Liputan6.com, Sumenep - Peternak ayam petelur di Kabupaten Sumenep, Madura, mengeluh lantaran hasil usahanya menurun drastis.
Advertisement
Anjloknya harga telur menjadi pemicu keresahan peternak ayam dalam menjalankan usahanya, karena pengeluaran untuk biaya pakan tidak sebanding dengan hasil penjualan telur. Sehingga mereka seringkali mengalami kerugian yang cukup besar.
Advertisement
Baca Juga
Peternak ayam petelur Tomy Sujarwo mengatakan, saat ini peternak ayam sangat sulit mendapatkan untung, mengingat harga telur anjlok dan harga pakan pakan terus naik. Namun, dia tidak tidak bisa berbuat banyak, selain tetap berusaha semaksimal mungkin agar ayam peliharaannya berproduksi secara normal.
“Kalau harga telur seperti ini, kami jelas rugi. Biaya pengeluaran tidak sesuai dengan pendapatan,” katanya.
Peternak asal Desa Campor Timur, Kecamatan Ambunten ini mengaku bingung ketika harga telur turun, sebab beternak ayam petelur bukanlah perkara mudah, melainkan harus mengeluarkan biaya pakan untuk menjaga ayam tersebut berproduksi secara normal. Jika menyiasati mengurangi pakan, tentu kurang baik, karena menghambat terhadap produksi telur.
“Saat harga telur anjlok, kondisi cuaca juga sedang kurang bersahabat. Jadi semakin lengkap persoalan di kalangan peternak ayam. Sebab kondisi cuaca berpengaruh terhadap produksi telur ayam,” ucap Tomy, Rabu 6 Oktober 2021.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tingginya Ongkos Pakan
Saat ini harga telur hanya berkisar di harga Rp 16.500 per Kilogram, harga itu membuat peternak mendapat keuntungan tipis apabila hasil produksi ayam peliharaannya tidak normal. Tapi jika harga normal seperti sebelumnya yang berkisar Rp 20.000 sampai Rp 22.000 per kilogram, peternak akan mendapat untung, meskipun produksi telurnya tidak begitu normal.
Tingginya harga pakan yang mencapai Rp 330.000 per 50 kilogram, menjadi pemicu kerugian peternak saat harga tidak stabil. Sebab biaya harga pakan tersebut tidak sebanding dengan hasil penjualan telur yang diperoleh.
Ditambah lagi faktor cuaca yang kurang baik, produksi telur yang dihasilkan ternak peliharaannya juga menurun, biasanya saat cuaca normal mencapai 48 kilogram per 1000 ekor ayam. Kini hanya memperoleh sekitar 33 kilogram setiap hari.
Untuk mensiasati tingginya harga pakan agar tidak rugi, biasanya peternak meracik pakan sendiri. Tapi sekarang harga jagung mahal, cara itu tak lagi digunakan, sebab nantinya ketika diakumulasi sama saja dengan biaya membeli pakan jadi.
“Ini sudah berjalan lebih satu bulan harga telur terus merosot. Kalau sampai lama, peternak bisa gulung tikar,” jelas Tony kepada Liputan6.com.
Dengan jumlah ayam peliharaannya yang mencapai 1.000 ekor, ia setiap hari mengeluarkan pakan sebanyak 120 kilogram. Apabila itu berjalan dalam waktu lama, kerugian yang dialami semakin besar.
Ia dan para peternak lainnya hanya bisa berharap harga telur akan cepat kembali normal. Supaya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga ditengah pandemi Covid-19 tidak kebingungan.
“Kami minta pemerintah juga memperhatikan nasib peternak ayam petelur. Kalau kondisi terus begini, modal akan habis,” jelasnya.
Advertisement