Curhat Sutradara Film Prenjak Wregas Bhanuteja di Depan Para Filsuf Muda

Sineas muda Indonesia Wregas Bhanuteja menceritakan tegangan yang dialami saat ingin membuat film.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mei 2018, 10:08 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2018, 10:08 WIB
Wregas Bhanuteja
Wregas Bhanuteja foto bersama para mahasiswa STF Driyarkara. (Liputan6.com/Loop/Dionisius Amadea Prajna Putra Mahardika)

 

Liputan6.com, Jakarta Sineas muda Indonesia Wregas Bhanuteja menceritakan tegangan yang dialaminya saat ingin membuat film. Sesuai idealisme atau mengikuti selera pasar. Memproduksi film sarat makna atau artistik.

Kegelisahan pria kelahiran Jakarta 20 Oktober 1992 itu terungkap saat berdiskusi bersama para mahasiswa di kampus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jalan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin 14/5. 

Dalam kelompok diskusi yang disebut Sindikat Senen dan rutin diadakan tiap minggu ini Wregas Bhanuteja menangkap kesan, konsumen film Indonesia cenderung menyukai film populer dengan efek yang spektakuler.

“Orang Indonesia belum cukup tahan dan siap menonton film-film sarat makna dan pesan atau yang biasa orang sebut film mikir,"ujar penerima penghargaan Film Pendek Terbaik di 55th Semaine de la Critique Cannes Film Festival 2016 berjudul Prenjak (In the Year of Monkey).

Wregas memahami kecenderungan itu mengingat usia perfilman di Indonesia belum setua perfilman Hollywood atau Eropa.

Keprihatinan ini rupanya juga dimiliki para sineas sealiran dengannya yang dalam filmnya lebih mengedepankan makna dan pesan ketimbang efek visual yang menakjubkan. Kendati demikian, Wregas tentu tidak bisa memaksa orang Indonesia menyukai film-film seperti itu. Oleh sebab itu, ia lebih memilih menawarkan filmnya ke luar negeri.

Rupanya di luar negeri, film-film Wregas Bhanuteja lebih diminati penonton dan diapresiasi. Buktinya, penghargaan prestisius diperolehnya di Festival Film Cannes 2016.

Kendati demikian, tidak selamanya Wregas akan terus-menerus memasarkan film ke luar negeri. Mimpinya, suatu hari, ia membuat film sarat makna yang dapat diterima dan diapresiasi di negeri sendiri. "Bukan hal mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin,"ujarnya.

Ada enam film yang diputar mengawali diskusi, tiga film karya Wregas antara lain Lemantun, Lembusura, dan Prenjak serta tiga film pendek pemenang Lomba Video Pendek Dies Natalis ke-49 Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta.

Penulis: Dionisius Amadea Prajna Putra Mahardika, mahasiswa STF Driyarkara Jakarta

Wregas Bhanuteja
Wregas Bhanuteja foto saat bagi ilmu dan pengalaman di STF Driyarkara. (Liputan6.com/Loop/Dionisius Amadea Prajna Putra Mahardika)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya