Restorasi Lahan Gambut melalui Agroforestri di Hari Lahan Basah Sedunia

Pemulihan lahan gambut di kawasan hutan produksi yang dikelola masyarakat melalui skema perhutanan sosial.

oleh Tim Regional diperbarui 03 Feb 2024, 11:09 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2024, 22:41 WIB
Pemulihan lahan gambut di kawasan hutan produksi. (Liputan6.com/ ist)
Pemulihan lahan gambut di kawasan hutan produksi. (Liputan6.com/ ist)

Liputan6.com, Jambi - Keberadaan lahan gambut sangat penting bagi upaya global untuk memerangi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan, kemudian dalam upaya transisi menuju masyarakat rendah karbon, menurunkan suhu lingkungan di daerah sekitar serta manfaat lainnya.

Pemulihan lahan gambut di kawasan hutan produksi yang dikelola masyarakat melalui skema perhutanan sosial seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm) sangat berpotensi memberikan kontribusi yang menjanjikan dalam mencapai target Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.

Belantara Foundation bersama Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) Wono Lestari yang didukung oleh One Tree Planted, Jejakin dan APP Group mengembangkan program proteksi dan restorasi lahan gambut melalui agroforestri di wilayah perhutanan sosial yaitu HKm seluas 93 ha di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.

Wilayah ini juga berdampingan dan berdekatan dengan Hutan Lindung Gambut Londrang yang merupakan bagian dari salah satu kawasan hidrologi gambut penting di Provinsi Jambi.

Pada 2018, Gapoktanhut Wono Lestari di wilayah tersebut telah memperoleh izin pengelolaan HKm selama 30 tahun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

HKm adalah hutan negara yang dikelola masyarakat dengan skema perhutanan sosial, yang pemanfaatannya ditujukan untuk pemberdayaan dan penguatan masyarakat lokal dengan memberikan hak kepada mereka dalam menggunakan lahan secara lestari dan berkelanjutan.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna mengatakan bahwa melalui skema perhutanan sosial, masyarakat lokal di Indonesia dapat memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan, yang secara bersamaan dapat berkontribusi dalam memulihkan kawasan hutan.

"Skema ini menawarkan kondisi yang memungkinkan untuk restorasi lahan gambut jangka panjang, tidak hanya selaras dengan agenda global dalam mitigasi perubahan iklim tetapi juga mampu mendorong peningkatan sosial ekonomi masyarakat lokal secara berkelanjutan," katanya.

Salah satu metode yang dapat mendukung pemulihan lahan gambut terdegradasi berbasis masyarakat adalah dengan menanam pohon menggunakan jenis tanaman yang banyak manfaatnya atau MPTS (multi-purpose tree species).

Spesies-spesies tanaman multi manfaat menyediakan banyak manfaat pada lahan yang terbatas, antara lain sebagai sumber pangan, membantu dalam mengatur hidrologi, meningkatkan biomassa, memperbaiki kualitas tanah dan meningkatkan produktivitas lahan terdegradasi.

Implementasi program ini meliputi penyiapan dan penguatan kapasitas kelompok masyarakat, lahan siap tanam, penanaman dan perawatan bibit tanaman multi manfaat sebanyak lebih kurang 16.712 bibit pada lahan seluas 30 hektar, lalu pembangunan kebun bibit dan pondok kerja, serta dukungan monitoring dan evaluasi program.

"Sejauh ini, bibit tanaman multi manfaat yang telah ditanam antara lain pinang, nangka, jengkol dan kopi liberika," ujarnya.

 

 

Manfaatkan Lahan Gambut

Senada dengan Dolly, Ketua Gapoktanhut Wono Lestari, Riyanto mengatakan bahwa program agroforestri yang dilakukan bersama Belantara Foundation ini dapat membantu masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan lahan gambut yang terdegradasi secara lestari dan berkelanjutan untuk pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

"Semoga program ini dapat memberikan manfaat dan berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat di desa kami," katanya.

Sementara itu, Chief Sustainability Officer APP Group, Elim Sritaba menegaskan sektor swasta memiliki kewajiban untuk mendukung berbagai upaya pencapaian sasaran FOLU Net Sink 2030 salah satunya melalui program pemulihan ekosistem termasuk lahan gambut.

Hari Lahan Basah Sedunia atau World Wetlands Day diperingati pada tanggal 2 Februari setiap tahunnya. Hal ini diadopsi dari perjanjian internasional tentang perlindungan dan pelestarian lahan basah di seluruh dunia, atau lebih dikenal dengan Konvensi Ramsar.

Perjanjian ini disepakati dan ditandatangani pada tanggal 2 Februari 1971 di Kota Ramsar, Iran. Sejauh ini, terdapat 172 negara di seluruh dunia yang menjadi anggota Konvensi Ramsar.

Tema global Hari Lahan Basah Sedunia tahun 2024 adalah Wetlands and Human Wellbeing. Tema ini menyoroti dan mengajak bahwa akan pentingnya perlindungan dan pengelolaan ekosistem lahan basah secara lestari dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lahan basah sendiri terjadi dimana air bertemu dengan tanah. Beberapa contoh dari lahan basah antara lain bakau, rawa-rawa, sungai, danau, delta, daerah dataran banjir, sawah dan terumbu karang serta lahan gambut.

 

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya