Bank Ina Perdana Alokasikan Dana Rights Issue untuk Buka Kantor Cabang

Direktur Utama Bank Ina Perdana, Daniel Budirahayu menyampaikan, saat ini Bank Ina Perdana memiliki 22 kantor cabang.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 16 Jun 2021, 14:26 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2021, 14:25 WIB
Pembukaan-Saham
Pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) akan melancarkan ekspansinya pada 2021 Di antaranya dengan membuka kantor cabang baru di sejumlah daerah hingga 2022. Di sisi lain, Bank Ina Perdana juga tengah memperkuat digitalisasi.

Direktur Utama Bank Ina Perdana, Daniel Budirahayu menyampaikan, saat ini Bank Ina Perdana memiliki 22 kantor cabang. Menurut dia, untuk beberapa daerah masih memerlukan kehadiran bangunan fisik sebagai representatif dari Bank Ina Perdana.

"Kami baru punya 22 kantor, kemungkinan kami buka kantor-kantor di Ibukota Provinsi. Jadi kita buka cabang pun sangat seletif. Tidak lagi seperti dulu, buka cabang jor-joran. Kita lebih selektif karena ada yang memang perlu sebagai representatif dari Bank Ina di kota tertentu,” kata dia dalam paparan publik, Rabu (16/6/2021).

Adapun Perseroan akan melakukan penambahan modal dengan hal memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Emiten bank Grup Salim itu akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 2 miliar lembar saham dari modal ditempatkan dan disetor perseroan setelah PUT III dengan nominal Rp 100 setiap saham.

Selain untuk memenuhi permodalan minimum sesuai ketentuan OJK, Daniel mengatakan dana right issue akan dialokasikan sebagai belanja modal, salah satunya untuk pembukaan kantor cabang tadi.

"Modal yang akan dikeluarkan tahun ini dari dana right issue. Karena kita tidak bisa ambil dana pihak ketiga untuk pengembangan bisnis,” kata dia.

Sehingga, lanjut Daniel, fokus dari dana rights issue akan digunakan untuk pengembangan infrastruktur Bank Ina Perdana, baik di teknologi  maupun di sumber daya manusia. SDM untuk digitalisasi Perseroan memerlukan biaya untuk rekrutmen dan training.

"Kami juga gunakan untuk pengembangan beberapa kantor yang kami akan buka di 2021 dan 2022. Virtual bank kita akan lakukan secara bertahap. Jadi  konvensional tetap jalan, digital juga jalan,” pungkas Daniel.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Dapat Restu Gelar Rights Issue

FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Ina (BINA) menyetujui rencana penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.

Emiten bank Grup Salim itu akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 2 miliar lembar saham dari modal ditempatkan dan disetor perseroan setelah PUT III dengan nominal Rp 100 setiap saham.

"Untuk jumlah pendanannya itu belum diputuskan. Tetapi minimal Rp 1 triliun. Right issuenya kurang lebih nilainya Rp 1 triliun,” kata Direktur Utama BINA, Daniel Budirahayu dalam paparan publik, Rabu, 16 Juni 2021.

Daniel menjelaskan, Perseroan saat ini secara finansial tidak memerlukan penambahan modal. Namun, merujuk pada aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana modal bank di 2021 minimal Rp 2 miliar, maka Perseroan gelar rights issue.

"Secara finansial belum diperlukan untuk menambah modal. Tetapi karena itu syarat dari OJK  bahwa 2021 modal bank minimal harus Rp 2 triliun, jadi kami mau nggak mau harus right issue,” kata dia.

Hingga akhir 2020, Bank Ina membukukan Capital Adequacy Ratio (CAR) aau rasio kecukupan modal sebesar 23,9 persen. Adapun dana yang diperoleh dari hasil PUT III, setelah dikurangi biaya-biaya terkait akan digunakan untuk meningkatkan modal kerja pengembangan usaha perseroan.

"Rencananya digunakan untuk engembangan khususnya di teknologi, infrastruktur, untuk proses digitalisasi juga akan memerlukan biaya investasi yang cukup besar,” ujar Daniel.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya