sadar, kondisi lingkungan sedang tidak baik-baik saja. Ia melihat di sekelilingnya, anak-anak yang belajar dari rumah lebih kerap memakai Android untuk bermain game ketimbang belajar atau mengerjakan PR. Tidak hanya anak-anak tetangga, buah hatinya yang duduk di bangku SD pun demikian.

Ia pun memanfaatkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Syahmi yang didirikannya secara swadaya di rumahnya sekitar lima tahun lalu. Sebenarnya, TBM Syahmi pada awalnya fokus menjadi tempat anak belajar membaca Al-Qur’an secara gratis.

"Karena pandemi Covid-19, saya berinisiatif menyediakan koleksi buku secara swadaya untuk dibaca oleh anak-anak di TBM Syahmi," ujar perempuan kelahiran Betungan, 12 September 1982 ini.

Tidak cuma membuka Taman Bacaan di rumahnya yang berada di Kota Bengkulu, Ibu dari tiga anak ini juga mengadakan kegiatan Aquarium Literasi. Kebetulan pada saat yang bersamaan, ia bersama dengan suaminya membudidayakan ikan cupang.

Melalui Aquarium Literasi, anak-anak yang datang ke TBM Syahmi bisa mendapatkan ikan cupang di dalam akuarium. Syaratnya, mereka menceritakan kembali buku yang sudah dibaca. Beragam buku ada di tempat ini, buku agama, sains, buku anak, dan sebagainya.

"Tidak hanya anak-anak yang datang, ibu-ibu juga datang, biasanya menemani anaknya membaca dan ibu-ibu juga ikut membaca," ucap Meri.

Jika saat pandemi Covid-19, TBM Syahmi bisa buka setiap hari. Namun, kini menyesuaikan waktu Meri dan suaminya.

Sebagai pustakawan di Universitas Muhammadiyah Bengkulu, jam kantor Meri seperti kebanyakan orang dari Senin sampai Jumat. Demikian pula dengan Syahril, suaminya, yang juga seorang pustakawan dan bekerja sebagai Kepala Perpustakaan di UIN Fatmawati Soekarno Bengkulu.

Saat ini TBM Syahmi Bengkulu buka pada akhir pekan dan hari libur. Meri bercerita, anak-anak sekitar rumah sudah mengintip-intip dari pagar rumah setiap Sabtu dan Minggu.

"Mereka sudah minta hadiah lagi untuk membaca dan bercerita ulang," tutur Meri yang menjadi finalis Pustakawan Berprestasi Nasional 2023 pilihan Perpusnas.

Untuk jam buka TBM Syahmi sangat fleksibel. Artinya, menyesuaikan kegiatan Meri dan suaminya. Ia tidak menampik pada akhir pekan kerap dapat undangan datang ke pernikahan. Jika sudah demikian, maka TBM Syahmi buka pada pagi hari, lalu tutup sebentar siang hari, dan kembali dibuka pada sore hari.

Aksi sosial di bidang literasi Meri tidak hanya di rumahnya saja. Ia juga punya kegiatan yang diberi nama Buka Lapak Literasi Membaca.

Bersama dengan suaminya, ia datang ke tempat wisata dan membuka lapak membaca di kawasan itu. Koleksi buku dua boks dibawa ke Pantai Berkas di Kota Bengkulu.

"Kami mengajak pengunjung wisata di Bengkulu untuk membaca, anak-anak yang bermain di pesisir pantai kami ajak bercerita," kata Meri.

Biasanya lapak dibuka pada akhir pekan sore. Namun, tidak bisa dipastikan waktu tepatnya. Lagi-lagi jam buka menyesuaikan jam aktivitas Meri dan suaminya.

"Seikhlasnya kami buka, fleksibel," ucapnya.

Tempat yang digunakan sebagai spot membaca adalah di bawah batang kayu yang teduh.

Datang ke tempat wisata dengan membawa boks berisi buku juga sempat membuat Meri dianggap sebagai pedagang. Pernah ada wisatawan hanya melihat dari kejauhan.

Mereka ragu untuk mendekati lapak buku Meri.

"Dia mendekat dan bertanya kepada saya, berapa harganya, saya bilang tidak dijual, tetapi kalau mau baca di sini boleh," tuturnya.

Meri juga aktif di kegiatan sosial literasi di daerah Kampung Melayu. Sebagai pustakawan perguruan tinggi ia berkolaborasi dengan BKKBN menginisiasi pengelolaan perpustakaan kelurahan kampung sejahtera.

Kampung Melayu menjadi kampung rintisan pendiri taman bacaan masyarakat. Karang taruna digerakkan untuk mengelola perpustakaan.

"Kami mengajarkan kepada pemuda seperti apa cara mengelola perpustakaan keluarahaan sesuai dengan standar yang di keluarkan oleh perputaskaan nasional," ujar Meri.

 

Literasi Informasi UM Bengkulu

 

Bekerja sebagai pustakawan bukan berarti hanya duduk-duduk di perpustakaan menunggui pemustaka untuk membaca buku-buku di perpustakaan. Meri berpendapat saat ini pustakawan juga bisa mengajar melalui kelas literasi.

Di kelas ini ia mengajarkan e-resources mencari sumber digital yang bisa digunakan untuk membantu menyelesaikan skripsi dan tesis.

Kelas ini dibuka sejak 2018. Ketika itu, ia sempat mengikuti pelatihan di Yogyakarta.

"Kondisi di Bengkulu tidak sama dengan Jawa, masih hal yang baru," kata Meri.

Ia tidak menyangkal secara nasional minat baca menurun. Hal itu juga terjadi di Bengkulu.

Keberadaan smartphone menjadi penyebabnya. Orang lebih suka bermain game ketimbang membaca.

Oleh karena itu, sebagai pustakawan UM Bengkulu ia tidak hanya menyediakan koleksi literasi yang dicetak, melainkan juga bertransformasi lewat alat digital sebagai sumber referensi.

"Kami juga mengedukasi petani bagaimana mencari bibit unggul, mencari solusi mengatasi hama, lewat media digital YouTube," tuturnya.

Ia ingat kejadian saat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi beberapa waktu lalu. Peternak panik dan memotong sapinya, ibu-ibu juga panik.

Meri tidak tinggal diam. Ia memberikan informasi kepada petani dan ibu-ibu untuk mencegah PMK pada sapi-sapi mereka.

Ia membantu mencari cara pencegahan lewat YouTube dan menginformasikannya kepada mereka.

"Alhamdulillah, tiga sapinya selamat," ucapnya.

Peran pustakawan di masyarakat juga semakin terasa ketika saat Lebaran lalu Meri merekomendasikan kepada orang untuk tidak menjual sapi utuh. Ia mendorong orang menjual sapi per bagian agar lebih untung dan membantu mempromosikan pre order (PO) lewat media soial.

"Saat potong sapi, semua bagian laku, kami bantu promosinya," kata Meri.

Jika ditarik ke belakang, sebenarnya Meri tidak pernah berpikir untuk menjadi pustakawan. Semula ia ingin kuliah di jurusan Hukum Universitas Bengkulu dan tidak lolos. Keinginan Meri saat itu adalah kuliah di Universitas Bengkulu.

"Akhirnya saya pilih D3 Perpustakaan, yang penting kuliah di Universitas Bengkulu," ujarnya.

Sebelum lulus, ia sudah mengabdi di perpustakaan Fakultas MIPA Universitas Bengkulu. Di sinilah kecintaannya terhadap perpustakaan muncul.

Kemudian ia meneruskan pendidikannya untuk meraih gelar sarjana di Universitas Terbuka jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi.

Menurut Meri, pustakawan harus berperan aktif, berinovasi,berjejaring, dan kreatif. Posisi pustakawan mirip dengan tenaga pendidik, bahkan pustakawan memiliki keunggulan karena bisa menguasai beberapa bidang ilmu sekaligus.

"Kebetulan S2 saya ambil manajemen, jadi ilmunya mendukung peran saya sebagai pustakawan," kata asesor akreditasi perpustakaan di Bengkulu ini.

Pustakawan kerap tidak menarik di mata orang, oleh karena itu sering mengedukasi mahasiswa perpustakaan.

"Ketika ambil jurusan ini, mungkin terpaksa, tidak mengakui jurusan perpustakaan ngakunya jurusan fisipol, tapi sekarang perpustakaan ini jurusan unik," ucap Meri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya