Liputan6.com, Jakarta - Surabaya, salah satu kota metropolitan yang ada di Indonesia yang memiliki banyak keragaman mulai dari agama, suku dan lainnya. Keragaman tersebut pun memperkaya bangunan termasuk tempat ibadah di Kota Pahlawan ini.
Setiap sudut kota Surabaya adalah yang baharu dan bahari. Ada banyak bangunan bersejarah yang diwariskan oleh pendahulunya, ada juga bangunan modern yang mengikuti zaman.
Kali ini, kita akan berbicara mengenai salah satu tempat ibadah yang ada di Surabaya. Tak hanya sekadar tempat ibadah, bangunan ini juga menyimpan sejarah di dalamnya. Salah satunya, Kelenteng Boen Bio. Kelenteng Boen Bio ini terletak di Jalan Kapasan No.131, Surabaya.
Advertisement
Dikutip dari jurnal, Kelenteng Kuno Boen Bio di Surabaya (Nilai dan Makna Ajaran Khonghuchu) yang ditulis oleh Dede Burhanudin dalam situs jurnallekturkeagamaan.kemenag.go.id, orang-orang Tionghoa yang datang ke Pulau Jawa, khususnya Surabaya mayoritas menganut tiga ajaran yang berbeda, yaitu Khong Hu Chu, Tao, dan Budha dan beribadah di tempat yang dinamakan kelenteng. Kelenteng selalu berada di dalam permukiman orang Tionghoa yang umumnya terletak di daerah sungai atau pelabuhan.
Baca Juga
Awalnya berdiri di daerah Kapasan Dalam pada 1883. Kelenteng Boen Bio mempunyai Sinci (Papah roh/Papan nama) khonghucu, murid-muridnya, dan pengikut-pengikutnya. Oleh karena itu, Kelenteng Boen Bio ini hanya diperuntukkan bagi penganut agama Khonghucu yang murni.
Kelenteng ini awalnya bernama Boen Tjing Soe (Wen Chang Szu). Kelenteng ini didirikan atas inisiatif Go Tik Lie dan Lo Toeng Siong yang berunding dengan Mayor The Boen Ke pada 1882. Munculnya inisiatif untuk mendirikan kelenteng ini karena pada akhir abad 19, di daerah Kapasan belum ada tempat ibadah untuk orang Tionghoa seperti yang ada di daerah Pecinan lain.
Gotik Lie dan Lo Toen Siong melakukan derma dan menghasilkan sejumlah uang. Mereka mendatangkan tukang dari Tiongkok, bangunan arsitekturnya pun bergaya Tiongkok.
Karena dibangun dengan gaya arsitektur Tiongkok, bentuk bangunan dan hiasan di dalamnya mempunyai arti dan tujuan yang bersifat simbolik yang dapat berupa harapan atau doa.
Salah satunya ada tanjakan licin yang berada di pintu gerbang Kelenteng Boen Bio dan sisi-sisinya di apit dua buah tangga. Maknanya, untuk sampai di pintu tengah Boen Bio dengan menggunakan tanjakan tersebut tidak mudah, hal ini berarti manusia yang ingin menjalani kehidupan yang suci tidaklah mudah.
Melansir dari instagram @surabayasparkling, Kelenteng Boen Bio ini tidak terdapat patung dewa Buddha. Kelenteng ini juga menjadi saksi bisu pertahanan dari kejayaan Khong Hu Chu di Surabaya dan menjadi satu-satunya kelenteng khusus agama Khong Hu Chu di Asia Tenggara.
Â
Â
(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)