Liputan6.com, Jakarta - Ada hal menarik di acara diskusi santai tentang Open BTS di markas ICT Watch di kawasan Tebet Barat Dalam, Jakarta, Kamis (7/1/2016) kemarin. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara yang turut hadir, tampak sangat antusias menyimak paparan dari para pegiat Open BTS.
Setelah menyampaikan garis besar gagasan Open BTS, serta pengalaman yang didapat selama menggelutinya, Onno W. Purbo menyampaikan 3 hal yang akan menjadi 'Pekerjaan Rumah' bagi Rudiantara sebagai regulator, jika pemerintah dalam hal ini kementerian yang dipimpinnya mendukung Open BTS.
"Jadi PR (Pekerjaaan Rumah, red.) buat regulator itu pertama, siapa yang boleh mengoperasikan (Open BTS, red.)?" kata Onno.
Pertanyaan ini dirasa logis, mengingat Open BTS sebetulnya dapat dioperasikan oleh siapa pun, selama cara pengoperasiannya dipahami dan perangkatnya tersedia. Kemudian, Onno juga menyinggung soal frekuensi bagi Open BTS.
Baca Juga
"Yang kedua adalah frekuensi. Makhluk ini (Open BTS, red.) bisa berjalan di 850, 900, 1800, dan 1900 Mhz. Dan untuk urusan SIM Card, bisa pakai SIM Card apa saja. Ini cuma soal programming," imbuhnya.
Dan terakhir, Onno menyampaikan 'permintaan' terkait alokasi kode area bagi pengguna Open BTS.
"Sebetulnya yang ketiga ini gak ada aturannya. Boleh gak sih rakyat punya semacam kode area sendiri? Soalnya, Open BTS ini kan dikelola di desa-desa, dan secara struktur, kita mirip sama operator. Kita juga punya SID (Shared Information and Data model, red.) seperti operator," jelas Onno.
Ia melanjutkan, maksud dari 'permintaan' kode area ini untuk memudahkan pengguna dalam mengidentifikasi pengguna lainnya.
"Kami sudah lakukan survei dan ternyata ada sejumlah kode area yang kosong. Kode area itu banyak yang nganggur di area Kalimantan. Sekali lagi, secara hukum, gak ada aturan yang memaksa bahwa rakyat gak boleh punya kode area sendiri, kan?" ujar Onno bersemangat.
Selama ini, pihak-pihak yang melakukan riset dan pengembangan terkait Open BTS sudah banyak. Namun diakui Onno, mereka sedikit mengerem aktivitasnya lantaran khawatir akan berhadapan dengan hukum.
(Why/Cas)