Liputan6.com, Jakarta - Ini Senin pagi tapi ku tak masuk sekolah
Maklum pacarannya sama yang udah kuliah
Baca Juga
Tapi sebentar pager berbunyi
Advertisement
Maklum dong anak masa kini
Tidiiit…pagerku berbunyi, tidiit tidiit begitu bunyinya…
Siapa yang belum pernah mendengar lagu rap Sweet Martabak berjudul Tididit itu? Pada era 90-an, musik rap bernada tari kejang yang masuk bersamaan dengan kultur Hip Hop di Indonesia itu selalu nongol dalam chart tangga lagu terpopuler tanah air. Video klip lagunya bahkan kerap diputar di MTV dan dinanti-nantikan banyak orang kala itu. Tapi bukan itu yang mau diulas, ada yang lebih menarik dari lirik lagunya jika mau ditelisik, yaitu ‘pager’ dan kata-kata: maklum dong anak masa kini.
Pager atau dalam Bahasa Indonesia disebut ‘penyeranta’ atau ada juga yang menyebutnya dengan radio panggil, merupakan alat telekomunikasi pribadi berupa penyampai dan penerima pesan pendek satu arah. Saking pendeknya, pesan yang disampaikan bahkan terbatas hanya beberapa karakter. Tapi di zaman pra-ponsel, pager menjadi simbol ‘anak gaul’, trendi dan anak masa kini.
Cara kerja pager secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut. Pertama, yang dilakukan pelanggan adalah menghubungi operator pager menggunakan telepon rumah. Kemudian beri tahu operator nomor ID pager yang akan dituju. Lalu ucapkan pesan yang akan disampaikan kepada operator. Operator lalu akan mengulangi pesan yang akan disampaikan sebelum mengirimnya ke pager tujuan. Pager akan memberitahu pengguna bahwa ada pesan masuk melalui bunyi yang khas 'bip!' maupun dengan getaran dan cahaya. Pesan yang masuk lalu akan ditampilkan di layar pager.Â
Pager sendiri memiliki banyak jenis, antara lain pager satu arah, yaitu hanya dapat menerima pesan. Pager respons yaitu dapat menerima, membalas, dan mengirim pesan. Ada juga pager dua arah, yaitu dapat menerima, membalas, dan mengirim pesan. Ada juga pager alfanumerik, dapat mengirim pesan dengan angka dan kata. Radio panggil numerik, tipe pager yang paling sederhana, dan radio alfanumerik, dapat mengirim pesan tulisan dan email.
"Biasanya dibawa-bawa diselipin di gesper, itu udah keren banget di zamannya," kata Rudi, anak Gen X kepada Liputan6.com.
Rudi menyebutkan, tidak semua anak muda 90an memiliki pager, entah karena faktor ekonomi karena harus membeli yang pada saat itu harganya tidak murah, atau mungkin memang tidak mau menggunakannya karena dianggap merepotkan.
"Sebagian anak muda pada saat itu ya, menganggap, pakai pager justru malah merepotkan. Ada pesan orangtua mungkin, dari pacar, sementara anak-anak muda kan pengennya bebas, main pulang malam ngabarinnya cukup di telepon, atau bilang dari paginya," katanya.
Lina, anak milenial pengguna pager pada zamannya menuturkan, yang teringat dari pager adalah suara bip-bipnya yang khas, dan itu terlihat keren saat kita baca pesan masuk.
"Kesannya kekinian banget," katanya sambil tertawa.
Tapi yang lebih teringat dari pager adalah pesan dari pacar, menanyakan kamu dimana, memberi perintah untuk menelepon, dan yang paling seru, katanya, adalah ledek-ledekan dan memberikan kata-kata romantis meski cuma satu atau dua kata saja.Â
Meski begitu, pager bagi anak-anak di zamannya justru dianggap menjadi seperti 'pet locater collar', kalung kucing bagi orangtua untuk mendeteksi anaknya ada di mana. Sehingga banyak yang menganggap, selain merepotkan, selalu 'diintai' dan ditanyakan orangtua saat sedang nongkrong tentu saja tidak mengenakan.  Â
Pager pada masa 90an memang menjadi simbol kekinian, sebelum akhirnya meredup tertimbun krisis moneter. Pada masa kejayaannya, sebelum telepon genggam masuk, perangkat komunikasi berbentuk mungil itu menjadi primadona di Indonesia dengan penggunanya mencapai 800.000 orang. Namun bak bintang jatuh, pada 1997, popularitas pager sebagai simbol anak muda kekinian langsung meredup, jumlah penggunanya anjlok menjadi hanya 200.000 orang. Â Â Â Â Â
Perjalanan pager sebagai alat telekomunikasi kekinian di Indonesia sebenarnya punya ‘start’ yang bagus. Tercatat pada 1992, pengguna pager melonjak tajam dari hanya 24.000 menjadi ratusan ribu hingga 1997. Jumlah operator pun ikut meroket, dari hanya 3 operator pada 1992, menjadi 75 operator pada 1996. Kehadiran banyak operator pager itu membuktikan betapa besarnya minat Masyarakat kala itu dengan pager.
Namun, masa kejayaan ini tak berlangsung lama. Krisis ekonomi 1997-1998 di Indonesia menjadi pukulan telak bagi industri pager. Banyak operator yang gulung tikar atau diakuisisi oleh perusahaan lain. Bukan cuma itu, faktor lainnya yang lebih membuat pager mati terkapar adalah masuknya teknologi telepon seluler, alat komunikasi yang lebih canggih dan menawarkan komunikasi dua arah. Apalagi harga perangkat pager saat itu juga semakin mahal, sehingga akhirnya banyak ditinggalkan.
Jika menilik sejarahnya, sebelum menjadi tren di Indonesia, pager ternyata sudah ada sejak lama. Multitone Electronic menemukan pager pada 1956 di Rumah Sakit St. Thomas, London. Ada yang bilang, awalnya, pager digunakan dokter untuk keperluan darurat. Namun, beberapa sumber lain menyebutkan penemuan pager terjadi lebih awal, pada 1921, dan dipatenkan pada 1949 oleh Alfred J. Gross. Pada awalnya, pager hanya digunakan oleh petugas publik seperti polisi, pemadam kebakaran, dan rumah sakit. Penggunaan pager oleh publik baru dimulai pada 1958.
Motorola, raksasa teknologi asal Amerika Serikat, turut berperan besar dalam perkembangan pager. Pada 1959, Motorola mulai memproduksi pager dan meluncurkan produk pertamanya, Motorola Pageboy I, pada tahun 1964. Pager mencapai puncak popularitasnya secara global pada tahun 1980-an dan 1990-an, dengan jumlah pengguna mencapai 61 juta pada tahun 1994. Tren ini juga diikuti oleh Indonesia.
Di Indonesia, sistem pengiriman pesan pager melibatkan operator yang menerima pesan melalui telepon dan meneruskannya ke penerima melalui frekuensi radio. Pager di Indonesia juga dibedakan berdasarkan jangkauan, yaitu jarak dekat (biasanya digunakan oleh instansi tertentu) dan jarak jauh (untuk publik). Hal ini menunjukkan adanya adaptasi teknologi pager terhadap kebutuhan masyarakat Indonesia. Seiring dengan penambahan jumlah pengguna pager pada masa kejayaannya, jumlah Perusahaan operatornya pun turut bertambah.
Perusahaan Operator Pager di Indonesia
Starko (PT Motorollain Corporation)
PT Motorollain bisa dibilang sebagai pionir dari sistem penyeranta di Indonesia. Berdiri pada 1976, PT Motorollain awalnya hanya beroperasi di Jakarta saja secara lokal, namun seiring waktu pemerintah memberikan izin untuk meluaskan wilayah operasinya secara nasional, mencakup 18 kota, antara lain Jakarta, Medan, Batam, Palembang, Lampung, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Balikpapan, Manado, dan Makassar.
Selain menjadi operator pager, PT Motorollain juga menjadi agen tunggal dari perangkat penyeranta merek Motorola yang populer di Indonesia pada saat itu. Operasi dari Starko awalnya cukup terbatas karena hanya populer di kalangan tenaga medis, dan baru pada 1992 perusahaan ini mendapatkan keuntungan. Memasuki pertengahan 1990-an operasional Starko terus meningkat, mencapai 115.000 pengguna. Bukan tanpa sebab, selain sebagai penyerenta, Starko juga menawarkan layanan berita dan informasi valuta asing dan harga emas.
Starpage (PT Duta Pertiwi Sentosa)
Starpage berdiri pada pertengahan 1985, dan baru benar-benar mendapat pengguna yang masif pada 1990-an sehingga bisa meluaskan operasionalnya. Dalam masa kejayaan pager, PT Duta bisa meraih 150 pelanggan baru per bulan, memiliki 65.000 pelanggan dan memiliki operasional di beberapa kota besar Indonesia seperti Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, Denpasar, Batam, Lampung, Cirebon, Makassar, Jakarta, dan Bogor.
Namun seiring dengan krisis ekonomi dan mulai meningkatnya popularitas telepon genggam, pengguna jasa Starpage semakin melorot, dari 80.000 pengguna pada 1997, menjadi 16.000 pada 2001, serta pendapatannya menurun dari Rp2 Miliar (1997) menjadi hanya Rp500 juta (2001). Untuk mengatasi hal ini, pihak Starpage terpaksa melakukan PHK karyawannya pada 2001.Â
Indolink (PT Indolink First Pacific)
Berdiri pada 1994, perusahaan operator pager ini langsung meraup 40.000 pengguna layanannya pada 1996. Pasar utamanya berada di Pulau Jawa, antara lain Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung, ditambah kota Samarinda. Pada tahun itu juga, Indolink diakuisisi oleh pengelola Starpage, PT Duta Pertiwi Santosa. Walaupun demikian, seiring waktu, pengguna Indolink pun makin menyusut.
SkyTel (PT Skytelindo Services)
SkyTel menjadi salah satu perusahaan operator pager di Indonepsia yang berbentuk perusahaan patungan dengan perusahaan asing. Antara lain Kedaung Group (lewat PT Infokom Primanusa) sebesar 51% saham, Singapore Telecom 30%, dan Mobile Telecommunication International AS 19%. Sistem penyerentanya diberi nama SkyTel dan diluncurkan pada 28 Juli 1993. Modal yang disiapkan adalah US$ 8,1 juta, dan pada 1997 sudah berada di posisi kedua dengan 86.000 pelanggan terbanyak, serta beroperasi di banyak kota besar di Jawa ditambah Batam dan Medan.
Sisi menarik Skytel adalah layanan berita dari sejumlah surat kabar yang dikirim dengan penyeranta, layanan mengirim pesan ke 6 kota di Indonesia secara gratis bernama SkyZone, dan layanan VSAT yang membuat pemakainnya bisa mengirim pesan dari luar negeri dengan gratis. Pada 2001, akhirnya SkyTel diakuisisi Starpage.
EasyCall (PT Telematrixindo)
Operator pager EasyCall merupakan yang pertama mendapatkan lisensi beroperasi nasional. Didirikan pada April 1992 dengan modal Rp1,2 miliar, merek EasyCall diluncurkan di Indonesia pada akhir 1993. Nama EasyCall bukan berasal dari Indonesia, melainkan awalnya dikenalkan pertama kali di Filipina pada 1988, dan selanjutnya di beberapa negara seperti Polandia, Malaysia, dan Finlandia. Mayoritas saham perusahaan ini dimiliki oleh Telstra Australia, lewat PT Finasindo Griyartha sebesar 75%, berpatungan dengan Koppostel. Pada 1997, tercatat perusahaan ini memiliki 55.000 pelanggan, menjadikannya operator terbesar keempat di Indonesia.
NusaPage (PT Persada Komindo)
Didirikan pada 1993, NusaPage beroperasi pada 1997 di Jabodetabek, Bandung dan Surabaya, dan mencatat 24.000 pelanggan. Pihak NusaPage menawarkan teknologi baru yang bernama "Flex" yang diklaim membuat baterai awet serta pesan lebih baik. NusaPage juga menjalin kerjasama dengan Garuda Indonesia sebagai penyelenggara sistem pager-nya.Pada 1997, perusahaan ini mengambilalih perusahaan saudaranya, yaitu NusaLink.
Telepage (PT Buana Bintang Bayu)
Berdiri dan mulai beroperasi pada 1995, awalnya perusahaan operator pager ini menargetkan pengguna 3.000 orang. Namun pada 1997, operator ini mencatat 14.000 pengguna dan operasionalnya ada di Yogyakarta, Jabodetabek, Medan, Bandung, Surabaya, Semarang dan Malang. Sebagian saham perusahaan ini dimiliki oleh operator telekomunikasi terbesar di Indonesia, Telkom dan perusahaan Rajawali Corporation, Telekomindo Primabhakti.
Metrotel (PT Selarasindo Mulia)
Baru diluncurkan pada 1996, setahun kemudian penggunanya sudah mencapai 12.000 orang, dan sudah beroperasi di beberapa kota besar di Pulau Jawa ditambah Dumai dan Pekanbaru. Di awal beroperasinya, perusahaan ini menjalin kerjasama dengan Bitnet Komunikasindo (perusahaan milik Elang Mahkota Teknologi), yang memungkinkan pengguna internet langsung mengirim pesan mereka menggunakan pager Metrotel tanpa bantuan operator, ditambah dengan fitur cek email otomatis yang membuat pengguna Metrotel tidak harus membuka komputer mereka beberapa kali. Fitur lain yang ditawarkan adalah "Cellular Link" yang membuat SMS dapat diterima di pager Metrotel. Metrotel menargetkan mereka akan menasional pada 1999. Perusahaan yang dimiliki oleh Centralindo Panca Sakti ini kemudian berhenti beroperasi pada 2002.
Personal (PT Hutchison Sewu)
Perusahaan ini didirikan pada awal 1996, sebagai patungan antara konglomerasi agrobisnis Gunung Sewu (42,5%) dan raksasa telekomunikasi Hong Kong, Hutchison Telecommunications (57,5%) yang pada saat itu merupakan operator pager terbesar di sana. Modal yang digelontorkan adalah US$ 8,6 juta. Target awal pasarnya adalah Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan target pelanggan 20.000 pada akhir 1996. Produknya dikenal dengan nama Personal ini pada tahun 1997, penggunanya mencapai 10.800 orang dan beroperasi di Jabodetabek, Bandung, Jember dan Surabaya. Selanjutnya, perusahaan ini kemudian beralih tangan ke pemilik Starpage, PT Duta Pertiwi Sentosa. Penggunanya bersama dengan Starpage dan Indolink pada 2001 tercatat sebesar 16.000.
Multipage (PT Raya Pertiwi Semesta)
Operasi perusahaan ini hanya terbatas di Jabodetabek saja. Didirikan pada 1993, perusahaaan ini dimiliki oleh Grup Lyman (milik pengusaha Susanta Lyman). Pada tahun 1997, perusahaan ini menjalin kerjasama dengan MBf Multifinance dan PT Investindo Nusa Permata dalam menyediakan kartu kredit bagi para penggunanya yang ditargetkan sebesar 8.000. Pada 1998 penggunanya sudah mencapai 55.000.
Â
Advertisement
Tergerus Perkembangan Zaman
Yang menarik dan berbeda di negara lain, penggunaan pager di Indonesia mencerminkan siklus hidup teknologi komunikasi itu sendiri yang berlangsung begitu cepat. Dimulai dengan periode pertumbuhan yang pesat, puncak popularitas, dan penurunan yang signifikan seiring munculnya teknologi yang lebih canggih. Meskipun kini sudah jarang terlihat, pager tetap menjadi bagian penting dari sejarah perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia. Kenangan akan bunyi tididit khas pager masih melekat di benak banyak orang Indonesia yang pernah mengalaminya.
Suka tidak suka, pager punya peran penting dalam menghubungkan orang-orang di zaman pra-ponsel. Meskipun telah digantikan oleh teknologi yang lebih canggih, pager kini bukan sekadar barang mungil, dia telah menjadi artefak budaya, menjadi bagian dari nostalgia, romansa anak muda pada zamannya.Â
Meskipun telah menjadi barang antik dan terlupakan, setidaknya ada pelajaran berharga yang bisa diambil dari keberadaan pager: informasi dan komunikasi jadi hal penting bagi manusia modern, sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Dari pager, kita belajar tentang pentingnya beradaptasi dengan perkembangan zaman, teknologi yang dulu canggih bisa dengan cepat berubah menjadi 'jadul'. Begitu seterusnya.Â
