Mengenal Tradisi dari Pasaman Barat yang Menyimpan Kearifan Lokal

Tradisi ini merupakan contoh nyata bentuk gotong royong dalam masyarakat yang perlu dilestarikan, khususnya kepada generasi milenial agar mereka peduli akan tradisi budaya yang ada.

oleh Novia Harlina diperbarui 21 Nov 2024, 01:00 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2024, 01:00 WIB
Kue apam. (Liputan6.com/ MURI)
Kue apam. (Liputan6.com/ MURI)

Liputan6.com, Pasaman Barat - Tradisi maapam di Pasaman Barat, Sumatera Barat merupakan tradisi memasak atau membuat apam yang kemudian dibagikan kepada masyarakat dan hanya dilakukan pada bulan-bulan khusus, seperti menyambut bulan suci Ramadan dan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Dilansir dari muri.org, tradisi ini merupakan contoh nyata bentuk gotong royong dalam masyarakat yang perlu dilestarikan, khususnya kepada generasi milenial agar mereka peduli akan tradisi budaya yang ada.

Berikut adalah beberapa alasan mengapa Maapam menjadi tradisi yang masih dilestarikan dirangkum dari berbagai sumber:

1. Makna dan Sejarah Tradisi Maapam

Tradisi Maapam merujuk pada kegiatan memasak apam, sejenis kue tradisional yang berbahan dasar tepung beras, santan, dan gula aren.

Tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang dan diwariskan secara turun-temurun. Maapam menjadi bukti nyata bagaimana masyarakat Pasaman Barat menjaga warisan leluhur sebagai bagian dari kebudayaan yang kaya dan unik.

Pelaksanaan tradisi ini masih mempertahankan cara-cara tradisional yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Dalam tradisi Maapam, kaum ibu menjadi tokoh utama yang mempersiapkan dan memasak apam.

Prosesnya sarat dengan kebersamaan, penuh kehangatan, dan menjadi momen penting untuk mempererat hubungan sosial dalam masyarakat.

2. Waktu dan Pelaksanaan Tradisi Maapam

Tradisi Maapam dilaksanakan setahun sekali, tepatnya pada bulan Rajab. Pada bulan ini, masyarakat Pasaman Barat mulai memasak apam, baik secara individu maupun berkelompok.

Aktivitas ini biasanya dilakukan di ruang terbuka, karena proses memasak menggunakan tungku tradisional dengan bahan bakar daun kelapa kering yang menghasilkan asap cukup banyak.

Bahan-bahan yang digunakan sangat sederhana dan mudah diperoleh, seperti tepung beras yang telah dihaluskan, santan kelapa, garam, gula pasir, serta pemanis alami seperti gula aren.

Semua bahan tersebut diolah dengan teknik tradisional menggunakan alat-alat sederhana, menjadikan tradisi ini tetap autentik hingga kini.

3. Makna Sosial dan Kebersamaan

Tradisi Maapam bukan sekadar kegiatan memasak, tetapi juga sarana untuk menjaga hubungan sosial dan mempererat silaturahmi. Proses memasak dilakukan bersama-sama, dengan ibu-ibu yang saling membantu dan bercengkerama sambil menyiapkan bahan-bahan. Suasana penuh keakraban ini menciptakan kebahagiaan dan rasa persatuan di tengah masyarakat.

Setelah apam selesai dimasak, kue tersebut biasanya disantap bersama-sama atau dibagikan kepada tetangga, kerabat, serta anggota keluarga, baik yang berada di dekat maupun yang jauh. Tradisi berbagi ini semakin memperkuat ikatan sosial dalam komunitas Pasaman Barat.

 

4. Nilai Filosofis dan Fungsi Tradisi Maapam

Tradisi Maapam memiliki nilai filosofis yang mendalam, di antaranya sebagai bentuk penghormatan kepada arwah anak-anak yang telah meninggal, sebuah kepercayaan yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Pasaman Barat.

Selain itu, tradisi ini memperkuat solidaritas sosial melalui kebersamaan dalam memasak apam, menciptakan semangat gotong-royong yang menjadi landasan keharmonisan hidup bermasyarakat.

Maapam juga menjadi momen penting untuk menjalin silaturahmi, mempererat hubungan antar keluarga dan tetangga, serta menjaga persaudaraan dalam komunitas. Lebih dari itu, tradisi ini merupakan upaya melestarikan budaya lokal yang diwariskan leluhur agar tetap hidup dan tidak punah, sekaligus mencegah pengakuan dari pihak lain, termasuk negara asing.

5. Upaya Pelestarian Tradisi Maapam

Menyadari pentingnya tradisi ini, pemerintah Pasaman Barat terus berupaya melestarikan Maapam agar tetap menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat setempat. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mendaftarkan Maapam sebagai budaya non-benda yang dilindungi secara nasional.

Selain itu, upaya pelestarian juga diarahkan kepada generasi muda agar mereka turut mengenal, menghargai, dan melanjutkan tradisi ini.

Diharapkan, melalui pendidikan budaya dan promosi di tingkat lokal maupun nasional, tradisi Maapam tetap terjaga keberadaannya di tengah arus modernisasi.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya