Sejarah Klub
Shakhtar Donetsk adalah nama dari klub sepak bola yang berasal dari Donbass, suatu daerah di ujung timur negara Ukraina. Sesuai dengan namanya, markas klub ini memang berada di kota Donetsk yang terletak di dekat perbatasan Ukraina dan Rusia.
Namun menyusul timbulnya konflik bersenjata di Ukraina timur sejak 2014, Shakhtar pun terpaksa harus pindah ke kota lain untuk melakukan laga kandangnya. Meskipun nama Shakhtar masih kalah mentereng jika dibandingkan dengan klub-klub besar di Eropa Barat, Shakhtar bukanlah nama yang asing bagi mereka yang gemar mengikuti Liga Champions.
Pasalnya klub dengan warna khas jingga & hitam ini selama beberapa tahun terakhir merupakan salah satu peserta tetap kompetisi tersebut. Hal yang bisa terjadi karena sebagai langganan juara Liga Ukraina, Shakhtar pun berhak lolos ke Liga Champions sebagai wakil dari Ukraina.
Awal mula Shakhtar bisa ditelusuri hingga ke masa di mana Ukraina masih berstatus sebagai wilayah Uni Soviet. Pada 1936, sebuah klub sepak bola yang bernama "Stakhanovets" didirikan sebagai sayap olah raga dari komunitas pekerja tambang setempat. Nama "Stakhanovets" pada klub tersebut diambil dari Gerakan Stakhanovite, gerakan yang bertujuan untuk mendorong produktivitas kaum pekerja tambang.
Wilayah Donbass sendiri pada masa itu memang dikenal sebagai wilayah yang kaya akan batu bara. Karena penambang batu bara harus menghabiskan banyak waktu di dalam terowongan bawah tanah untuk mengumpulkan batu bara, klub Shakhtar pun di kemudian hari juga dikenal dengan julukan "Hirnyky" (Sang Penambang) serta "Kroty" (Tikus Tanah).
Pertandingan pertama Stakhanovets dilaksanakan pada 12 Mei 1936 di Gorlovka melawan Dynamo Odessa. Dalam pertandingan tersebut, Stakhanovets harus mengakui keunggulan lawannya dengan skor 2-3. Kurang dari dua minggu kemudian, Stakhanovets melakukan pertandingan resmi pertamanya di liga lokal Uni Soviet.
Pada 1939, Perang Dunia II meletus di Eropa. Dua tahun kemudian, wilayah Ukraina menjadi medan perang yang sengit setelah pasukan Jerman & sekutunya melakukan invasi ke wilayah Uni Soviet. Supaya Uni Soviet bisa mengerahkan personel sebanyak mungkin untuk memenangkan perang, banyak pemain Stakhanovets yang direkrut menjadi tentara & pekerja di pabrik militer.
September 1943, kota Donetsk (saat itu masih bernama Stalino) berhasil dikuasai kembali oleh pasukan Uni Soviet. Saat kondisi Donetsk semakin kondusif seiring dengan kian membaiknya peruntungan Uni Soviet di medan perang, Stakhanovets pun bisa kembali melakukan pertandingan pada November 1943.
Namun dahsyatnya perang di Ukraina tetap membawa dampak negatif bagi Stakhanovets. Banyak pemain Stakhanovets yang tewas dalam perang tersebut. Hal serupa juga turut menimpa tim-tim lainnya di wilayah Ukraina. Sebagai solusinya, Stakhanovets pun dilebur dengan tim-tim lokal
lainnya. Tim baru hasil peleburan tersebut kemudian diberi nama "Shakhtar Stalino".
Nama Baru
Pada 1951, Shakhtar berhasil menempati posisi ke-3 klasemen Liga Uni Soviet. Namun setahun kemudian, performa Shakhtar malah menurun tajam sehingga klub tersebut harus terdegradasi di akhir musim. Untungnya pada 1954, Shakhtar berhasil menjuarai Kelas B - liga kasta kedua
Uni Soviet - sehingga mereka bisa kembali ke divisi teratas.
Trofi juara Kelas B tersebut sekaligus menjadi trofi resmi pertama yang berhasil diraih oleh Shakhtar. Shakhtar baru berhasil menambah koleksi trofinya beberapa tahun kemudian setelah menjuarai Piala Soviet pada 1961.
Kemudian pada 1976, Shakhtar untuk pertama kalinya tampil di kompetisi Eropa (Piala UEFA) setelah berhasil menempati peringkat ke-2 liga di musim
sebelumnya.
Selama bermain di Liga Uni Soviet, Shakhtar lebih sering mengambil peran sebagai kerikil tajam bagi lawan-lawannya. Pasalnya kendati Shakhtar tidak pernah menjadi juara liga, Shakhtar sempat beberapa kali menerobos masuk ke peringkat 5 besar.
Hingga kemudian pada 1991, Uni Soviet mengalami keruntuhan sehingga Shakhtar sesudah itu melanjutkan petualangannya di Liga Ukraina.
Saat Uni Soviet masih berdiri, Dynamo Kiev menjadi tim asal Ukraina yang lebih dominan. Pasalnya berkat campur tangan tokoh-tokoh partai komunis setempat, banyak pemain terbaik asal Ukraina yang sengaja dikumpulkan di klub tersebut - termasuk lewat metode ancaman & paksaan
- supaya negara bagian Ukraina memiliki klub yang cukup tangguh untuk mengimbangi hegemoni klub-klub Rusia di Liga Uni Soviet.
Dynamo Kiev dianggap pantas menjadi simbol perlawanan Ukraina di ranah sepak bola karena klub tersebut bermarkas di ibu kota Ukraina. Tidak seperti Shakhtar yang bermarkas di wilayah Ukraina timur, wilayah yang notabene banyak dihuni oleh penduduk berbahasa Rusia.
Saat Liga Ukraina mulai digulirkan seusai runtuhnya Uni Soviet, Dynamo Kiev sempat menjelma menjadi raksasa di antara gerombolan kurcaci namun tidak untuk waktu yang lama.
Petualangan di Liga Ukraina
Ukraina merdeka dari Uni Soviet dengan sektor ekonomi & birokrasi yang lemah. Fenomena tersebut lantas berdampak pada munculnya konglomerat-konglomerat baru yang memiliki hubungan dengan jaringan mafia & kriminal setempat. Aksi saling sikut antar mafia kerap terjadi ketika mereka sama-sama ingin menguasai sektor ekonomi penting di Ukraina.
Tidak jarang aksi saling sikut tersebut berujung pada aksi saling bunuh. Situasi mencekam tersebut pada akhirnya turut berimbas pada Shakhtar. Pada 1995, terjadi insiden ledakan bom di Stadion Shakhtar di tengah-tengah berlangsungnya pertandingan. Ledakan tersebut menewaskan Akhat Bragin, Presiden Shakhtar sekaligus tokoh mafia setempat.
Pasca tewasnya Bragin, posisi presiden Shakhtar kemudian ditempati oleh pebisnis Rinat Akhmetov. Lepas dari kontroversi mengenai tewasnya Bragin, peruntungan Shakhtar semakin membaik semenjak klub tersebut dipimpin oleh Akhmetov.
Pada 2002, Shakhtar akhirnya berhasil menjuarai Liga Ukraina untuk pertama kalinya. Keberhasilan tersebut sekaligus membuat Shakhtar berhak lolos ke babak kualifikasi Liga Champions 2002/03.
Peluang tersebut sayangnya gagal dimanfaatkan oleh Shakhtar. Saat berhadapan dengan wakil Belgia, Club Brugge, di babak play-off, Shakhtar harus tersingkir begitu dini setelah kalah dalam babak adu penalti.
Seolah ingin menaburi luka dengan garam, Shakhtar juga gagal mempertahankan gelar juara Liga Ukraina di musim tersebut. Melihat situasi tersebut, Akhmetov lantas menunjuk Mircea Lucescu sebagai pelatih baru Shakhtar pada 2004.
Penunjukan Lucescu bukanlah penunjukan tak berdasar karena pelatih kelahiran Rumania tersebut sebelum ini pernah melatih tim-tim seperti Inter Milan (Italia) & Galatasaray (Turki). Lucescu juga mahir berbicara dalam banyak bahasa sehingga mudah baginya untuk langsung beradaptasi di klub barunya.