Saham Johnson and Johnson Alami Koreksi Terbesar dalam 16 Tahun

Saham Johnson and Johnson’s (J&J) merosot 10 persen pada perdagangan saham Jumat waktu setempat.

oleh Agustina Melani diperbarui 15 Des 2018, 16:08 WIB
Diterbitkan 15 Des 2018, 16:08 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, New York - Saham Johnson and Johnson’s (J&J) merosot 10 persen pada perdagangan saham Jumat waktu setempat.

Koreksi saham J&J tersebut mendorong kapitalisasi pasar saham terpangkas USD 40 miliar atau sekitar Rp 582,83 triliun (asumsi kurs Rp 14.570 per dolar AS) . Pada penutupan perdagangan, saham J&J berada di posisi USD 133. Saham J&J tertekan didorong laporan Reuters yang menyatakan perusahaan sudah mengetahui kandungan asbes dalam bedak bayi.

Perseroan telah bergulat dengan tuntutan hukum yang menyatakan beberapa produk bedaknya sebabkan kanker. Laporan Reuters mengutip dokumen dan bukti lain yang indikasikan eksekutif perusahaan, manajer, ilmuwan, dokter dan pengacara tahu tentang masalah ini dan gagal mengungkapkannya kepada publik.

Saham J&J pun anjlok, dan alami penurunan terbesar sejak 2002. Saham J&P yangmerosot menekan wall street seiring saham yang paling banyak dimiliki dan juga masuk Dow. Sejumlah indeks saham acuan di wall street yaitu indeks saham Dow Jones merosot 496,87 poin atau 2,02 persen ke posisi 24.100,51. Indeks saham S&P 500 tergelincir 50,59 poin atau 1,91 persen ke posisi 2.599,95.

Mengutip laman CNN Money, Sabtu (15/12/2018), Reuters menyatakan memeriksa dokumen termasuk deposisi dan kesaksian pengadilan yang menunjukkan kalau 1971 hingga awal 2000, bedak J&J sudah selesai diuji positif yang mengandung asbes dalam jumlah kecil.

Menurut Reuters, dokumen menggambarkan upaya yang pengaruhi rencana regulator untuk pembatasan asbes dalam produk kosmetik dan penelitian ilmiah tentang talk.

Manajemen Johnson and Johnson pun membantah hal tersebut. "Artikel Reuters adalah sepihak, salah, dan bikin meradang," tulis pernyataan Johnson and Johnson.

"Bedak bayi Johnson and Johnson aman dan bebas asbes," lanjut pernyataan Johnson and Johnson.

Perseroan mengatakan kalau sudah melakukan ribuan tes. Laboratorium independen, lembaga akademis menunjukkan bedaknya tidak mengandung asbe..

Perseroan juga mengatakan kalau bekerja sama dengan the Food and Drug Administration dan regulator global selama beberapa dekade dan menggunakan metode pengujian paling canggih untuk memastikan kalau bedaknya bebas asbes.

 

Bikin Wall Street Anjlok

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Sebelumnya, Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot seiring rilis data ekonomi China dan Eropa memicu kekhawatiran perlambatan global.

Selain itu, saham Johnson and Johnson menghambat kenaikan indeks saham S&P 500 dan Dow Jones usai Reuters melaporkan kalau perusahaan telah mengetahui selama beberapa dekade adanya asbestos tersembunyi di bedak bayi.

Pada penutupan perdagangan saham Jumat (Sabtu pagi WIB), di wall street dengan tiga indeks saham utamanya yaitu indeks saham Dow Jones merosot 496,87 poin atau 2,02 persen ke posisi 24.100,51. Indeks saham S&P 500 tergelincir 50,59 poin atau 1,91 persen ke posisi 2.599,95. Indeks saham Nasdaq terpangkas 159,67 poin atau 2,26 persen ke posisi 6.910,67.

Selama pekan ini, indeks saham S&P 500 susut 1,25 persen. Indeks saham Dow Jones melemah 1,2 persen dan indeks saham Nasdaq tergelincir 0,84 persen.

Indeks saham S&P 600 yang mencatatkan saham kapitalisasi kecil melemah 1,6 persen menyambut akhir pekan. Laporan Johnson and Johnson yang telah diperdebatkan perusahaan mendorong sahamnya jatuh 10 persen dalam volume besar. Saham Johnson and Johnson menjadi beban terbesar pada indeks saham S&P 500 dan Dow Jones.

Investor fokus pada kekhawatiran pertumbuhan ekonomi global dan khawatir tentang pertumbuhan Amerika Serikat (AS) setelah China melaporkan pertumbuhan penjualan ritel bulanan yang lemah dan output industri karena data ekonomi mengecewakan dari zona Euro.

"Kelemahan yang ditunjukkan dalam ekonomi China yang telah dilaporkan akibat dari perang dagang yang sedang berlangsung tentu saja merupakan kekhawatiran yang meluas terhadap pertumbuhan global," ujar Ryan Larson, Head of Trading RBC Global Asset Management, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu 15 Desember 2018.

Larson juga menunjukkan kekhawatiran tentang jajak pendapat ekonom Reuters yang menemukan risiko resesi AS dalam dua tahun ke depan naik menjadi 40 persen. Kemudian menemukan perubahan signifikan dalam harapan terhadap kenaikan suku bunga bank sentral AS atau the Federal Reserve pada 2019.

 Saham Johnson and Johnson mendorong indeks sektor saham kesehatan S&P 500 susut 3,4 persen dan mencatatkan penurunan terbesar di antara 11 sektor saham utama. Indeks sektor saham energi melemah 2,4 pesen.

Data penjualan ritel berdampak sedikit terhadap pasar. Ini ditunjukkan dengan sektor saham ritel S&P melemah 2,4 persen.

“Data fundamental yang kuat dibayangi oleh potensi perlambatan. Tetapi aksi jual ini juga menjadi kesempatan membeli,” tutur Phil Biancato, Chief Executive Ladenburg Thalmann Asset Management.

Investor pun tampaknya mengabaikan pengumuman China akan menangguhkan tarif tambahan pada kendaraan dan kompotenan buatan AS selama tiga bulan mulai 1 Januari.

Adapun saham melemah antara lain saham Amazon.com susut empat persen, saham Apple Inc tergelincir 3,2 persen, dan saham Costco Wholasale Corp merosot 8,5 persen. Saham Costco Wholesale turun imbas laporan penurunan marjin laba kuartalan dan mencatatkan pelemahan terbesar.

Volume perdagangan saham di wall street tercatat 7,89 miliar saham. Angka ini di bawah rata-rata perdagangan saham 7,97 miliar saham selama 20 sesi terakhir.

 

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya