Liputan6.com, Jakarta - Emiten maskapai sudah merilis laporan keuangan 2018. Hasilnya pun bervariasi.
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membukukan keuntungan USD 809.846 pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya rugi USD 216,58 juta.
Pencapaian laba didukung pendapatan naik tipis 4,68 persen dari USD 4,17 miliar pada 2017 menjadi USD 4,37 miliar pada 2018. Demikian mengutip dari laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (2/4/2019).
Advertisement
Pendapatan itu didukung kenaikan penerbangan berjadwal sebesar empat persen menjadi USD 3,58 miliar pada 2018. Sedangkan penerbangan tidak berjadwal turun menjadi USD 266,86 juta pada 2018 dari 2017 sebesar USD 301,49 juta. Pendapatan lainnya naik menjadi USD 567,93 juta pada 2018.
Baca Juga
PT Garuda Indonesia Tbk alami kenaikan beban operasional penerbangan sebesar 10,40 persen menjadi USD 2,73 miliar pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 2,47 miliar.
Beban pemeliharaan dan perbaikan naik dari USD 429,36 juta pada 2017 menjadi USD 529,36 juta. Demikian juga beban bandara naik dari USD 382,36 juta pada 2017 menjadi USD 404,71 juta.
Perseroan mencatatkan penurunan beban administrasi dan umum menjadi USD 221,34 juta pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 265,80 juta.
PT Garuda Indonesia Tbk juga mencatatkan keuntungan kurs menjadi USD 28,03 juta pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 14,77 juta. Pendapatan lain-lain juga melonjak 1.308 persen dari USD 19,79 juta pada 2017 menjadi USD 278,81 juta pada 2018.
Total liabilitas naik menjadi USD 3,46 miliar pada 31 Desember 2018 dari periode 31 Desember 2017 sebesar USD 2,82 miliar. Ekuitas perseroan naik menjadi USD 910,18 juta pada 31 Desember 2018. Aset perseroan meningkat menjadi USD 4,37 miliar pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 3,76 miliar. Perseroan kantongi kas sebesar USD 251,18 juta pada 31 Desember 2018.
Saham PT Garuda Indonesia Tbk naik 0,41 persen ke posisi Rp 494 per saham pada perdagangan Selasa pekan ini. Total frekuensi perdagangan 2.942 kali dengan nilai transaksi Rp 22,7 miliar.
Kinerja AirAsia Indonesia
Sementara itu, PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) mencatatkan kerugian tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 2018. Rugi perseroan meningkat menjadi Rp 907,29 miliar pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 512,64 miliar.
Pendapatan perseroan meningkat menjadi Rp 4,23 triliun pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 3,81 triliun.
Beban usaha perseroan melonjak menjadi Rp 5,21 triliun pada 2018 dari periode 2017 sebesar Rp 3,43 triliun. Beban usaha itu melonjak didorong dari beban bahan bakar yang naik dari Rp 1,21 triliun pada 2017 menjadi Rp 1,86 triliun pada 2018.
Selain itu, sewa pesawat juga melonjak menjadi Rp 741,70 miliar pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 580,35 miliar. Perbaikan dan perawatan juga naik dari Rp 561,32 miliar pada 2017 menjadi Rp 731,23 miliar pada 2018. Beban operasi lain juga naik menjadi Rp 514,66 miliar pada 2018.
Dengan melihat kondisi itu, perseroan alami rugi per saham dasar yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik menjadi 84,91 pada 2018.
Selain itu, perseroan membukukan liabilitas naik menjadi Rp 3,64 triliun pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 3,05 triliun. Perseroan alami defiensi modal Rp 802,17 miliar pada 2018. Total aset PT AirAsia Indonesia Tbk mencapai Rp 2,84 triliun pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 3,09 triliun. Perseroan kantongi kas Rp 140,40 miliar.
Pada perdagangan saham Selasa pekan ini, saham PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) turun 0,90 persen ke posisi Rp 220 per saham usai sempat berada di zona hijau. Bahkan sentuh posisi tertinggi Rp 232. Total frekuensi perdagangan 130 kali dengan nilai transaksi Rp 110,4 juta.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement