Merawat Tradisi Wayang Kulit Gagrak Jawa Timuran, Budaya Khas Suku Arek

Dinamika wayang kulit Jawa Timuran beda dengan wayang kulit Gagrak Surakarta maupun Yogyakarta. Seperti apakah itu?

oleh Dian Kurniawan diperbarui 11 Jan 2020, 17:30 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2020, 17:30 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Tradisi Wayang Kulit Gagrak Jawa Timuran khas budaya Suku Arek (Mojokerto, Lamongan, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan bahkan hingga Jombang). (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Merawat tradisi maupun budaya leluhur di era serba canggih dan modern menjadi tantangan bagi seluruh elemen masyarakat. Salah satunya adalah merawat tradisi Wayang Kulit Gagrak Jawa Timuran khas budaya Suku Arek (Mojokerto, Lamongan, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan bahkan masih sampai di Jombang). 

Salah satu dalang Wayang Kulit Gagrak, Kukuh Setyo Budi menuturkan, wayang kulit Gagrak Jawa Timuran biasa disebut Jekdong. Konon disebut Jekdong karena bunyi dari keprak yang kemudian disambut dengan kendang dengan bunyi dong. 

"Dari bunyi dua Instrumen itulah menjadi  sebutan Jek dong," tutur Kukuh, Sabtu (11/1/2020).

Kukuh menyampaikan, dinamika wayang kulit Jawa Timuran beda dengan wayang kulit Gagrak Surakarta maupun Yogyakarta. "Jawa Timuran dinamikanya cenderung lebih keras namun juga terkesan agung, dimulai dari Pathet Sepuluh, Pathet Wolu, Pathet Songo hingga Pathet Serang sebagai tanda mau berakhirnya pagelaran," kata dia. 

Dia menuturkan, perkembangan wayang kulit Jawa Timuran atau Jekdong sampai sekarang masih terus digemari dan terus berkembang. Ini terbukti dari banyaknya regenerasi dalang yang bermunculan di antaranya seperti Johan Susilo, Ki Supriyono, Ki Kunto, Ki Purnawan, Ki Didik, Ki Puguh dan banyak lagi dalang dalang muda Jawa Timuran yang juga Laku keras di masyarakat.

Selain itu ada dalang-dalang senior yang kiprahnya tidak diragukan. Ada Ki Wardono, Ki Surwedi, Ki Sugilar dan lainnya. "Kalau dulu dalang jos yang Almarhum di antaranya di Pit Asmoro di Mojokerto kemudian Ki Suleman di Porong ada juga Ki Suwoto Gozali," ucap Kukuh.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Pendidikan Dalang dengan Nyantrik

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Tradisi Wayang Kulit Gagrak Jawa Timuran khas budaya Suku Arek (Mojokerto, Lamongan, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan bahkan hingga Jombang). (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Pendidikan pada dalang - dalang Wayang Jawa Timuran kebanyakan adalah Nyantrik yang berasal dari kata cantrik atau Santri. Artinya adalah berguru dengan totalitas yaitu ikut di manapun.

"Apapun aktivitas dalang yang di gurui itu berada itulah sistem wayang atau dalang Jawa Timuran pada saat dulu dan masih berkembang sampai sekarang, disamping Generasi milenial saat ini yang belajar mendalang wayang Jawa Timuran dengan melewati dunia akademis," ujarnya.

Kukuh juga mengapresiasi sekolah-sekolah yang peduli pada pedalangan. Ia mencontohkan di Sekolah Menengah karawitan Indonesia yang sekarang disebut menjadi SMK 12. Sekolah tersebut punya jurusan khusus pedalangan.

"Sekolah itu banyak mencetak dalang dalang muda yang berbakat dan bermutu ini juga dibuktikan ketika ada festival ataupun lomba, baik di tingkat Jawa Timur maupun tingkat nasional dalam dalam muda ini banyak yang menyebut kejuaraan," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya