Kasus Pencurian Kayu Sono Brith di Gunungkidul Berakhir dengan Restorative Justice

Kasus pencurian lima batang kayu langka jenis Sono Brith di hutan milik negara Paliyan berakhir dengan pendekatan restorative justice. Polres Gunungkidul memfasilitasi mediasi antara pelapor dan tersangka, M, yang merupakan tulang punggung keluarga.

oleh Hendro Diperbarui 24 Jan 2025, 21:00 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2025, 21:00 WIB
Mediasi BDH Paliyan oleh Polres Gunungkidul
Pertemuan mediasi antara pihak kepolisian dan masyarakat untuk menyelesaikan kasus pencurian kayu langka secara damai.... Selengkapnya

Liputan6.com, Gunungkidul - Belakangan ini, masyarakat ramai memperbincangkan kasus pencurian yang melibatkan lima batang kayu langka jenis Sono Brith. Kasus ini terjadi di hutan milik negara yang dikelola oleh Badan Daerah Hutan (BDH) Paliyan. Kepada pelaku, sesuai undang-undang telah dijerat dengan Pasal 82,  dengan ancaman hukuman penjara paling lama lima tahun. Namun, proses hukum ini berakhir dengan pendekatan restorative justice (RJ).

Setelah kasus ini menjadi viral, Polres Gunungkidul mengambil langkah mediasi dengan pihak BDH Paliyan untuk mencari solusi hukum yang lebih damai bagi tersangka M. Langkah ini diambil untuk menghindari proses hukum yang lebih panjang dan rumit.

Kapolres Gunungkidul, AKBP Ary Murtini, menyampaikan bahwa pendekatan restorative justice dipilih untuk mengedepankan solusi damai yang melibatkan semua pihak terkait. Langkah yang diambil ini untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan. "Kami memfasilitasi pertemuan antara pelapor dan terlapor, dan kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan kasus ini secara damai melalui restorative justice," ungkap Ary.

Menurut Kapolres, menambahkan bahwa pelapor telah mencabut laporannya dan bersedia memberikan kesempatan kepada tersangka untuk memperbaiki diri. Kesepakatan ini juga melibatkan keluarga tersangka, tokoh masyarakat, dan perwakilan dari pihak Perhutani.

Pelapor memahami kondisi tersangka yang merupakan tulang punggung keluarga. Kami berharap penyelesaian ini menjadi pelajaran bersama untuk menjaga keharmonisan antara masyarakat dan lingkungan. Ia juga menegaskan bahwa mekanisme Restorative Justice tidak mengurangi nilai penegakan hukum, melainkan menjadi pendekatan yang lebih humanis dan kontekstual. Langkah ini sejalan dengan kebijakan Polri yang mengutamakan keadilan sosial dan kemanusiaan.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta, Benny Silalahi, juga menyatakan dukungannya terhadap langkah ini sebagai upaya untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan masyarakat sekitar hutan. "Kami tetap menegaskan pentingnya menjaga kawasan hutan untuk keberlanjutan lingkungan. Namun, dalam kasus ini, kami memilih jalur damai karena tersangka menunjukkan itikad baik, dan kami berharap kejadian seperti ini tidak terulang," jelas Benny.

Ia juga menegaskan bahwa Perhutani akan meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kawasan hutan demi kelestarian lingkungan. Diharapkan masyarakat Gunungkidul semakin sadar akan pentingnya menjaga hutan dan lingkungan, serta memahami bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan tanpa menimbulkan dampak yang lebih luas. "Penyelesaian seperti ini adalah bentuk pendekatan hukum yang humanis. Kami ingin masyarakat paham bahwa hukum tidak hanya soal hukuman, tetapi juga soal pemulihan hubungan sosial," kata Beni.

Sebelumnya, dalam keterangan pers yang disampaikan oleh Kapolsek Paliyan, AKP Ismanto, kronologi kejadian mengungkapkan bahwa pencurian tersebut terjadi pada hari Rabu, 25 Desember 2024. Tersangka, yang berinisial M, berhasil diamankan oleh petugas patroli BDH Paliyan dan kemudian dilaporkan ke Mapolsek Paliyan.

Setelah menerima laporan, anggota Polsek segera mendatangi lokasi kejadian untuk meminta keterangan dari pelaku dan mengamankan sejumlah barang bukti yang ditemukan di tempat tersebut. Barang bukti yang berhasil diamankan terdiri dari lima potong kayu dan alat pemotong yang digunakan oleh tersangka."Tersangka M ini melakukan aksinya dengan modus menunggu saat petugas kehutanan lengah. Kami berhasil mengamankan barang bukti berupa lima potong kayu dan alat pemotong dari tangan tersangka." Kata Kapolsek dalam keterangan Persnya.

Kepada tersangka, akan dijerat dengan UU KUHP 82 ayat (1) huruf b jo pasal 12 huruf b atau pasal 83 ayat (1) huruf b jo pasal 12 huruf e atau pasal 84 ayat (1) jo pasal 12 huruf f Undang-Undang RI No. 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan sebagaimana diubah dengan undang-undang Nomor 6 tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomer 2 tahun 2022 tentang cipta kerja menjadi Undang-undang jo pasal 37 Undang-undang RI No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya