Sebelum Bumi Manusia, Ini 5 Film Terbaik Karya Hanung Bramantyo

Film-film Hanung Bramantyo sering dilirik juri festival dan mondar-mandir di tangga box office.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Agu 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2019, 11:00 WIB
[Bintang] Hanung Bramantyo
(Nurwahyunan/Bintang.com)

Liputan6.com, Jakarta - Dikenal sebagai sineas yang mampu meng-upgrade penampilan para pemain dan hampir tak pernah melahirkan karya bapuk, itulah Hanung Bramantyo. Film-film Hanung Bramantyo sering dilirik juri festival dan mondar-mandir di tangga box office.

Hanung Bramantyo, sineas pertama yang mampu mendatangkan 3,5 juta penonton lebih ke bioskop lewat Ayat-ayat Cinta. Orang-orang yang selama ini tak pernah ke bioskop bisa tergerak gara-gara tangan dingin Hanung Bramantyo.

Bulan ini, Bumi Manusia dirilis di jaringan bioskop. Banyak yang menyebut, ini pencapaian Hanung Bramantyo berikutnya. Laporan khas Showbiz Liputan6.com kali ini mengajak Anda untuk melihat kembali 5 karya terbaik Hanung Bramantyo.

Pemilihan film tak hanya didasarkan pada jumlah penonton. Karena hanya memilih 5 film, jangan kaget jika beberapa film populer karya Hanung tidak masuk dalam daftar berikut ini.

Catatan Akhir Sekolah (Rexinema, 2005)

[Bintang] Catatan Akhir Sekolah
Film Catatan Akhir Sekolah. Foto: via eigarebyu.blogspot.com

Sejumlah pemerhati film menyebut Hanung Bramantyo starmaker. Yang bukan siapa-siapa, di tangan Hanung bisa menjadi bintang. Tak percaya? Tengoklah Catatan Akhir Sekolah. Ada Ramon Y. Tungka, Christian Sugiono, Vino G. Bastian, dan Marcell Chandrawinata.

Film ini bagus lantaran keberaniannya bergerak di genre drama komedi dengan gaya dan dinamika ala film luar negeri. Ia beda dari rata-rata film lokal di eranya. Selain naskah asli ciamik, Catatan Akhir Sekolah kuat di ilustrasi musik dan penyutradaraan. Ia menjadi penanda zaman.

Get Married (Starvision, 2007)

Get Married yang ditulis Musfar Yasin adalah komedi rock and roll berbasis gap sosial budaya masyarakat. Nirina Zubir tampil relaks bersama Ringgo Agus Rahman, Aming, dan Desta. Richard Kevin tampak charming. Yang menyita perhatian karakter Bu Mardi. Di tangan Meriam Bellina, yang dijuluki Magma Perfilman Nasional, Bu Mardi menjadi ibu bersahaja, kadang ngeselin, kocak, tapi kalau soal anak, jangan ditanya.

Chemistry Mer dan Nirina tampak natural. Mer meraih Piala Citra Pemeran Pendukung Wanita Terbaik. Hanung membawa pulang Piala Citra kedua untuk Sutradara Terbaik. Dirilis jelang Idul Fitri, Get Married yang menyerap 1,3 juta penonton menjadi standar emas bagaimana seharusnya film Lebaran dibuat.

Kartini (Screenplay Films, Legacy Pictures, 2017)

Poster film Kartini
Poster film Kartini

Giliran Hanung bertemu diva layar perak Christine Hakim lewat Kartini. Film peraih 13 nominasi Piala Citra ini menjadi parade akting memikat dan pencapaian teknis nan manis. Sosok Kartini dipotret dari sisi manusiawi. Dampaknya, muncul beberapa adegan yang menguras emosi.

Pertautan Christine dan Dian Sastrowardoyo jadi daya tarik utama. Momen Ngasirah (Christine) menyetrika baju, mencongkel jendela kamar, hingga puncaknya Kartini pamit kepada ibunya saat menyandang gelar Raden Ajeng selamanya dikenang penonton. Ngasirah mengantar Christine meraih Piala Citra kedelapan.

Perempuan Berkalung Surban (Starvision, 2009)

Hanung lewat film ini mengambil sikap tegas menyoal posisi perempuan, khususnya dalam khazanah Islam. Ia tak lagi bicara soal nasib perempuan dipoligami melainkan cinta, kebebasan membuat pilihan yang berdampak pada nasib maupun masa depan, hingga kesetaraan gender.

Lewat Ayat-ayat Cinta Hanung dianggap bikin tren genre drama religi. Namun inilah drama berbasis religi yang sebenarnya. Widyawati tampil gemilang, Revalina S. Temat mengirim emosi tepat sasaran. Bagi yang meragukan kapasitas Hanung sebagai starmaker, ingatlah Reza Rahadian meraih Piala Citra pertama lewat film ini.

Tanda Tanya (Mahaka Pictures, Dapur Film, 2011)

[Bintang] ? (Tanda Tanya)
Poster film ? (Tanda Tanya). Foto: via coretanfilm.wordpress.com

Selain menghibur, film pada hakikatnya cermin sosial, tempat masyarakat berkaca serta mengevaluasi wajah mereka sendiri. Tanda Tanya, salah satu medium terbaik bagi Indonesia buat berkaca. Intoleransi, kekerasan yang mengatasnamakan agama, dan konflik horizontal lain yang belakangan menodai keragaman Tanah Air terbingkai dalam keping-keping kehidupan karakter di film ini.

Ada istri salehah yang bekerja di rumah makan Tiongkok. Ada ibu yang berbeda keyakinan dengan putranya. Ada aktor amatir yang menyambung hidup dengan memerankan adegan penyaliban Yesus, hingga pengorbanan seorang Muslim untuk menyelamatkan jemaat gereja dari teror bom.

Tanda Tanya adalah cubitan yang mendarat di hati nurani. Terlepas dari kontroversi yang menyertai, film yang ditonton setengah juta orang lebih ini sekali lagi jadi bukti kepekaan Hanung sebagai sutrdadara sekaligus penulis naskah dalam menangkap persoalan, lalu mengembalikannya kepada masyarakat. Sepuluh nominasi Piala Citra (menang Sinematografi Terbaik) menempatkan Tanda Tanya sebagai salah satu yang terbaik pada tahunnya. (Wayan Diananto)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya