Pilkada Serentak, Trik Cerdas Memilih Pemimpin

Seorang yang tidak memiliki landasan memimpin yang kuat akan tidak memiliki arah yang jelas dalam kepemimpinannya.

oleh Tim Regional diperbarui 13 Mei 2024, 09:01 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2024, 21:17 WIB
[Bintang] Golput Itu Nggak Keren! Biar Suaranya Sah, Begini Cara Nyoblos di Pilkada Serentak 2018
Jangan sampai suara kamu malah tidak sah, begini cara nyoblos di Pilkada Serentak 2018 yang benar. (Ilustrasi: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pemuda Mandiri Peduli Rakyat Indonesia (PMPRI) mengajak generasi milenial atau Gen Z agar lebih cerdas dalam memilih calon kepala daerah yang akan bertarung pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar pada November 2024.

Seperti halnya ajang kontestasi politik pemilihan kepala daerah di Kota Bekasi. Fenomena istilah politisi kutu loncat menjadi trend tersendiri menyusul dengan beredarnya gambar bakal calon Wali Kota Tri Adiyanto tempak memakai tiga seragam partai yakni Golkar, PAN dan PDI Perjuangan.

Ketua Umum PMPRI Rohimat menilai bila dilihat dari strategi politik yang pragmatis dan oportunis, perpindahan seorang kader partai ke partai lain adalah hal yang lumrah, dan diperbolehkan.

"Hanya saja jika dilihat dari sisi etika politik sangatlah tidak elok," ujarnya.

Seperti diketahui, pada pilkada 2018 silam, cawalkot incumbent Rahmat Effendi menggandeng Tri Adhianto yang saat itu menjabat sebagai Kadis Bina marga Kota Bekasi untuk mendampinginya sebagai calon Wakil Wali Kota. 

Bahkan saat itu Tri sempat masuk sebagai kader Golkar. Namun karena jumlah kursi Golkar di DPRD untuk mengusung Pepen-Tri itu tidak memenuhi kuota, maka Tri akhirnya maju mendampingi Pepen masuk lewat Partai Amanat Nasional (PAN). Setelah terpilih jadi Wakil Wali Kota, Tri meninggalkan PAN dan bergabung dengan PDI Perjuangan (PDIP).

"Alhasil, ia menduduki posisi bergengsi yakni sebagai Ketua DPC PDIP Kota Bekasi," jelasnya.

Selain itu kata dia, dampak bagi partai yang diisi oleh seorang kutu loncat adalah rusaknya sistem kaderisasi partai, karena seorang bisa menduduki sebuah posisi tanpa melewati jenjang kaderisasi yang ada. Selain itu akan melahirkan kecemburuan politik terhadap kader yang telah lama membesarkan partai.

Menurutnya, kader partai kutu loncat biasanya miskin ideologi. Tak bisa di pungkiri bahwa ideologi adalah landasan berpikir, bertindak, memandang dan memutuskan dari seorang pribadi. Bila seseorang tidak memiliki ideologi, akan sangat mudah baginya untuk digoyang atau tidak konsisten akan kebijakannya.

Seorang yang tidak memiliki landasan memimpin yang kuat akan tidak memiliki arah yang jelas dalam kepemimpinannya. Ibarat seorang nakhoda kapal, ideologi adalah peta dan kompas.

Lebih lanjut, seorang politisi kutu loncat bila sudah dibesarkan oleh sebuah partai, diberikan berbagai fasilitas dan bahkan jabatan strategis, namun ia memilih meninggalkan partainya atau berkhianat dari partainya untuk mencapai sebuah tangga keberhasilan yang lebih tinggi.

"Sederhana saja bila partai politik yang membenarkannya saja dengan mudah ia khianati, apalagi rakyat? bisa jadi ia akan lebih dengan mudah mengkhianati amanah rakyat," tandasnya.

Oleh karena itu, Rohimat mengimbau kepada generasi muda agar mewaspadai dengan hadirnya politisi kutu loncat yang ikut berkontestasi pada Pilkada Kota Bekasi mendatang.

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya