Liputan6.com, Jakarta - Penulis muda Frances Caitlin Tirtaguna segera merilis novel terbarunya yang berjudul Ondel-Ondel Galau. Seperti judulnya, kebudayaan Betawi sangat lekat di dalam kisah yang ditumpahkan Frances.
Ondel-Ondel Galau mengisahkan beragam kebudayaan Betawi, mulai dari sejarah, tokoh, tarian adat, baju adat, lagu adat, mainan tradisional, hingga beragam makanan khas Betawi.
Advertisement
Baca Juga
"Lewat buku ini saya ingin mengenalkan beragam kebudayaan Betawi yang menurut saya saat ini sudah berevolusi sehingga hampir tidak terlihat lagi di kehidupan modern anak-anak seusianya," ucap Frances dalam sebuah kesempatan di Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Selain itu, Frances juga menceritakan bahwa ide pembuatan novel Ondel-Ondel Galau berawal dari keresahannya melihat sepasang ondel-ondel lusuh dan meminta sejumlah uang di kemacetan jalan Jakarta.
Melakukan Riset
Penulis 15 tahun ini kemudian melakukan riset di Perkampungan Kebudayaan Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan.
"Novel ini membuka mata saya untuk menggali warisan dan identitas diri sendiri. Dari penelitian tentang budaya Betawi yang saya lakukan, akhirnya saya bertemu dengan seorang tokoh Betawi, Indra Sutisna, di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan," ia menjelaskan.
"Dari pertemuan itu, saya mulai mengetahui peranan penting ondel-ondel yang telah ada selama ratusan tahun dan bagaimana mereka akhirnya menjadi ikon kota Jakarta," lanjut Frances Caitlin Tirtaguna.
Advertisement
April 2018
Novel Ondel-Ondel Galau sendiri dijadwalkan untuk bisa rilis April 2018. Novel berbahasa Inggris ini menjadi buku kedua Frances Caitlin Tirtaguna setelah Lost In Bali yang terbit pada 2014 lalu.
"Novelku tentang ondel-ondel ini bisa diperoleh di toko-toko buku besar dan pemesanan online," ujarnya.
Peran Ondel-Ondel
Melihat peran Ondel-Ondel menurut peneliti Jakob Sumardjo dalam buku Pertumbuhan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia (1992), disampaikan bahwa Ondel-Ondel merupakan bagian dari teater di kebudayaan Betawi. Ondel-Ondel merupakan seni teater tanpa tutur yang dimainkan tanpa berbicara, hanya memperagakan gerak tubuh dengan iringan musik dan lagu.
"Sayangnya, beberapa orang yang tidak bertanggung jawab mulai menggunakan boneka itu sebagai atraksi jalanan hingga menurunkan nilai budaya yang melekat," Frances memungkasi.
Advertisement