Liputan6.com, Banyuwangi - Festival Gandrung Sewu Banyuwangi siap digelar pada 14 hingga 16 September 2023. Festival ini telah masuk Kalender Event Nasional (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Hal tersebut tentu akan membawa dampak bagi sektor perekonomian. Adanya pagelaran tari kolosal tersebut membawa rezeki bagi perajin omprog Banyuwangi. Mereka kebanjiran pesanan.
Advertisement
Satu perajin omprog gandrung asal Dusun Kedaleman, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Hidayatur Rohman atau Dayat, mengakui hal tersebut.
“Pesanan sudah mulai Agustus, kurang lebih dua bulan ini ada 7 atau 8 omprog gandrung saya yang sudah terjual,” katanya, Selasa (12/9/2023).
Selain itu, pesanan omprog saat ini mengalami kenaikan dibanding saat masa pandemi Covid-19. Tidak adanya Festival Gandrung Sewu membuat para perajin khususnya omprog kelimpungan.
“Jadi kebanyakan ingin servis atau perbaikan untuk omprog, seperti dicat ulang atau diperbesar omprognya,” jelas pria berumur 25 tahun itu.
Dayat, menarik tarif sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 800 ribu untuk omprog gandrung buatannya. Untuk harga termahal biasanya dari konsumen yang ingin me-request omprog gandrung modifikasi, seperti aksen ukiran, dan bahan untuk pilisan yang lebih bagus.
Pria kelahiran 1998 itu, menciptakan omprog gandrung dengan dua ukuran. Ukuran A biasanya untuk penari kecil mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Dasar (SD), sedangakan ukuran B untuk yang mulai menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga dewasa.
“Saya juga memberikan garansi 1 tahun untuk gratis servis seperti yang ingin mengecat ulang ataupun ingin membesarkan ukuran omprog,” tandasnya.
Dalam waktu seminggu dengan waktu kerja 8 jam dia bisa membuat kurang lebih lima omprog berbahan karpet.
"Pernah buat omprog kulit butuh waktu seminggu untuk 1 omprog,” imbuh Dayat.
Omprog Adalah Lambang Perjuangan
Dayat memang terlahir dengan bakat seni dengan lingkungan yang kental akan budaya suku Using. Ia mulai belajar membuat omprog gandrung secara otodidak semenjak kelas 1 SMP dengan hanya melihat omprog.
Bukan hanya menjadi perajin omprog, Dayat juga mahir dalam melukis dan membuat kerajian lain seperti kostum BEC. Bahkan ia juga berprofesi sebagai seorang arsitek karena kegemarannya dengan bidang seni.
“Awalnya buatkan omprog gandrung untuk anak tetangga hingga akhirnya dari mulut-kemulut banyak yang ingin pesan,” pungkasnya.
Baginya omprog adalah lambang perjuangan, terlebih sejarah munculnya tari gandrung juga bagian dari upaya warga pribumi melawan penjajah.
Adanya wayang Ular Antasena dalam omprog adalah lambang ksatria yang bersifat tegus pendirian, dengan warna kuning emas sebagai wujud kejayaan, merah yang artinya berani, dan hitam yang berati kelanggengan.
“Dari semua makna itu, kemudian dipakaikan ke kepala sebagai bukti dari satu tujuan yang harus diingat yang lalu diperjuangkan,” tutur Dayat.
Advertisement