Liputan6.com, Jakarta - PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 1,1 triliun pada 2021. Angka tersebut tak jauh berbeda dari belanja modal tahun lalu sebesar Rp 1, 06 triliun.
"Tahun 2021 kita juga merencanakan Rp 1 sampai 1,1 triliun. Jadi kurang lebih naik sedikit 1 persen kita akan melihat ini perencanaan kita tahun 2021,” kata Presiden Direktur PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Christian Kartawijaya dalam video konferensi, Jumat (19/3/2021).
Christian memperkirakan, pertumbuhan permintaan semen akan meningkat 4-5 persen pada 2021. Penjualan semen curah diperkirakan lebih tinggi terutama pada paruh kedua tahun ini disokong beberapa hal kebijakan yang diluncurkan pemerintah.
Advertisement
Baca Juga
Kebijakan tersebut antara lain, anggaran infrastruktur yang dinaikkan sebesar 38 persen dari 2020. Pembentukan INA untuk menarik lebih banyak investasi untuk proyek infrastruktur, hingga UU Cipta Kerja yang diharapkan menarik lebih banyak investasi.
Hingga Februari 2021, Christian mencatat realisasi penjualan semen meningkat sekitar 0,9 persen. "Jadi ini cukup menggembirakan," kata dia.
Ia menambahkan, sejumlah sentimen juga akan mendukung industri semen. Salah satunya insentif untuk sektor properti.
"Kami yakin dengan keluarnya beberapa kebijakan Pemerintah baru-baru ini, seperti pembentukan dana kekayaan negara (SWF), suku bunga KPR yang rendah, dan PPN 0 persen untuk jenis kepemilikan rumah tertentu tanpa diragukan lagi semuanya merupakan katalis positif bagi industri semen," ujar Christian.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kinerja Keuangan Indocement pada 2020
Sebelumnya, PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk (INTP) mencatatkan pendapatan turun 11,14 persen selama 2020, menjadi Rp 14,16 triliun dari Rp 15,9 triliun pada 2019.
Dalam paparan kinerja keuangan perseroan, Direktur PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, David Clarke mengatakan, penurunan ini disebabkan anjloknya penjualan perseroan di Pulau Jawa dan Luar Jawa selama pandemi COVID-19.
Pada 2020, penjualan perseroan di Pulau Jawa menurun hingga 13,92 persen menjadi Rp 10,7 triliun, dibandingkan Rp 12,43 pada 2019. Sementara penjualan di luar Pulau Jawa tercatat sebesar Rp 3,33 triliun, turun tipis 0,89 persen dari Rp 3,36 triliun di 2019.
"Volume penjualan perseroan juga turun 9,7 persen, dari 18,95 juta ton tahun 2019 menjadi 17,1 juta ton di tahun 2020," beber David Clarke, Jumat (19/3/2021).
Meski begitu, laba perseroan hanya terkoreksi tipis yakni 1,57 persen yoy, menjadi Rp 1,80 triliun dari Rp 1,83 triliun pada 2019. Turunnya laba bersih ini juga turut membuat laba per saham dasar perseroan turun dari Rp 498,56 di 2019, menjadi Rp 490,69 pada 2020.
Sepanjang 2020, perseroan berhasil menekan beban pokok pendapatan yang turun 13,1 persen, menjadi Rp9,07 triliun dari sebelumnya Rp 10,43 triliun.Adapun aset perseroan per 31 Desember 2020 tercatat sebesar Rp 27,34 triliun, turun tipis dibandingkan 2019 yang sebesar Rp 27,7 triliun.
Lalu, liabilitas perseroan pada 31 Desember 2020 meningkat menjadi Rp 5,1 triliun, dibandingkan dengan 2019 sebesar Rp 4,6 triliun. Sementara ekuitas perseroan pada 2020 mencapai Rp 22,1 triliun, dibandingkan 2019 sebesar Rp 23 triliun.
Pada penutupan perdagangan saham Jumat, 19 Maret 2021, saham INTP naik 6,77 persen ke posisi Rp 13.800 per saham. Saham INTP dibuka stagnan ke posisi Rp 12.925 per saham. Saham INTP berada di level tertinggi Rp 13.850 dan terendah Rp 12.925 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 11.022 kali dengan nilai transaksi Rp 142,6 miliar.
Advertisement